Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ikhtiar Menyatukan Lima Pilar Pendataan

Simbara akan menyatukan pendataan dan pengawasan dokumen, uang, jasa pengangkut, orang, serta barang di sektor mineral dan batu bara. Integrasi sistem secara bertahap di sejumlah lembaga.

9 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktivitas bongkar muat batu bara di dermaga KCN Marunda, Jakarta, 5 Januari 2022. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah menargetkan Simbara menjadi instrumen efektif untuk tata kelola mineral dan batu bara.

  • Simbara menyatukan data perizinan, penjualan, PNBP, ekspor, hingga devisa hasil ekspor.

  • Pemerintah mengakui masih banyak anomali dari data batu bara yang belum terintegrasi.

JAKARTA – Pemerintah menjadikan Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (Simbara) antar-kementerian/lembaga sebagai instrumen untuk memperbaiki tata kelola mineral dan batu bara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dalam pengelolaan komoditas sumber daya alam, ada lima pilar pendataan yang mesti disatukan, yaitu dokumen, uang, jasa pengangkut, orang, dan barang. "Simbara diharapkan membuat tata kelola mineral dan batu bara semakin transparan, akuntabel, akurat, dan memberikan kepastian untuk penerimaan negara," kata dia, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Simbara mengintegrasikan data perizinan tambang, rencana dan verifikasi penjualan, pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP), ekspor, pengapalan, hingga devisa hasil ekspor. Sri Mulyani berharap Simbara menjadi ekosistem satu data mineral dan batu bara. "Melalui sistem ini, kami dapat melacak keterkaitan antara pelaku usaha dan memperbandingkan pemeriksaan fisik barang dengan dokumen secara akurat tanpa menciptakan proses bisnis yang rumit," ujar dia.

Sri mengakui ancaman terhadap tata kelola akan semakin tinggi saat harga komoditas ini naik. Ada risiko pelanggaran tata kelola berupa penyelundupan, manipulasi volume dan nilai penjualan atau under invoicing, hingga penghindaran pajak atau tax evasion. "Ini salah satu alasan mengapa kementerian dan lembaga negara harus meningkatkan tata kelola."

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, mengatakan integrasi proses bisnis serta data mineral dan batu bara antar-instansi dimulai sejak 2020. Sektor pertambangan menjadi obyek karena merupakan penyumbang terbesar produk domestik bruto (PDB). Untuk menggarap Simbara, Kementerian Keuangan menggandeng Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, serta Bank Indonesia.

Pada 2020, kata Isa, integrasi difokuskan pada data produksi dan ekspor batu bara. Termasuk pengecekan validitas bukti bayar PNBP pada dokumen ekspor yang disampaikan melalui sistem Inatrade Kementerian Perdagangan. Tahun lalu, pengembangan Simbara difokuskan pada penjualan domestik. Sistem ini terkoneksi dengan jaringan InaPortnet Kementerian Perhubungan. "Tahun ini, Simbara kembali kami kembangkan dengan mengintegrasikan data devisa dari Bank Indonesia untuk mengawasi ekspor," kata Isa.

Foto udara kapal tongkang bermuatan batu bara melintasi aliran Sungai Batanghari di Jambi, 8 Maret 2022. ANTARA/Wahdi Septiawan

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif yakin sistem ini bisa mengawasi perencanaan penambangan, pengolahan, pemurnian, penjualan komoditas, serta kaitannya dengan pemenuhan kewajiban. Termasuk pemenuhan wajib pasok dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). "Juga untuk menertibkan perdagangan mineral dan batu bara ilegal yang menyebabkan kebocoran penerimaan negara," ujarnya.

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan data yang dibutuhkan untuk melingkupi pengawasan dari hulu sampai hilir, antara lain, adalah nomor transaksi penerimaan negara (NTPN) dan laporan hasil verifikasi (LHV). Data itu, kata Luhut, menjadi alat verifikasi dalam memberikan izin ekspor, dari penerbitan laporan surveyor, penerbitan pemberitahuan ekspor barang (PEB), hingga penerbitan surat persetujuan berlayar (SPB).

Luhut mengatakan saat ini masih terdapat berbagai anomali dari data pemerintah yang belum terintegrasi. Penyimpangan itu, antara lain, adalah dugaan penggunaan NTPN yang tidak semestinya, NTPN diisi tapi tidak valid, NTPN tidak diisi, dan NTPN valid tapi salah format. "Saya minta tim teknis segera menindaklanjuti jika ada kecurangan," kata dia. Luhut juga meminta agar Simbara yang saat ini berlaku untuk batu bara dapat diperluas untuk komoditas mineral, seperti nikel dan bauksit.

Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengatakan integrasi berbagai sistem itu diperlukan karena selama ini belum ada sumber data mineral dan batu bara yang terintegrasi. Dia berharap integrasi sistem ini bisa menghasilkan data yang sama dan real time sehingga bisa menjadi dasar dalam pengambilan keputusan hingga menjatuhkan sanksi bagi pelanggar.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan pemerintah telah memiliki sistem dan data mineral serta batu bara, tapi implementasinya kurang jelas. "Dengan sistem digital ini, kontrol akan menjadi lebih mudah karena terintegrasi satu sama lain," ujar dia.

CAESAR AKBAR
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus