Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Senin siang tepat hari pertama bulan Juli 2019. Presiden Joko Widodo mengumpulkan menteri dan kepala lembaga di bidang keuangan di Istana Bogor, Jawa Barat. Rapat internal di tengah jadwal Presiden yang padat hari itu bertujuan membahas kondisi terbaru bank syariah tertua di Tanah Air, Bank Muamalat Indonesia.
Sekretariat Presiden sebetulnya juga mengundang Direktur Utama Bank Muamalat Achmad Kusna Permana. Belakangan, Muamalat tak diizinkan bergabung dalam rapat itu. “Kami tidak jadi bertemu dengan Presiden, hanya menunggu di luar,” kata Sekretaris Perusahaan Muamalat Hayunaji, membenarkan kabar tentang rapat tersebut kepada Tempo, Kamis, 25 Juli lalu. Hayunaji mengatakan ihwal tak diizinkannya Permana mengikuti rapat baru diketahui ketika bosnya itu tiba di Istana Bogor.
Seorang pejabat yang mengetahui pertemuan tersebut mengungkapkan, semula rapat memang akan mengumpulkan petinggi Bank Muamalat dan menteri serta kepala lembaga di sektor keuangan. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Halim Alamsyah, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko hadir di sana.
Manajemen Muamalat batal diikutsertakan lantaran rapat tersebut sebetulnya hanya untuk kalangan internal kabinet. “Khawatir ini urusan negara, kok, ada swastanya,” ucap pejabat itu. Pejabat lembaga lain yang juga diundang mengikuti rapat menyebutkan Otoritas Jasa Keuangan mengusulkan persoalan Muamalat tak dibahas di depan manajemen bank itu.
Seorang pejabat di lingkungan Istana mengatakan pembahasan Muamalat menjadi agenda khusus karena, jika ditaksir secara total, kredit macet di bank syariah terbesar di Tanah Air itu mencapai Rp 22 triliun. Rasio kecukupan modal bank ini pun terus menurun.
Adapun Lembaga Penjamin Simpanan tak bisa langsung menyelamatkan bank dari risiko menjadi bank gagal. “Secara legal, bank yang diserahkan ke LPS harus dinyatakan gagal dulu oleh Otoritas Jasa Keuangan,” tutur anggota Dewan Komisioner LPS, Fauzi Ichsan.
Muamalat limbung sejak 2014. Kredit macet kotornya (non-performing financing gross) berada di level 6,55-7,11 persen sepanjang 2014-2015. Pada akhir 2018, pembiayaan bermasalahnya masih di atas 3 persen, melebihi ambang batas rata-rata kredit macet perbankan.
Skenario Kepemilikan Saham Muamalat
Wakil Presiden Jusuf Kalla membenarkan kabar bahwa Kabinet Kerja Jokowi membahas kondisi Bank Muamalat dalam rapat terbatas 1 Juli lalu. Kalla mengatakan pemerintah juga mempelajari proposal penyertaan modal dari calon investor Muamalat yang konsorsiumnya dipimpin Ilham Habibie. “Opsi-opsi penyelamatan lain masih dibahas dengan OJK,” ucap Kalla kepada Tempo, Rabu, 24 Juli lalu. Selain opsi penyelamatan melalui investor, Kalla mengatakan, muncul rencana menginvestasikan dana haji ke Bank Muamalat. “Tapi belum diputuskan.”
Akhir 2017, Komisi Agama Dewan Perwakilan Rakyat memang pernah mendorong Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) berinvestasi atau menambah kepemilikan sahamnya di Bank Muamalat. Usul tersebut ditolak BPKH lantaran badan ini memerlukan instrumen investasi yang lebih cair dengan imbal hasil tinggi dan risiko rendah. Kemudian muncul pula rencana investasi Bank Negara Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia di Muamalat. Rencana ini pun batal.
Dalam rapat terbatas membahas Muamalat, Jokowi menanyakan upaya-upaya penyehatan bank berumur 27 tahun ini di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan. Seseorang yang mengetahui rapat itu mengatakan Jokowi berpesan bahwa investor Muamalat kelak harus berasal dari kalangan muslim.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Heru Kristiyana- membantah informasi bahwa urusan Muamalat sempat dibahas Presiden. Namun dua pejabat di Otoritas membenarkan soal rapat di Istana Bogor itu. Hingga saat ini, OJK menyatakan terus mengawasi proses masuknya investor baru ke Bank Muamalat melalui pelepasan saham lewat hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue.
Menurut Heru, Otoritas tak bermaksud menghambat proses penambahan modal untuk Muamalat. Agar bisa tumbuh, Muamalat saat ini membutuhkan suntikan dana sekitar Rp 8 triliun. “Tidak ada hambatan, kami tunggu kesiapan mereka saja,” kata Heru seusai rapat Dewan Komisioner OJK, Rabu, 24 Juli lalu. Ia menilai Bank Muamalat masih bisa beroperasi normal sambil menyiapkan persyaratan rights issue yang diwajibkan otoritas.
Rencana penambahan modal lewat pelepasan saham Muamalat gagal dieksekusi hingga lewat target akhir Juni lalu. Otoritas tak memberikan lampu hijau untuk aksi korporasi ini. “Pasti ada dokumen yang perlu disiapkan dan kesiapan dari pembeli siaganya,” tutur Heru. Ia mengilah anggapan bahwa OJK tak kunjung menyetujui rencana rights issue bank tersebut.
Gagalnya penerbitan saham baru inilah yang melatarbelakangi langkah petinggi Muamalat mendorong Ketua Dewan Pengawas Syariah Ma’ruf Amin agar permasalahan pionir bank syariah tersebut bisa sampai ke Presiden Jokowi. Seorang pejabat menyebutkan, dalam beberapa pertemuan, Jokowi dan Ma’ruf membahas keuangan Muamalat yang makin tipis. Sejak awal 2018, Muamalat intens menggaet calon investor penyuntik modal segar. “Sudah lama proses ini tidak selesai-selesai,” ujar pejabat itu.
Saat ditanyai perihal peran- Ma’ruf Amin, Sekretaris Perusa-ha-an- Muamalat Hayunaji menjawab- diplomatis. Ia mengatakan rapat Dewan Pengawas Syariah dengan direksi dan komisaris Muamalat memang rutin digelar tiga minggu sekali di Muamalat Tower, Jakarta Selatan. “Kiai Ma’ruf sering ke kantor dan pasti update dengan kondisi Muamalat. Soal bagaimana langkah beliau selanjutnya, itu di luar kewenangan kami,” katanya.
Ma’ruf Amin/ ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
SAAT menggelar rapat umum pemegang saham tahunan, pertengahan Mei lalu, komisaris dan direksi Bank Muamalat sebetulnya masih optimistis manajemen bisa membenahi kondisi keuangan perseroan. Kepada wartawan, Direktur Utama Muamalat Achmad Kusna Permana mengatakan timnya terus memperbaiki portofolio pembiayaan dengan membersihkan sejumlah pembiayaan bermasalah. Selain melakukan penagihan, manajemen melangsungkan tukar guling aset.
Dengan skema ini, Muamalat menjual pembiayaan bermasalah—nya sebesar Rp 6 triliun sekaligus menerbitkan sukuk senilai Rp 1,6 triliun. Investor Dubai Corporation akan menyerap semua sukuk Muamalat. Sebagai ganti, Muamalat harus membeli sukuk trust certificates (STC) dengan kupon 0 persen bertenor 20 tahun seni—lai Rp 8 triliun yang diterbitkan Dubai Corporation. Dana untuk membeli sukuk itu berasal dari penjualan kredit bermasalah (non-performing financing) dan penerbitan sukuk mudarabah tadi. Dengan demikian, sisanya Muamalat hanya merogoh kocek Rp 400 miliar dalam transaksi tersebut.
Komisaris Utama Bank Muamalat Ilham Habibie mengatakan investasi dalam proses pembenahan permodalan Bank Muamalat memang dilakukan secara bertahap. “Ada pertukaran aset. Setelah itu, melalui rights issue kami akan menyuntikkan dana, masuk ke tier 1 atau ekuitas perusahaan. Kedua hal itu tidak bisa berdiri sendiri,” kata Ilham, Rabu, 3 Oktober 2018.
Skema ini sempat dianggap bermasalah oleh Otoritas Jasa Keuangan karena kupon STC tidak bisa diperjualbelikan kelak dan dianggap tidak sesuai dengan ketentuan perbankan. Belakangan, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis OJK Anto Prabowo- enggan menyatakan bahwa perbedaan pandangan inilah yang menyebabkan penyehatan Bank Muamalat terhambat. “Lebih baik bertanya kepada Muamalat karena mereka yang harus mengikuti ketetapan OJK,” tutur Anto, Kamis, 25 Juli lalu.
Menjelang tenggat masa efektif rencana rights issue, tepatnya pada 27 Juni 2019, Presiden Islamic Development Bank Bandar al-Hajjar menyurati Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso terkait dengan rencana perbaikan buku dan penambahan modal Muamalat tahun ini. Dalam suratnya, presiden lembaga pemegang saham mayoritas Bank Muamalat ini menyatakan skema pertukaran aset adalah bagian penting dari seluruh proses penguatan Muamalat. Bandar juga meminta OJK menyetujui rencana investasi konsorsium Al Falah Investments Pte Limited, yang akan menyuntikkan dana tahap pertama sebesar Rp 2,2 triliun.
Pemilik tunggal Al Falah adalah CP5 Hold Co 2 Limited (CP5). CP5 didirikan khusus- untuk berinvestasi di Muamalat dengan 100 persen modalnya berasal dari dana kelolaan- SSG Capital Management Limited yang berpusat di Central, Hong Kong. Putra Bacharuddin Jusuf Habibie, Ilham Habibie, ikut berperan dalam pendirian CP5. Bersama- SSG, Lynx Asia Partners Pte Ltd—yang juga dipimpin Ilham—dan Koperasi Simpan Pinjam Jasa (koperasi terbesar di Tanah Air) akan ikut membiayai Muamalat.
Nantinya, Al Falah masuk dan menguasai 50,3 persen saham Muamalat sekaligus mendelusi saham pemegang mayoritas lain. Sekretaris Perusahaan Bank Muamalat Hayunaji mengatakan rencana investasi konsorsium ini lebih serius dibanding pemodal-pemodal sebelumnya. “Mereka melakukan uji tuntas dengan tidak asal-asalan.”
Menurut Hayunaji, belasan investor- sebetulnya telah melirik Muamalat. Namun- hanya segelintir yang sepenuh hati menawarkan obat bagi bank umat Islam ini. “Kami terus berkoordinasi- dengan OJK untuk memenuhi ber-ba--gai- persyaratan dan alternatif strategi- yang ditentukan,” katanya.
PUTRI ADITYOWATI, RETNO SULISTYOWATI, KHAIRUL ANAM, RAYMUNDUS RIKANG
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo