MEMANG kebangetan pemerintahan Truman itu. Coba tengok "Badan
Pertimbangan Sekuriti"nya yang membagi-bagi jenis informsi
sebanyak kelas-kelas stadion sepakbola: classiffed information -
top secret- secret- confidential - restricted - unclassified
information. Koran News Times negara bagian Connecticut terima
release pemerintah yang berstempel "rahasia". Biji mata redaksi
hampir melompat keluar tatkala membaca isinya: perihal kenaikan
pangkat seorang kopral jadi sersan. Apabila perbuatan ini
diterus-teruskan, nyaris tak ada tindakan pemerintah yang bisa
disiarkan pers tanpa risiko-risiko tertentu.
Kami akan bawa angin baru, kata kampanye Eisenhower. Pendek kata
jangan khawatir, kalau Partai Republik menang, yang bungkuk jadi
tegak, yang miring jadi lempang, percayalah. Pers tanggung akan
peroleh kenikmatan seperti yarg diimpikan nenek moyangnya,
Thomas Jefferson. Pemerintah tidak lagi menganggap dirinya guci
wasiat yang tak boleh dilongok sembarang orang. Kantornya
terbuka buat siapa saja, seperti setasiun atau gereja. Karena
sudah terbuka, kasak-kusuk tak perlu lagi. Bahwa tatkala Partai
Republik sudah menang dan keadaan masih begitu-begitu juga, ini
soal lain.
Saya kepingin jadi Presiden yang bisa mengembalikan kepercayaan
rakyat. Penduduk AS berkepentingan peroleh informasi sebanyak
mungkin, dan seorang Presiden harus menerima informasi dari
mereka, kata kampanye Kennedy dari Partai Demokrat. Berani
sumpah, ini betul-betul, lho. Tapi, begitu Kennedy jadi
Presiden, jalan cerita berbeda. Yang mestinya terbuka tetap
tetutup Waktu pers menyiarkan berita rencana penyerbuan Kuba
yang diatur CIA, pemerintah marah-marah. Pers dianggap tidak
tahu arti "kepentingan nasional". Pers sontoloyo.
Apa Jawab Bapak?
Jangan terburu nafsu begitu, jawab George Beebe dari koran The
Miami Herald. Kami di Miami sudah tahu rencana penyerbuan itu 2
bulan sebelumnya. Bahkan, pelarian-pelarian Kuba yang
diorganisir untuk menyerang Fidel Castro itu ramai-ramai datang
ke kantor redaksi dan obral cerita apa yang bakal terjadi.
Bahkan, mereka juga undang jurupotret dan wartawan ikut sekapal.
Apa kami lekas-lekas siarkan? Oh, tidak. Demi tanggung jawab
kepentingan nasional kami pergi ke Washington. Pergi ke kantor
CIA. Pergi ke kantor Deparlu. Pergi ke markas FBI. Kami tanya
beliau-beliau itu, apa yang layak kami lakukan dengan
fakta-fakta di tangan. Apa jawab bapak-bapak itu? Tidak tahu
menahu rencana penyerbuan Kuba, sambil bersumpah tujuh turunan.
Nah, sekarang tolong jelaskan, apa sih yang namanya merugikan
atau tidak merugikan kepentingan nasional?
Itu model kampanye muluk. Ada pula model sadis. Di masa kampanye
Presiden Pilipina tahun 1953, lawan politik calon Magsaysay
tempel plakat di pohon dan dinding yang bunyinya: "Ayo,
kunjungilah beramai-ramai. Bawa anak bini. Jangan lewatkan
kesempatan ini, bisa menyesal! Calon Presiden Ramon Magsaysay
mau pidato dalam bahasa Inggeris, bukan Tagalog. Dan harap
diketahui, pidato itu digagas oleh si Fulan, disusun oleh si
Dadap, diperiksa oleh si Waru, diketik oleh si Badu, dan tinggal
dibaca saja oleh Magsaysay. Marilah kita sama-sama berdoa,
mudah-mudahan bacaannya tidak meleset !". Bahwa akhirnya
Magsaysay anak petani Zambales yang dapat menyelesaikan
pemberontakan Hukbalahap lewat pembagian tanah garapan itu
menang dan menjadi Presiden Pilipina terbesar dalam sejarah
negerinya, itu soal lain.
Model kampanye apa sebaiknya ditampilkan dalam Pemilu 1977?
Model sadis rasanya kurang sepadan. Model muluk masih bisa,
walau jangan tinggi-tinggi. Sudah jamak kampanye itu sedikit
melambung, supaya para hadirin ternganga-nganga mendengar
impiannya segera terbukti dalam tempo yang tidak terlalu lama.
Apabila ternyata tidak, juga tidak mengapa, karena alhamdulillah
penduduk kita pelupa serta pemaaf.
Sama Saja
Atau model berendah-rendah diri seperti ucap Ketua Umum DPP
Partai Persatuan Pembangunan HMS Mintaredja SH. Jauhjauh hari
sebelum saat kampanye yang sesungguhnya, beliau sudah bikin
pengumuman, buat partainya, menang atau kalah "sama saja".
Mengapa sama saja? Karena programnya dengan program pemerintah
sama saja. Karena sama saja, kampanyepun tidak penting-penting
betul. Buat apa kampanye sampai pecah gendang telinga orang
kalau menang atau kalah sama saja, bukan?
Jangan heran, masalah "sama saja" ini bukanlah barang baru. Di
tahun 50-an ada lagu yang syairnya: "Yang kurus yang gendut ya
sama saja. Yang pendek yang jangkung ya sama saja". Belakangan
ada lagi lagu Sama saja dari Yanti Sisters:
*
Biar hujan biar panas, sama saja
Biar siang biar malam, sama saja
Ini maunya kita
Ini hidupnya kita
Menghibur siapa yang perlu hiburan
*
Biar sana biar sini, sama saja
Biar tua biar muda, sama saja
Yang sakit karena asmara
Obatnya hanya cinta
Soal cinta, tua muda sama sajaaa!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini