GENAP setahun R.A.J. Lumenta memegang jabatan Direktur Utama Garuda Indonesian Airways. Sejumlah lompatan dan perbaikan pelayanan yang dilakukan di bawah kepemimpinannya, diam-diam, telah membuat kantung badan usaha milik negara itu makin tebal. Dan Lumenta perlu mengemukakan semua itu, pekan lalu, sesudah menghadap Presiden Soeharto - sekalipun tahun buku Garuda baru berjalan sembilan bulan. Menurut Dirut Lumenta, keuntungan kotor yang diperoleh Garuda dari menjual kursi dan mengangkut muatan selama Januari - September itu mencapai Rp 55,5 milyar. Ia juga mengungkapkan besarnya cicilan utang pokok dan bunga tahun ini yang US$ 234 juta. Tahun lalu, angsuran itu US$ 205 juta, sedang untuk tahun depan cicilannya berkurang sekitar US$ 30 juta. Jika suku bunga di Amerika dan Inggris turun, maka Garuda bisa mengendurkan sedikit ikat pinggang, karena sebagian besar utangnya di kaitkan dengan tingkat suku bunga di kedua negara itu. Tapi, bukan hanya karena soal besarnya cicilan utang itu, jika Garuda tahun ini banyak menarik perhatian. Orang mulai mempergunjingkannya ketika Juni lalu, direksi baru ini mengungkapkan niatnya mengubah logo dan citra penampilan total perusahaan, dengan biaya lebih dari US$ 1 juta (TEMPO, 8 Juni). Tak lama kemudian, iklan perusahaan penerbangan ini dalam menjual kursi executive class-nya muncul secara seronok di pelbagai media cetak, baik lokal maupun luar negeri. Baru pertama kalinya seorang pejabat tinggi sebuah BUMN seperti Lumenta ikut "dijual" untuk menjajakan jasa pengangkutan udara itu dalam salah satu iklannya. Pramugari kini juga bisa mengumbar senyumnya membawa penganan melayani penumpang penerbangan jarak pendek domestik. Mereka tidak lagi ngumpet di galley lantaran dulu tidak ada sesuatu yang bisa ditawarkan kepada penumpang. Hasilnya: executive class, yang di perkenalkan mulai Agustus, sudah memberikan hasil kotor US$ 2,8 juta sampai akhir Oktober. Penumpang kelas ini, pada tiga bulan itu berjumlah 9.000 orang, naik cukup besar jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya 2.400. Pendapatan dari situ, tentu, cukup besar mengingat untuk kampanye iklannya Garuda cukup mengeluarkan US$ 1 juta. Sekalipun harga karcisnya mahal tempat duduk kelas ini hampir selalu penuh untuk pelbagai trayek - terutama penerbangan Jakarta ke Hong Kong maupun Tokyo. "Permintaan cukup besar," kata M. Soeparno, Direktur Garuda. Karena permintaan besar, Garuda berniat memperluas tempat duduk kelas ini dari yang kini 30 kursi menjadi 54 untuk Boeing747, dan 66 untuk DC-10. Untuk menaikkan pendapatan luar negerinya yang selama ini kececeran, mulai pertengahan Agustus, Garuda juga melakukan penerbangan patungan dengan Continental Airlines dari Denpasar ke Pantai Barat AS lewat Guam, dua kali seminggu. Untung memang bagi kerja sama ini, karena dari Jepang Continental bisa mengisi pesawatnya dengan penumpang yang akan ke Bali. "Penerbangan untuk April tahun depan (musim panas) sudah penuh dipesan," tutur Soeparno. Perbaikan pelayanan terhadap rute luar negeri itu, ternyata, lumayan hasilnya. Keuntungan kotornya dari situ, pada Januari sampai September, berjumlah Rp 26 milyar. Sedang tahun lalu, untuk periode yang sama, laba kotornya dari luar negeri baru Rp 22 milyar. Sementara itu, untuk penerbangan domestiknya, naik dari Rp 22 milyar jadi Rp 23 milyar. Di tengah resesi, dan tanpa ada kenaikan tarif tahun Ini, bertambahnya penghasilan domestik itu tentu cukup lumayan. Tapi direksi masih belum puas. Untuk menaikkan pendapatan dari sektor muatan, Garuda kini akan menangani sendiri pengangkutan barang dari mulai menerima, menggudangkan, sampai mengirim ke alamat tujuan. Ruang cargo di pesawatnya tidak lagi disewakannya. "Kalau rugi, tidak apa, biar para karyawan belajar bagaimana menawarkan jasa ini, dan menanganinya dengan baik," ujar Soeparno. Pendeknya, setiap kesempatan tak boleh lewat percuma.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini