Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat yang digelar pada Kamis, 25 Juli lalu, mengesahkan pemberian amnesti kepada Nuril. Persetujuan ini merupakan tindak lanjut atas permintaan pertimbangan dari Presiden Jokowi. Sehari sebelumnya, Komisi Hukum DPR serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyetujui amnesti tersebut. “Rapat secara aklamasi bersepakat memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengabulkan amnesti itu,” kata Ketua Komisi Hukum Aziz Syamsuddin.
Baiq Nuril adalah mantan guru honorer Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Mataram. Ia merekam 20 menit pembicaraan dengan Muslim, sang kepala sekolah, pada 2012. Saat itu Muslim menceritakan tindakan vulgar bersama perempuan yang bukan istrinya. Muslim juga diduga merundung Nuril dalam percakapan tersebut.
Nuril menyampaikan rekaman itu kepada rekan kerjanya. Rekaman lalu malah tersebar ke Dinas Pemuda dan Olahraga Mataram. Muslim melaporkan Nuril ke polisi dengan jeratan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Bebas di Pengadilan Negeri Mataram, Nuril justru divonis bersalah oleh Mahkamah Agung. Perlawanan Nuril kandas saat MA menolak permohonan peninjauan kembali vonis itu.
Wakil Ketua Komisi Hukum Erma Suryani Ranik dalam rapat paripurna mengatakan Nuril seharusnya tidak dihukum sebagai pelaku. Ia justru menjadi korban yang harus dilindungi dari kekerasan verbal dan seksual. “Apa yang dilakukan Baiq Nuril adalah untuk melindungi diri,” ujar Erma.
Nuril berharap perempuan korban perundungan berani melawan. “Jangan sampai ada yang seperti saya,” ucapnya.
Jalan Menuju Bebas
Agustus 2012
Baiq Nuril merekam pembicaraan dengan Kepala SMA Negeri 7 Mataram Muslim.
2014
Rekaman pembicaraan itu tersebar ke berbagai instansi di Nusa Tenggara Barat.
17 Maret 2015
Muslim melaporkan Nuril ke polisi atas dugaan pelanggaran Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
27 Maret 2015
Polisi menahan Nuril.
27 Juli 2017
Pengadilan Negeri Mataram membebaskan Nuril.
28 September 2018
Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi jaksa dan menghukum Nuril 6 bulan penjara serta denda Rp 500 juta.
4 Juli 2019
MA menolak peninjauan kembali Nuril.
15 Juli 2019
Nuril mengirim surat permohonan amnesti kepada Presiden Joko Widodo.
25 Juli 2019
Komisi Hukum Dewan Perwakilan rakyat secara aklamasi menyetujui Presiden Jokowi memberikan amnesti kepada Nuril.
Bahan: Arsip Tempo
Detasemen Khusus Tangkap Bendahara JAD
DETASEMEN Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI meringkus bendahara Jamaah Ansharud Daulah (JAD), Novendri alias Abu Zahran alias Abu Jundi, di Padang pada Kamis, 18 Juli lalu. “Ada dana Rp 18 juta dari Afganistan yang diterima Abu Saidah, mastermind JAD Indonesia, lalu diserahkan kepada Novendri di Bogor pada September 2018,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian RI Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, Selasa, 23 Juli lalu.
Menurut Dedi, Novendri kemudian menyerahkan uang itu kepada Bondan, pemimpin JAD Bekasi yang ditangkap pada Mei lalu, untuk membuat bom. Rencananya, bom itu digunakan untuk meledakkan gedung Komisi Pemilihan Umum. Polisi menduga rencana tersebut terkait dengan hasil pemilihan umum yang dimenangi Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Kasus Novel Dibahas di Kongres Amerika
Kasus Novel Dibahas di Kongres Amerika/TEMPO/Imam Sukamto
LEMBAGA pegiat hak asasi Amnesty International membawa kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, dalam sesi dengar pendapat Kongres Amerika Serikat, Kamis, 25 Juli lalu. Manajer Advokasi Asia-Pasifik Amnesty International Francisco Bencosme menjelaskan kepada Kongres soal kasus Novel yang jalan di tempat.
Novel, yang juga hadir di situ, optimistis dukungan dari dunia dapat membantu menuntaskan kasusnya. “Membiarkan teror yang terjadi sama saja dengan menyetujui aksi teror lain yang akan terjadi,” tuturnya. Novel disiram air keras oleh dua orang tak dikenal pada 11 April dua tahun lalu sepulang salat subuh di masjid dekat rumahnya. Akibatnya, Novel mengalami cacat mata permanen.
Hingga kini, polisi tak berhasil menemukan pelaku penyerangan tersebut. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Kepolisian RI Komisaris Besar Asep Adi Saputra mengatakan polisi tetap menelusuri kekerasan terhadap Novel. “Kami bekerja secara profesional.”
Pemerintah Siap Minta Peninjauan Kembali Kasus Kebakaran Hutan
KEJAKSAAN Agung menyatakan siap mendampingi Presiden Joko Widodo serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam upaya peninjauan kembali putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah. “Kami akan cari novum yang bisa kami sampaikan sehingga, setelah dicerna dengan baik oleh MA, putusannya akan berbeda,” ujar Jaksa Agung Prasetyo, Ahad, 21 Juli lalu.
Sebelumnya, Mahkamah Agung menyatakan Jokowi serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kebakaran hutan di Kalimantan tengah. Putusan itu diketuk pada Selasa, 16 Juli lalu. Perkara ini bermula dari gugatan yang diajukan sekelompok orang yang menilai pemerintah harus bertanggung jawab atas peristiwa kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah pada 2015.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan vonis Mahkamah menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki regulasi tentang lingkungan hidup serta penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.
KPK Tangkap Bupati Kudus
Sejumlah petugas KPK berada di rumah dinas Sekretaris Daerah Kudus saat penggeledahan, 26 Juli 2019./ANTARA/Kokom
KOMISI Pemberantasan Korupsi menangkap Bupati Kudus M. Tamzil dalam operasi tangkap tangan, Jumat, 26 Juli lalu. Tamzil diduga menerima suap terkait dengan jual-beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Kudus. “Kami menduga terjadi sejumlah pemberian terkait dengan pengisian jabatan ini,” ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif.
KPK juga menangkap tujuh orang lain, di antaranya anggota staf dan ajudan Tamzil serta calon kepala dinas di Pemerintah Kabupaten Kudus. Dari operasi tersebut, KPK menyita duit Rp 200 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan Tamzil diduga tak hanya sekali menerima duit. “Dugaan ini masih kami dalami,” ucap Febri.
Ini kedua kalinya Tamzil terseret kasus korupsi. Pada Februari 2015, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang memvonis Tamzil 22 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan. Saat itu dia terjerat perkara korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo