Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sepi Bandara tanpa Prasarana

Berbagai upaya ditempuh untuk menghidupkan bandar-bandar udara baru yang masih sepi. Aneka program diluncurkan, dari layanan umrah, kargo, hingga insentif. Kuncinya adalah akses.

16 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bandar Udara Internasional Jawa Barat, Majalengka, Mei 2018./Antara/M Agung Rajasa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah menyaksikan laga Persebaya Surabaya versus Persib Bandung, yang bertanding di Stadion Si Jalak Harupat, Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Dahlan Iskan pergi ke Bandar Udara Kertajati, Majalengka. Sudah lama ia ingin menjajal bandara baru itu.

Maka, esok paginya, Menteri Badan Usaha Milik Negara periode 2011-2014 ini memutuskan berangkat melalui Lembang, Subang, lalu masuk jalan tol Cikampek-Cirebon. Sesampai di Kertajati, pendiri Jawa Pos Group tersebut menyaksikan sebuah bandara internasional yang sunyi sepi. Dahlan tidak hendak terbang ke mana-mana. Ia hanya berkeliling dan berada di ruang tunggu hingga penumpang naik ke pesawat.

Hari itu Jumat, 8 Maret 2019. “Penumpang dipersilakan naik pesawat. Citilink jurusan Medan segera berangkat. Tidak ada yang antri. Tidak ada panggilan kedua. Semua penumpang sudah hadir. Lengkap: tiga orang.” Demikian ia mengunggah pengalaman tersebut di www.disway.id—catatan harian Dahlan Iskan—dua hari kemudian. Ia juga mengisahkan nasib Citilink jurusan Surabaya, yang jumlah penumpangnya hanya 11 orang. Dahlan mengkonfirmasi tulisannya tersebut. “Iya. Silakan kutip,” katanya, Kamis, 14 Maret lalu.

Otoritas Bandara Kertajati, PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (BIJB), membenarkan kondisi yang diceritakan Dahlan. BIJB adalah badan usaha milik daerah Provinsi Jawa Barat yang bertugas mengelola Kertajati. Perusahaan menggandeng PT Angkasa Pura II—BUMN sektor kebandar-udaraan—untuk mengoperasikan bandara.

Menurut Airport Operation and Performance Group Head BIJB Agus Sugeng, saat ini hanya Citilink yang masih melayani penerbangan di bandara yang Presiden Joko Widodo resmikan pada Mei 2018 tersebut. Itu pun tak mengangkut banyak penumpang. “Citilink ada rute ke Surabaya dan Medan. Load factor-nya sangat rendah,” ujarnya, Selasa, 12 Maret lalu.

Penumpang di Bandar Udara Internasional Silangit, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Desember 2017./ANTARA/Andika Wahyu

Berbagai upaya digeber untuk menyedot penumpang datang ke Kertajati. Salah satu strategi jangka pendek, Agus menjelaskan, perusahaan akan menggenjot penerbangan umrah. Saat ini hanya Lion Air yang melayani penerbangan umrah dari Kertajati. Rencananya, Malaysia Airlines menyusul mulai April nanti. Manajemen BIJB sangat berharap pada layanan umrah ini. “Penumpangnya pasti dan mereka memesan ke agen travel sejak jauh hari.”

Upaya lain adalah membuka layanan kargo. Per 1 April nanti, otoritas bandara akan mengoperasikan layanan kargo domestik, bekerja sama dengan PT Angkasa Pura Kargo. Adapun layanan internasional akan dijalankan BIJB mulai 30 April, bermitra dengan PT Jasa Angkasa Semesta.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga berupaya menghidupkan bandara yang pembangunannya menghabiskan anggaran sekitar Rp 2,6 triliun itu. Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa meluncur ke Kertajati, Jumat, 15 Maret lalu. Kepada para perwakilan pemerintah daerah di sekitar pantai utara Jawa dan Majalengka, ia meminta perjalanan dinas pegawai negeri sipil menggunakan layanan penerbangan di Kertajati.

Opsi ini, kata Agus, bersaing ketat dengan moda transportasi darat sejak jalan tol Trans Jawa beroperasi penuh.

KERTAJATI bukan satu-satunya bandar udara baru yang jumlah penumpangnya di bawah ekspektasi. Bandara lain, Silangit, di Tapanuli Utara, Sumatera Utara, pun mulai dikeluhkan. Salah satunya oleh maskapai AirAsia Indonesia. “Kinerja Silangit kurang bagus. Nanti kita lihat bagaimana,” ujar Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan, beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan, perusahaan mempertimbangkan faktor permintaan pasar dalam keputusan masuk ke rute atau tujuan baru. Tapi, bila angkanya tidak masuk akal alias tidak ekonomis, bukan berarti AirAsia tak akan masuk. “Kami sediakan dulu kapasitasnya. Kami stimulasi pasar dan permintaannya.” Bila pasar makin bagus, maskapai ini akan meningkatkan kapasitas. Sebaliknya, jika kondisi memburuk, keputusan menutup rute akan diambil.

Faktanya, satu per satu maskapai menarik diri dari bandara yang kini bersalin nama menjadi Sisingamangaraja XII itu. Malindo Air, dari Lion Group, menghentikan penerbangan rute Silangit-Subang di Malaysia per 14 Januari 2019 karena alasan komersial.

Begitu pula AirAsia, yang menyetop sementara layanan penerbangan internasional rute Silangit-Kuala Lumpur-Silangit per 1 Maret 2019. Alasannya juga soal komersial. Tidak diumumkan sampai kapan penghentian dilakukan. Namun Dendy membantah. “Masih, kok. Terbang lagi,” ujarnya, Jumat, 15 Maret lalu. Tapi, di situs resmi maskapai ini, tiket untuk rute tersebut belum tersedia. AirAsia hanya menjual tiket penerbangan melalui situs perusahaan.

Maskapai Garuda Indonesia juga sempat menterminasi penerbangan Jakarta-Silangit. Rute tersebut “diserahkan” ke kelompok usahanya, yaitu Citilink dan Sriwijaya Air. Tapi Sekretaris Perusahaan Garuda Indonesia Ikhsan Rosan memastikan Garuda terbang kembali per 8 Februari lalu. Bahkan Garuda menggunakan pesawat yang lebih besar karena ada pengembangan infrastruktur bandara. “Dalam penerbangan, terbang lalu pull out kemudian terbang lagi itu biasa.”

Dalam situs penjualan tiket online, akhir pekan lalu, selain Citilink, Batik Air—maskapai yang menjadi bagian Lion Group—melayani penerbangan ke destinasi wisata Danau Toba itu. Ikhsan menambahkan, secara prinsip, Garuda akan terbang ke suatu tempat yang memiliki potensi bisnis, pariwisata, serta rata-rata pergerakan penumpang di kota-kota yang akan dihubungkan oleh rute tersebut. “Sekarang kami lebih ketat membuka rute baru,” tuturnya, Kamis, 14 Maret lalu.

Pengelola Silangit, PT Angkasa Pura II (Persero), menampik jika bandara tersebut dikatakan sepi. Juru bicara perusahaan, Yado Yarismano, mengatakan pergerakan penumpang meningkat dari 282.586 orang pada 2017 menjadi 425.476 pada 2018. “Silangit pengembangannya bagus. Runway diperpanjang.” Ia menambahkan, pemerintah menyiapkan Silangit sebagai destinasi “Bali Baru”. Makanya dibuat berbagai fasilitas dan program di sini.

PT Angkasa Pura I (Persero) mengebut pengerjaan New Yogyakarta International Airport (NYIA), yang biasa disebut Bandara- Kulon Progo. Perusahaan meminta kontraktor proyek, PT PP, tak melewati jadwal yang telah disusun. Manajer Proyek Pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta Taochid Purnomo Hadi mengatakan Angkasa Pura I rutin mencairkan anggaran Rp 125 miliar per minggu kepada kontraktor. “Harus habis. Kalau enggak, berarti progres proyek melambat,” ucapnya di Yogyakarta, beberapa waktu lalu.

