Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ambisi menggeser taiwan

Dinas perindustrian kal-tim menjajagi ekspor industri kerajinan tikar rotan. pasarannya sangat luas di jepang, menggeser pasaran tikar rotan taiwan. tikar rotan kal-tim memenuhi standar ekspor. (eb)

12 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG hampir melupakan hutan Kalimantan Timur yang penuh rotan bergayutan. Malah petani rotan sendiri sudah memalingkan kapaknya, ikut ramai-ramai menebang kayu. Maklum beberapa waktu yang lampau pasaran kayu sedang meledak. Namun bersamaan dengan harga kayu yang tidak menentu lagi, rimba rotan mulai dilirik kembali. Hasil hutan yang satu ini, hasil utama Kal-Tim dan menyangkut mata pencaharian banyak orang sejak lama, sedikit demi sedikit mulai memperoleh pasarannya kembali. Baru perdagangan antar pulau, memang, tapi lumayan. Umumnya dilempar ke Surabaya dan Ujung Pandang, melalui pelabuhan Samarinda dan Tanah Grogot. Melalui Tanah Grogot setiap bulan sekitar 200 ton rotan dikapalkan. Memanfaatkan jalan darat yang menembus jantung pulau Kalimantan, sekitar 10 ton rotan diangkut ke Banjarmasin setiap bulan. Ternyata itu perdagangan yang menarik. Dari yang sedikit dikirim ke Banjarmasin, ternyata rotan akan memiliki masa depan bentuk perdagangan yang tidak seperti biasanya. Orang Banjar telah menganyamnya menjadi tikar rotan alias lampit. Ini tidak main-main, karena ternyata yang pesan orang-orang di Jepang sana. Memperhatikan kemungkinan ekspor tikar rotan yang baik, orang-orang Kal-Tim sendiri menjadi iri hati. Melalui Dinas Perindustrian Kal-Tim kini sedang dijajaki kemungkinan menganyam tikar sendiri dan kemudian mengekspornya langsung. INSA Samarinda sendiri punya seorang pengusaha rotan yang kebetulan punya hubungan dengan seorang importir rotan di Jepang. Husein, itu nama pengusaha pribumi di sana, sudah mendapat pesanan agar memulai mengekspor tikar rotan. Tahap pertama, seperti dijelaskan oleh Sitompul, dari Dinas Perindustrian setempat, baiklah diekspor 50 lembar dulu. Tahap berikutnya mudah-mudahan akan terus meningkat. Namanya juga dagang -- ada saja kesulitannya. Yang kelihatan sekarang ini, baru soal pengangkutannya ke Jepang. Yang sudah. karena jumlahnya toh cuma 50 lembar, ekspor itu bisa dititipkan melalui kapal pengangkut kayu bundar (logs) milik Attaka. Ini juga karena hubungan famili antara eksportir dengan penyewa kapal. Juga karena restu Administratur Pelabuhan Dinas Perindustrian, Kantor Perdagangan dan Bea Cukai. Tapi fihak lain, organisasi pengusaha pelayaran (INSA), tidak setuju dengan cara pengangkutan demikian. Mereka menyarankan agar pengangkutan tikar rotan itu memakai kapal dagang biasa saja. Sebab kapal pengangkut kayu sudah jelas tugasnya: mengangkut kayu dan tidak bisa dititipi macam-macam barang. Sitompul, yang bertugas membina hasil perindustrian rakyat, terpaksa mengerutkan keningnya. Berat beban si pengusaha jika mereka harus mengadakan kapal tersendiri, "kecuali kalau nanti jumlahnya sudah besar, tidak seperti sekarang yang baru 50 lembar", kata pejabat ini. Bukan itu saja. Tanpa nebeng pengapalan kapal kayu, berarti jenis ekspor baru seperti tikar rotan itu harus melalui jalur yang panjang. Untuk diketahui: pengiriman barang ke luar negeri dengan kapal dagang biasa, harus melalui pelabuhan transit Surabaya dengan resiko tambah biaya angkut. Dalam keadaan begini, tampaknya kapal Attaka juga mulai rewel. Kapal ini enggan mengangkut titipan Husein, bila tidak licukupi dengan segala macam syarat yang dibebankan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Izin khusus, begitulah Tampaknya ekspor tikar rotan masih harus melalui jalan panjang lebih dulu, sebelum memasuki pasaran yang sebenarnya. Namun Husein sendiri, yang didukung oleh Dinas Perindustrian setempat, tampak juga ngotot untuk melanjutkan usahanya. Kepalang Dinas Perindustrian telah menyediakan alat pembelah rotan yang berharga Rp 7 juta, agar produksi lampit Kal-Tim ini memenuhi standar ekspor. Pengrajin suku Dayak di Barong Tongkok juga sudah bekerja keras memenuhi pesanan. Dengan sedikit tambahan kepandaian, Sitompul yakin, hasil tangan pengrajin suku Dayak ini dapat merebut pasaran luas di Jepang. Ambisi pun dipupuk: menggeser pasaran tikar rotan di Jepang yang selama ini dimonopoli eks Taiwan. Mudah-mudahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus