Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Selain enam BUMN yang berisiko dibubarkan, ada empat perusahaan yang berpeluang selamat.
Setelah likuidasi enam BUMN itu, pemerintah dinilai perlu memperbaiki tata kelola bisnis di kluster-kluster BUMN tersebut.
Peningkatan target terhadap perusahaan milik negara juga menjadi perhatian.
LANGKAH Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membubarkan perusahaan pelat merah yang merugi terus berlanjut. Direktur Utama Danareksa Yadi Jaya Rachandi mengungkapkan ada 21 BUMN dan satu anak usaha yang sekarat dan sedang ditangani oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Yadi mengatakan enam perusahaan di antaranya kemungkinan dibubarkan sepenuhnya pada 2029. "Yang potensi operasi minimum itu sebetulnya kemungkinan akan kami setop, apakah melalui likuidasi atau lewat pembubaran BUMN. Sebetulnya ujungnya ke sana," ucap Yadi dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR, Senin, 24 Juni lalu.
Enam perusahaan yang bakal dibubarkan yaitu PT Indah Karya (Persero), PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Barata Indonesia (Persero), PT Varuna Tirta Prakasya (Persero), serta PT Semen Kupang. Yadi mengatakan penyelesaian potensi operasi minimum direncanakan berlangsung pada 2025 sampai 2027.
Di sisi lain, ada empat BUMN yang berpeluang selamat. Perusahaan tersebut antara lain PT Persero Batam, PT Boma Bisma Indra (Persero) atau BBI, PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) atau DKB, PT Industri Kapal Indonesia (Persero) atau IKI. Saat ini, keempat perusahaan tersebut berstatus sebagai BUMN Titip Kelola di Danareksa.
Khusus BBI, Yadi mengatakan, BUMN di bidang manufaktur itu berpeluang mengambil kesempatan dari larangan dan pembatasan impor dari Kementerian Perindustrian. Sedangkan Dok dan Perkapalan Kodja Bahari serta IKI dinilai masih potensial karena tingginya permintaan saat ini yang dipicu oleh posisi Indonesia sebagai negara maritim.
Keputusan pembubaran sejumlah perusahaan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah merampingkan jumlah BUMN. Alasannya, nilai utang dan deviden BUMN tak sebanding dengan pengeluaran yang digelontorkan melalui penyertaan modal milik negara untuk mempertahankan dan mengelolanya. Ada juga BUMN yang sudah lama tidak beroperasi. Pembubaran perusahaan BUMN yang sudah lama tidak beroperasi juga untuk memberikan kepastian kepada para pegawainya. Misalnya PT Kertas Kraft Aceh (Persero) dan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun tahun ini Menteri BUMN Erick Thohir telah mengusulkan PMN tambahan senilai Rp 13,6 triliun untuk tujuh perusahaan. Sebelumnya, pemerintah dan DPR menyetujui pemberian PMN 2024 sebesar Rp 28,16 triliun. Dengan demikian, pada 2024, pemerintah menyiapkan PMN total Rp 41,76 triliun. Erick pun menargetkan setoran deviden BUMN 2024 bisa menembus Rp 85,5 triliun pada 2024.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir ditemui setelah menghadiri rapat kerja bersama Komisi VI DPR di Gedung DPR RI, Jakarta, 19 Maret 2024. ANTARA/Maria Cicilia Galuh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Erick berencana melanjutkan likuidasi perusahaan milik negara dengan target jangka panjang: jumlah BUMN yang tersisa nantinya hanya 30 entitas. Selain likuidasi, Erick membuka opsi konsolidasi demi membuka peluang lapangan pekerjaan baru. Kementerian BUMN berencana menggabungkan tujuh BUMN karya menjadi tiga perusahaan.
Setelah pembubaran BUMN, pengamat BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, menekankan bahwa pemerintah harus berpikir ulang ihwal keberadaan BUMN. Menurut dia, jangan semua sektor dimasuki BUMN, melainkan mempertahankan BUMN di sektor yang strategis dan diperlukan, misalnya sektor energi dan infrastruktur.
Agar tidak hanya berhenti sebatas pembubaran, Herry berujar, pemerintah harus tegas soal tata kelola BUMN. Salah satunya soal pemilihan komisaris. Saat ini, banyak pejabat publik yang merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN. Hal itu berpotensi membuat pejabat yang tugasnya sebagai operator tidak obyektif ketika menjadi komisaris. Dampaknya, merusak tata kelola perusahaan yang baik serta menimbulkan konflik kepentingan dan persaingan usaha tidak sehat dengan swasta.
Karena itu, Herry berharap pemerintah dapat menghapus tradisi pemberian jabatan komisaris BUMN sebagai hadiah atau tempat penampungan para politikus. Langkah itu bisa dimulai dengan mencabut kewenangan Kementerian BUMN menunjuk komisaris. Menurut Herry, Kementerian BUMN sebaiknya hanya menjadi pengawas. Sedangkan penunjukan pengurus BUMN dapat dilakukan oleh lembaga independen di bawah presiden agar lebih obyektif. Pemilihan pengurus hingga pengawasannya juga harus sejalan dengan Undang-Undang BUMN.
Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus juga menilai pembubaran enam BUMN sudah tepat. Sebab, bisnis enam BUMN tersebut tidak tergolong bisnis yang harus dikuasai oleh negara karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Langkah ini juga bisa mengefisiensi APBN.
Achmad menuturkan program restrukturisasi yang pernah dilakukan terhadap enam BUMN itu sebelumnya sudah gagal. "Jangan sampai uang APBN kembali disuntikkan untuk penyehatan enam BUMN itu," ujarnya.
Namun Achmad menegaskan bahwa langkah pembubaran saja tidak cukup. Setelah likuidasi enam BUMN itu, pemerintah dinilai perlu memperbaiki tata kelola bisnis di kluster-kluster BUMN tersebut. Misalnya pembenahan sejumlah aturan, sehingga tidak saling bersaing dengan sesama BUMN. Langkah itu harus terukur untuk meningkatkan kinerja serta daya saing BUMN yang tersisa di sektor tersebut, yakni sektor manufaktur, konstruksi, dan lainnya.
Peningkatan target terhadap perusahaan milik negara juga menjadi perhatian pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Lisman Manurung. Dia menggarisbawahi BUMN merupakan badan usaha yang diharapkan dapat dua kali lebih menghasilkan dibanding badan usaha swasta karena diguyur dana talangan dari pemerintah.
Terlebih, tutur Lisman, penggajian pegawai BUMN juga setara dengan pegawai perusahaan swasta. Ditambah akses ke sumber keuangan perbankan yang lebih terbuka. Namun BUMN di beberapa sektor belum dapat mengungguli perusahaan swasta. Ia mencontohkan BUMN di bidang perkebunan sawit yang bertumbangan, sementara perkebunan sawit swasta semakin maju dengan pesat. "Seharusnya BUMN sudah tidak lagi tertinggal dari sektor swasta," ujar Lisman.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ilona Estherina Piri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.