Perseroan mencatat, hingga 16 Februari 2019, kontraktor telah menyelesaikan sekitar 69 persen dari total pekerjaan yang ditargetkan rampung pada April 2019 itu. Bandara yang pembangunannya diperkirakan menelan bujet Rp 6 triliun ini ditargetkan mulai dibuka pada April nanti. Pada tahap pertama, akan dioperasikan penerbangan internasional untuk mengatasi trafik di Bandara Adisutjipto, yang telah menumpuk hingga 188 penerbangan sehari. 

Sekretaris Perusahaan Angkasa Pura I Handy Heryudhitiawan optimistis NYIA tidak menjadi cerita kedua Kertajati. Sebab, bandara baru ini dirancang untuk menggantikan Adi Sutjipto, yang sudah sesak. Artinya, pasarnya sudah ada. “Tidak memulai dari nol.”

Bandara Kulon Progo disiapkan dengan kapasitas 14 juta orang per tahun, jauh lebih besar ketimbang Adi Sutjipto. Kapasitas ideal Adi Sutjipto 1,8 juta orang, tapi kenyataannya penumpang yang melalui bandara ini mencapai 8 juta setahun.

Tak hanya mengandalkan luberan dari Adi Sutjipto, Angkasa Pura I juga gencar menarik pasar baru. Pekan lalu, direksi perseroan menggeber road tour ke Filipina, menawari maskapai-maskapai internasional singgah ke Kulon Progo. Beberapa di antaranya telah menyatakan minat. “Dari Eropa ada KLM. Sedangkan maskapai asal Cina dan Emirates sedang tahap penjajak-an,” kata Handy.

Prinsipnya, ia memaparkan, dalam pengembangan bandara baru tidak membicarakan wilayah, tapi area yang bisa “ditangkap”. NYIA, dia menambahkan, tidak hanya menyasar warga Yogyakarta dan sekitarnya, tapi juga mengincar publik Semarang dan Solo, bahkan Jawa Barat bagian timur. “Semarang kan terbatas kapasitas runway dan apronnya.”

Handy menyebutkan NYIA akan dilengkapi armada pengumpan dan akses kereta menuju destinasi pariwisata serta kawasan bisnis yang juga sedang dikembangkan di Jawa bagian selatan. Intinya: pengembangan harus terintegrasi. Karena itu, Angkasa Pura I bekerja sama dengan pemerintah Yogyakarta.

Masalah akses itulah yang menjadi salah satu penghambat pengembangan Kertajati. Pemerintah dan otoritas bandara sadar betul akan hal itu. Makanya, menurut Airport Operation and Performance Group Head BIJB Agus Sugeng, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi turun tangan. “Pak Menteri mengundang beberapa kali, membahas bagaimana meramaikan bandara ini, karena memang ada penyebab utama yang agak berat,” tuturnya.

Pertama, akses menuju bandara belum tersedia karena pembangunan jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan belum rampung. Jalan bebas hambatan itu digadang-gadang bisa memangkas waktu tempuh Bandung-Bandara Kertajati. Kedua, Bandara Husein Sastranegara di Bandung masih beroperasi.

Menteri Perhubungan Budi Karya berkomitmen memindahkan sebagian penerbangan di Bandara Husein Sastranegara ke Kertajati secara bertahap. Saat ini pergeseran layanan penerbangan sudah berangsur dilakukan, misalnya untuk tujuan Kualanamu, Sumatera Utara; dan Makassar, Sulawesi Selatan. “Akan kami pindahkan secara signifikan setelah tol jadi.”

Budi optimistis Kertajati akan “hidup” seiring dengan pengembangan Pelabuh-an Patimban dan Kota Cirebon. Pemerintah akan menjadikannya kawasan segitiga yang potensial bagi perekonomian Indonesia. “Dalam waktu yang tidak lama, lima-sepuluh tahun, pasti itu akan menjadi pusat pertumbuhan di Jawa Barat,” ujarnya.

RETNO SULISTYOWATI, PUTRI ADITYOWATI, CAESAR AKBAR, AHMAD FIKRI (BANDUNG), PRIBADI WICAKSONO (YOGYAKARTA)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus