Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Indonesia mengalami defisit neraca pembayaran US$ 1,3 miliar pada kuartal III.
Kaburnya modal dan merosotnya rupiah akan memaksa Bank Indonesia menaikkan bunga.
Neraca pembayaran Indonesia bisa makin tertekan di bulan-bulan mendatang.
NERACA pembayaran Indonesia merekam kontradiksi yang sangat tajam. Data per kuartal III 2022 yang terbit pekan lalu memunculkan kesan seolah-olah ekonomi Indonesia memiliki dua jalur terpisah. Arah gerakannya pun berlawanan, seakan-akan tak berkaitan satu sama lain. Di sektor riil, ada optimisme yang begitu kuat. Sebaliknya, di pasar keuangan sentimen negatif mendominasi suasana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Neraca pembayaran mencatat semua pergerakan uang yang masuk-keluar di negeri ini. Di situ terlihat uang yang masuk dari perdagangan barang dan jasa amat besar. Meski Indonesia masih memikul defisit di sektor jasa, ada surplus lebih besar dari ekspor-impor karena melambungnya harga komoditas. Walhasil, dari neraca perdagangan dan jasa—ekonom menyebutnya dengan istilah neraca transaksi berjalan—Indonesia masih menikmati surplus US$ 4,38 miliar pada Juli-September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aliran uang yang masuk melalui jalur investasi langsung juga amat deras. Pada periode yang sama, ada guyuran modal US$ 2,78 miliar. Ini sungguh menggambarkan optimisme yang konkret pada sektor riil ekonomi Indonesia. Data ini merupakan rekaman uang yang sudah mengalir masuk. Dus, investor dari berbagai penjuru dunia memang tertarik pada prospek pemulihan ekonomi Indonesia setelah pandemi mereda. Mereka membawa modal masuk ke sini, yang mengalir ke berbagai proyek baru ataupun pengembangan bisnis.
Kesimpulannya, sektor riil ekonomi Indonesia sedang berada dalam siklus menanjak. Dana berjumlah miliaran dolar mengalir masuk, baik melalui perdagangan ekspor-impor maupun investasi langsung. Ada sentimen positif yang amat kuat.
Gambaran itu sungguh kontradiktif dengan apa yang terjadi di pasar keuangan. Neraca pembayaran Indonesia merekam uang yang mengalir keluar dengan sangat deras. Modal kabur berhamburan dari pasar finansial, terutama pasar obligasi pemerintah. Selama kuartal III 2022, dana yang keluar mencapai US$ 3,1 miliar. Bukan cuma itu, neraca pembayaran kita juga mencatat besarnya aliran dana keluar untuk ditanamkan ke berbagai aset di luar negeri. Selama kuartal III 2022, angka penempatan dana ke luar negeri ini mencapai US$ 4,67 miliar.
Kondisi pasar keuangan global yang sedang karut-marut tentu berperan besar mendorong keluarnya dana-dana itu. Likuiditas dolar yang makin ketat di seluruh dunia membuat bank-bank di luar negeri lebih agresif menarik dana dari negara-negara berkembang. Selain memburu imbal hasil yang menarik, pemilik kapital lebih merasa aman menerbangkan modalnya ke luar negeri.
Pada akhirnya, aliran dana yang keluar di sektor keuangan secara total lebih besar ketimbang surplus dari perdagangan dan jasa ataupun masuknya modal lewat investasi langsung. Walhasil, selama kuartal III 2022 neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit senilai US$ 1,3 miliar.
Masalahnya, tren kaburnya dana ke luar negeri bisa jadi belum akan mereda dalam waktu dekat. Selama situasi pasar global masih bergejolak dan likuiditas masih sedemikian ketat, pemilik modal pasti memilih mencari aman. Di sisi lain, karena ekonomi dunia sudah mulai terbelit resesi, surplus perdagangan kita sangat mungkin akan menyusut. Dus, neraca pembayaran Indonesia bisa makin tertekan di bulan-bulan mendatang.
Dampak paling nyata defisit neraca pembayaran adalah merosotnya nilai rupiah. Konsekuensinya, kaburnya modal dan merosotnya rupiah akan memaksa Bank Indonesia terus menaikkan suku bunga. Dalam empat bulan terakhir, BI sudah menaikkan bunga dari 3,5 persen menjadi 5,25 persen—yang terakhir pekan lalu sebesar 0,5 persen. Bunga terus naik. Kaburnya modal belum tentu akan berhenti. Ini bisa menjadi lingkaran tak berujung. Ekonomi Indonesia sedang menghadapi tantangan berat.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo