Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Menengok orang hutan modern

Laporan wartawan tempo atas peninjauan ke kal-tim dalam kegiatan kayan river timber products. pemilik hak pengusahaan hutan meliputi 1.2 juta ha, terletak di kabupaten bulungan, kalimantan timur. (pjl)

12 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG bertopi helm turun dari kendaraan menyambut kedatangan kami. Gerak-geriknya gesit, pakaiannya sederhana dan bersepatu bot sebagaimana layaknya seorang pekerja kasar. Dengan gancang ia duduk di balik kemudi, mengantar tamunya ke Wisma Tamu Kayan River Timber Products--sebuah P.T. milik keluarga Soriano dari Filipino yang mengusahakan hutan di kabupaten Bulungan, sebelah utara Kalimantan Timur. Wisma itu sekomplek dengan kantor administrasi, bengkel, gudang, sekolah praktek perkayuan, rumah sakit dan perumahan pegawai. Juga nampak sebuah lapangan bola-basket, olahraga paling populer di Filipina. Kondisi Wisma lumayan. Selain kamarnya dilengkapi alat pengatur udara, terdapat pula bar. Air, listrik dan telekomunikasi bukan masalah. Selintas lalu terasa suasana kampus bercampur kenyamanan sebuah hotel. Mara II, pangkalan KRTP beroperasi ini, dapat pula memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Beras, ternak, sayur-mayur dan buah-buahan ditanam disekitar kamp. Yang membuat suasana agak terasa keras dan kurang komplit adalah absennya anggota keluarga para pekerja yang 1.700 orang itu. Lengkingan tangis seorang anak dan kelembutan belaian sang isteri atau pacar, hampir terlupakan. Sebagai gantinya paling-paling alunan lagu The Carpenters dan Ray Coniff. Para pekerja harus menerima status "bujangan", paling tidak selama di sana. "Beginilah hidup kami sehari-hari", ujar tuan-rumah yang bertopi helm tadi. Dia tak lain adalah Resident Manager KRTP, Renato F. Morelos, 43 tahun. Pergaulannya dengan para bawahan terasa santai. Adalah Morelos yang memimpin pengusahaan hutan sejak berdirinya di tahun 1970 sampai sekarang. Dan telah meliputi nilai investasi sebesar $AS 2 juta. Selama 5 tahun dia terombang ambing dalam pasang-surutnya pasaran kayu dunia. Tapi nampaknya bagi Morelos masa kerja itu tidak seberapa lama. Mungkin dia ukur dengan usia sebuah pohon jinjing yang baru dapat digarap setelah masa 8 sampai 10 tahun. Atau baru 1/7 dari panen sebuah meranti yang makan waktu 35 tahun. Lebih-lebih jika diingat, rencana konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang diperuntukkan KRTP semula meliputi 1,2 juta Ha. Maka dengan kapasitas penggarapan KRTP seluas 600 Ha per bulan atau 7.200 Ha per tahun, pekerjaan tersebut tidak kurang akan menelan waktu selama 166 tahun. Bukan main. Kayu Ulin Hari itu kami tiba di kamp Mara II menjelang siang hari. Tanpa membuang waktu, kami diajak naik perahu tempel (motorboat) ke hulu sungai Kayan, dan daerah operasi kayu KRTP, Keburao. Di sini terdapat sebuah pabrik penggergajian kayu atau lazim disebut "sawmill" Terletak di atas areal 2 Ha, pabrik ini merupakan realisasi dari ketentuan Pemerintah yang mengharuskan pengusaha HPH mendirikan pabrik penggergajian. Sawmill KRTP ini rampung dan mulai bekerja sejak April 1975 yang lalu. Biayanya $AS 3 juta. Kapasitas produksinya 170.000 m3 per tahun.Menurut keterangan pimpinan Granada Public Relations, Sayono, pendirian pabrik tersebut 3 tahun lebih cepat dari ketentuan. Dan nampaknya ia merupakan yang pertama dan satu-satunya dari lebih-kurang 20 pemegang konsesi HPH yang areal operasinya di atas 200.000 ha di rimba Kalimantan. Pabrik ini sangat menarik. Dapurnya terdiri dari mesin-mesin mutakhir buatan Jepang. Bangunannya unik dan memberi inspirasi. Dari lantai sampai atap yang terbuat dari kayu ulin. Siku-siku kerangka dan tiang pokok dari bangunan terjalin dalam bentuk arsitektur yang kokoh dan indah. "Bahannya semua dari daerah ini", kata Morelos, "Murah". Berapa? "Satu meter pesegi bangunan cuma 6 ribu rupiah", katanya. Kayu ulin terkenal kuat menahan gerogotan serangga. Musuhnya tentu saja api dan ... air kencing. Papan larangan merokok dan kalau buang air kecil harap "jauh-jauh di sana" sengaja dipampang di sudut-sudut yang mudah terlihat. Di sini terdapat 150 pekerja, sebagian besar tenaga terampil rendahan dari pemuda-pemuda asal Jawa, Sulawesi dan Kalimantan sendiri. Di sini pula kami berjumpa dengan dua pemuda lulusan Akademi Ilmu Kehutanan Bandung: Muflihin Gozali, 25 tahun dan Sumanang, 29 tahun. Mereka menjalankan kerja-belajar, khusus untuk pengelolahan perusahaan. "Beda betul antara teori dan praktek", kata Gozali. Main Babat Untuk tingkat itu terdapat 8 orang. Selebihnya sekitar 1400 orang terdiri dari pelbagai tenaga trampil menengah,rendah sampai pesuruh. Tapi tidak luput dari pendidikan di pusat latihan. "Dari pemotongan hutan sampai pembibitan tanaman harus mereka pelajari", kata seorang staf KRTP. Ini pula yang menjadi kebanggaan KRTP yang menamakan pengusahaan industri hutan secara integral. Bukan asal hit and run--asal main babat lalu pergi. Penanaman kembali secara ilmiah termasuk program untuk memelihara kelestarian lingkungan dan kelanjutan usaha hutan itu sendiri. Begitulah maunya pihak KRTP. Tapi sejauh mana hal itu telah berkembang, entahlah. Di tempat pemotongan hutan, medannya masih rimba dan alamiah. Langkah pertama KRTP membuat jaringan jalan. Lebih kurang sepanjang 30 km telah mereka buka. Jalan yang lebarnya 7 meter itu turun naik berliku-liku.Konon biayanya $AS 16 sampai 20 ribu per kilometernya. Tergantung pada kondisinya, apakah harus meratakan bukit atau cuma memadatkan tanah lalu digiling. Tapi yang pasti jalan itu harus dapat menahan muatan sampai 60 ton. Pemotongan harus menurut ketentuan Pemerintah pula. Tapi teknik menebang, memotong, mengerek dan mengangkutnya merupakan ketrampilan sendiri. Menaiki puncak pohon dengan bekal sebuah gergaji motor lalu memotongnya, masih dimonopoli pekerja Filipino. Tumbangnya pohon harus diatur pula. Sebab arah jatuhnya sebuah pokok pohon yang berdiameter 60 cm misalnya, hampir selalu membawa akibat sampingan. Pohon-pohon di sekitarnya ikut tertimpa menjadi korban. Sedang biaya penanaman kembali per hektar tidak kurang memakan 250 dollar. Dari Mandor Yang belum dipenuhi KRTP adalah rencana pembangunan pabrik kertas. "Ini berdasarkan perhitungan ekonomis", kata William Goninez, Direktur Operasi KRTP. "Pabrik kertas menelan 300 juta dollar AS atau 100 kali lebih mahal dari pembangunan sebuah pabrik penggergajian". Pabrik kertas seperti yang kami saksikan di Bislig, Filipina. Lebih bersifat padat-modal. Sedang pabrik penggergajian lebih padat karya. Kalau pertimbangan yang kedua lebih menguntungkan bagi pihak Indonesia, tidak lain adalah penyerapan tenaga kerja. Tak kurang dari itu adalah pengalihan ketrampilan dan teknologi. Tapi di mata awam pengusahaan hutang bukan soal kapital dan teknik melulu. Watak orang-orang hutan modern (Sekalipun tak jelas bagaimana nasibnya orang-orang hutan asli dan binatang-binatang lainnya) seperti Morelos misalnya perlu ditanamkan ke dalam diri pemuda-pemuda kita. Morelos merangkak dari bawah -- dari mandor. Berkat latihan dan pengalaman ia akhirnya diberi jabatan Resident Manager. Pengusahaan hutan yang langgeng memakan waktu dari generasi ke generasi. Kalimantan Timur yang luasnya satu setengah kali dari pulau Jawa plus Madura dengan penduduk hanya 850.000, masih bonansa bagi Republik ini. Kedatangan kami di sana dibarengi pula oleh kunjungan serombongan calon pembeli dari Jepang. Hadir juga dua orang staf dari City Bank, masing-masing dari Manila dan Jakarta. Orang Jepang menaksir kwalitas kayu di tempat, sementara kedua orang Bank itu menjajagi kegiatan KRTP. Hari-hari ini harga kayu mendadak bangkit setelah mengalami kelesuan pada tahun 1975. Dari 28 dollar per kubik (meranti) melonjak sampai 50 dollar. Lebih-lebih kabarnya suplai hardwood dari negara-negara Afrika ke Eropa makin berkurang. Mereka membutuhkan bahan tersebut untuk diproses di dalam negeri. Mereka juga memaksa pengusahaan hutan asing mendirikan pabrik penggergajian di daerah penggarapan. Siapa tahu sebentar lagi pasar Eropa mengerling produk Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus