Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Setelah soviet masuk

Dewan stabilisasi ekonomi (dse) memutuskan bantuan uni soviet untuk proyek pabrik alumina di pulau bintan. diharapkan uni soviet menjadi pasaran baru hasil produksi pulau bintan selain jepang. (eb)

12 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH menawarkan bantuan lebih dari US $ 100 juta untuk pembangunan PLTA Saguling (Ja-Bar) dan PLTA Mrica (Ja-Teng), ada lagi bantuan dari Uni Soviet: Proyek pabrik alumina di pulau Bintan, Riau yang diharapkan menjadi penunjang Asahan. Biaya investasinya diperkirakan lebih AS $ 300 juta. Kapasitas produksinya 600-700 ribu ton alumina setahun. Jadi lebih dari cukup untuk memberi makan pabrik aluminium Kuala Tanjung yang mencernakan 400-500 ribu ton alumina untuk menghasilkan 200-225 ribu ton aluminium setahun. Sisanya bisa dipasarkan ke Uni Soviet. Dengan bantuan itu, pabrik pemurnian bauksit pulau Bintan diharapkan mulai berproduksi tahun 1981-1982. Berarti produksinya segera dapat ditampung oleh pabrik peleburan alumina Kuala Tanjung, Asahan. Begitu keputusan Dewan Stabilisasi Ekonomi (DSE) bulan lalu. Di atas kertas, satu masalah bagi Proyek Asahan sudah terpecahkan. Yakni bahan baku yang bernama alumina itu, hasil pemurnian bijih bauksit. Memang betul, pabrik peleburan alumina Jepang (Japan Aluminium Smelters) sudah lama menjadi langganan bauksit pulau Bintan yang dikelola oleh PT Aneka Tambang. Malah boleh dikata, bangkit kembalinya industri peleburan aluminium Jepang sesudah PD-II antara lain di dongkrak oleh bauksit Bintan itu. Di tahun 1968 trio Jepang dalam J.A.S itu: Showa Denko-Sumitomo-Nippon Light Metal pernah melakukan survey mencari bauksit kadar rendah untuk mendirikan pabrik alumina di Bintan. Makanya, seiring dengan perundingan proyek Asahan, fihak Aneka Tambang kembali mencoba mendekati J.A.S untuk membiayai proyek Bintan itu. Sayangnya usaha menarik modal dari J.A.S itu gagal dengan alasan resesi ekonomi. Tapi menurut sumber TEMPO, kurangnya minat trio Jepang itu membangun proyek Bintan, karena dengan dorongan MITI pengusaha-pengusaha Jepang itu telah teken kontrak dengan pemerintah Brazil untuk membangun proyek aluminium yang lengkap seharga US $ 2 milyar di lembah Amazon. Tentu saja maksud menarik J.A.S salah satu pemegang saham di Asahan supaya ada rangsangan bagi Kuala Tanjung untuk mengkonsumir alumina hasil bumi Indonesia pula. Sebab garansi untuk itu konon tidak ada dalam kontrak perjanjian pembangunan Proyek Asahan. Malah pabrik Kuala Tanjung di Kuala Tanjung dibolehkan mengimpor bahan baku dari luar negeri "selama Indonesia belum bisa memproduksi alumina secara bersaing" (TEM PO, 4 Oktober 1975). Kecolongan Jadi masalahnya sekarang adalah bagaimana alumina Bintan kelak dapat "bersaing" dengan alumina negara lain. Atau mencari pasaran baru apabila pabrik di Kuala Tanjung tidak mau menampungnya. Sanggupkah Uni Soviet memborong seluruh alumina hasil pulau Bintan, dan bukan sekedar kelebihan produksi yang tidak terserap oleh KualaTanjung? Selain tidak ada garansi bahwa Kuala Tanjung akan mengkonsumir alumina produksi dalam negeri juga tidak ada sanksi bagi Jepang kalau Jepang tidak mau mengimpor aluminium produksi Sumatera. Padahal sebaliknya, pabrik aluminium yang hanya 5% sahamnya milik pemerintah RI, diwajibkan mengekspor hampir 100% produksi aluminiumnya ke Jepang. Kendati demikian, proyek Bintan ini dapat dianggap sebagai langkah pertama bagi Indonesia untuk memperbaiki harga bauksit Indonesia. Selama ini pasaran bauksit Indonesia terutama ditujukan ke Jepang, di samping sebagian kecil ke Kanada, berdasarkan kontrak jangka panjang. Tapi produksi dan pasaran aluminium di dunia saat ini masih didominir oleh Amerika Utara. Meski seluruh produksi aluminium Jepang lebih sedikit dari Amerika Serikat dan Kanada, tapi harga di Jepang lebih tinggi sekitar 50% dari pada aluminium Amerika yang berharga sekitar US $ 0,40 per pound. Sebabnya antara lain karena perusahaan-perusahaan multi-nasional Amerika dan Kanada sudah menguasai sejumlah besar bauksit di Dunia Ketiga. Tehnologinya pun jauh lebih maju dan harga listrik di Amerika lebih murah dari pada Jepang. Sementara itu, MITI telah merencanakan untuk menaikkan produksi aluminium Jepang 3 x lipat menjadi 3,1 juta ton di tahun 1985. Tahun lalu. pabrik-pabrik peleburan aluminium Jepang memprodusir sekitar 1 juta ton aluminium. Dan kenaikan itu akan diproduksi di dalam negeri sebanyak 1,8 juta ton.Sedang sisanya, 1,3 juta ton lagi dari pabrik-pabrik di luar negeri yang bermodal Jepang. Dengan ditekennya rencana pembangunan pabrik Kuala Tanjung di Indonesia dan pabrik di lembah Amazon, Brazil, maka ancar-ancar produksi 1,3 juta ton di luar negeri praktis sudah tercapai. Tinggal sekarang menaikkan produksi pabrik-pabrik Jepang di kandang sendiri. Meski begitu, aluminim mau pun alumina tidak cuma dihasilkan oleh Amerika, Jepang atau Kanada. Ia juga diproduksi oleh lebih 20 negara. Juga Uni Soviet. Dengan tingkat produksi aluminiumnya sebanyak 1,19 juta ton ('70) Uni Soviet menduduki anak tangga kedua sesudah AS. Tapi kepentingan Uni Soviet sama juga seperti Jepang atau konsumen lainnya yang menginginkan harga alumina serendah mungkin.Karena itu mungkin sudah saatnya Indonesia memikirkan untuk mengajak produsen-produsen bauksit lainnya seperti Yugo, Turki, Iran dan Brazil untuk memperkuat benteng para produsen bauksit. Dengan demikian Bintan tidak sekedar menjadi sumber bauksit murah bagi Jepang dan Amerika.Atau Uni Soviet.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus