Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Kami Minta Revisi Amdal

Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan:

16 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wiratno. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG utan di hutan lindung Batang Toru, Sumatera Utara, membuat heboh aktivis dan ahli lingkungan seluruh dunia. Mereka cemas hewan langka yang jumlahnya kurang dari 1.000 dan hanya ada di Indonesia itu terganggu akibat pembukaan lahan dan pembangunan infrastruktur, terutama pembangunan pembangkit listrik tenaga air sejak 2015.

Apalagi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) terakhir yang dibuat PT North Sumatera Hydro Energy tak menyebutkan soal dampak terhadap habitat orang utan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang baru ditemukan pada 1997 ini. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menurunkan tim untuk meneliti keberadaan dan perilaku orang utan setelah proyek itu berjalan, pada 2017.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno menjelaskan temuan mereka kepada Tempo pada Oktober 2018. “Kami masih mencari dokumen amdal itu,” katanya di kantornya.

 

Mengapa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sampai harus mencari dokumen amdal?

Amdal itu wilayah pemerintah daerah. Saat pembuatan amdal, Kementerian tidak dilibatkan sama sekali. Kami sudah menyurati gubernur untuk membahas masalah ini. Di dalamnya ada kajian lingkungan strategis (KLS). KLS diperlukan untuk menganalisis daya dukung suatu ekosistem.

Benarkah kajian tentang orang utan tak ada dalam amdal terakhir tahun 2016?

Karena itu, kami meminta NSHE (North Sumatera Hydro Energy) merevisi dokumen amdal agar memasukkan mitigasi dari dampak pembangunan PLTA terhadap orang utan. Kami juga menyurati gubernur untuk memonitor perbaikan amdal itu.

Apa hasil penelitian orang utan di Batang Toru?

Satu bulan kami di sana pada 2017. Hasil pengawasan tim menyimpulkan daya dukung dan ekosistem Batang Toru masih bagus. Di sana masih ada orang utan, siamang, burung rangkong, dan lain-lain. Ketersediaan pangan cukup. Semula kami berasumsi orang utan di sana sama dengan di hutan lindung Leuser, Aceh. Ternyata ini spesies yang lebih tua (Pongo tapanuliensis). Makanya ributlah seluruh dunia.

Berapa jumlahnya?

Sebanyak 557 individu. Sementara itu, Forum Orang Utan Indonesia menyebut angka perkiraan 800. Semua tinggal di ekosistem Batang Toru. Beberapa hidup di hutan suaka Sibual-Buali, Dolok Diraja, dan Lubuk Raya. Habitat mereka dari zaman dulu terpisah secara alami di blok timur dan barat sungai Batang Toru.

Apa dampak PLTA terhadap habitat orang utan?

Orang utan selalu bergerak mencari tempat yang kaya sumber makanan. Sebelum ada pembukaan lahan, mereka sesekali terpantau memakan hasil kebun masyarakat. Di mana ada buah, mereka akan ke sana. Kalau ada pembangunan, mereka mungkin bergeser ke tempat lain. Saya dengar NSHE sedang menanam bibit-bibit tanaman buah yang akan membantu ketersediaan pangan.

Jadi PLTA merampas sumber makanan orang utan?

Dulu iya, tapi tergantung musim buah juga. Nah, sebagian area hutan belantara itu ada yang dibuka menjadi kebun masyarakat dengan aneka tanaman buah. Orang utan banyak membuat sarang dekat situ. Kalau masuk musim panen, mereka seperti berada di supermarket. Tapi, selepas musim itu, mereka pindah lagi ke atas, mencari sumber makanan alami dalam hutan.

Pembukaan lahan memakai bahan peledak. Apa dampaknya?

Pasti ada pengaruhnya. Kita saja yang mendengar pasti bakal tutup telinga. Tapi kan adaptasi akan selalu dilakukan makhluk hidup agar bisa bertahan. Kami dorong mitigasi supaya pembangunan jangan menghalangi konservasi. Sebaliknya, konservasi tidak menghalangi pembangunan.

Adakah perubahan perilaku orang utan setelah ada proyek PLTA?

Salah satu indikator bebas berperilaku adalah reproduksi. Tim kami banyak menemukan orang utan berinteraksi dengan anak-anak mereka. Mereka masih leluasa membuat sarang dan bereproduksi. Artinya, kesejahteraan mereka terpenuhi, bebas dari penyakit, mampu menjangkau sumber pangan, dan berperilaku secara alami.

PLTA tidak menghalangi interaksi orang utan di blok barat dan timur?

Orang utan terbiasa hidup di atas pohon, sesekali turun ke bawah untuk mencari makanan. Karena perilaku itu, kami meminta NSHE membuat jembatan penghubung (canopy bridge) berupa kabel baja. Kalau itu sudah dilakukan, orang utan bisa dengan mudah bermigrasi dari timur-barat atau sebaliknya. Tugas pemerintah memastikan ini aman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus