RIWAYAT pukat harimau (trawl) memang sudah tamat. Tapi awal
Desember lalu, pihak yang berwajib di perairan Sum-Ut kembali
menangkapi pukatpukat senso. Pukat yang juga disebut dogol
(Danish seine), yang banyak dioperasikan setelah pukat harimau
dilarang, dianggap bikin gara-gara lagi.
Alkisah, Minggu 21 November, sekitar 100 nelayan tradisional
kota itu telah menangkap empat kapal bermotor pemakai pukat
senso. Berbeda dengan pukat harimau yang ditarik dengan kapal,
si dogol atau senso itu ditarik dengan tangan ketika menangkap
udang. Tapi buat para nelayan kecil, rupanya itu sama saja.
Begitu cemasnya mereka sehingga kapal yang tak sedang beropera
si pun ikut mereka giring ke pantai. Salah satu, kebetulan
sedang digunakan oleh Kepala BNI 1946 Sibolga Abdul Aziz,
bertamasya bersama keluarganya.
Kemudian, Sabtu 4 Desember, para nelayan tradisional memergoki
Usaha Bersama--yang dicurigai memakai pukat senso -- berlayar di
depan Teluk Tapian Nauli. Secara spontan, 88 nelayan yang
menaiki 22 kapal motor beramai-ramai menggiring kapal tersebut
ke pantai Sibolga. Belum lagi kapal merapat, sekitar 100 meter
dari pantai massa nelayan merusak dan membakar kapal berbobot 30
ton itu. Petang harinya, kapal milik Sarifudin Sitompul yang ia
peroleh dari KIK (Kredit Investasi Kecil) Bank Bumi Daya Sibolga
sebesar Rp 20 juta itu, tenggelam.
Para nelayan yang marah itu, kemudian menyerahkan diri, begitu
tentara dan polisi datang. Sekitar 30 nelayan langsung diperiksa
di Makodim 0211 hingga malam hari. "Semua akan dituntut sesuai
dengan hukum yang berlaku," ujar Kepala Staf Korem 023/KS Letkol
Soepardi. Maksudnya, tidak hanya para nelayan yang membakar
kapal yang akan dituntut, tapi juga awak kapal pukat dogol.
Amarah nelayan tradisional ada sebabnya. Rupanya sejak lama rabo
yang mereka pancangkan di tengah laut sebagai pemancing ikan
sudah puluhan kali dirusak nelayan pemakai pukat senso. Rabo
yang terbuat dari daun pinang itu disukai ikan karena baunya.
Selama ini dengan memakai rabo para nelayan bisa menangguk
300-1.000 kg atau sekitar Rp 150.000 sehari semalam. Umumnya
nelayan tradisional ini memakai kapal 6-8 PK dan menangguk ikan
dengan jaring payang atau salam. "Tapi sejak pukat senso merusak
rabo, untuk memperoleh Rp 2.000 pun sulit," ujar seorang
nelayan.
Namun Sarifudin Sitompul, 40 tahun, pemilik KM Usaha Bersama,
membantah kapalnya merusak rabo. Pada hari naas itu kapalnya
malahan tidak menangkap ikan, tapi sedang mencari kapal yang
rusak di laut. Buktinya, awaknya cuma tujuh orang, sedang bila
menangkap ikan harus berawak 17 orang.
"Perang" antara nelayan tradisional dan pemakai pukat senso
sudah lama berlangsung. Laksusda setempat, yang khawatir konflik
itu betkembang luas, melancarkan Operasi Padu. "Sejak 2 Desember
sudah sepuluh pukat senso kami tangkap," tambah Soepardi.
Sebelumnya banyak yang diajukan ke pengadilan, malah 15 kapal
pukat senso sudah divonis.
Pemakai pukat senso umumnya nelayan penerima kredit KIK atau
Keppres 39. Untuk bisa mengangsur kredit, agaknya para nelayan
tersebut tergiur dengan harga udang yang Rp 5.000 per kilo
(dibanding ikan kakap yang cuma Rp 500 per kilogram), hingga
pukat sensolah yang dipakai. Lagi pula menurut mereka, alat
penangkap ikan yang diizinkan Kepres 39 kurang efektif untuk
menangkap ikan.
Senin pagi pekan lalu, sekitar 50 kapal KIK dengan hampir
seratus nelayan beramai-ramai ke tengah laut. Tentara dan polisi
segera turun tangan, guna mencegah kemungkinan bentrokan.
Ternyata para nelayan pukat senso hanya menaburkan bunga pada
lokasi KM Usaha Bersama yang tenggelam.
Muspida Kotamadya Sibolga dan Tapanuli Tengah segera sibuk.
Petang hari 6 Desember itu, seluruh nelayan penerima KIK
diundang. Walikota Khairudin Siregar menghimbau, agar semua
nelayan turut membina kamtibmas di laut dan darat. Mendengar
itu, para nelayan mengangguk-angguk.
Malam itu Walikota Khairudin sekali lagi menegaskan "pukat senso
tergolong trawl, dan karenanya terlarang serta melanggar Keppres
39/1980." Surat Edaran Gubernur Sum-Ut 2 Desember 1982 juga
memperkuat keputusan ini.
Sekretaris Ditjen Perikanan Purwono dan Sekjen HNSI Pusat Suyoto
yang mengunjungi Sibolga awal Desember lalu juga berbicara
serupa. "Di Cilacap, penggunaan trommelnet sebagai pengganti
trawl cukup berhasil," kata Purwono. Tampaknya dia cenderung
berpendapat, nelayan Sibolga perlu belajar dari rekan-rekannya
di selatan Jawa itu. Maka ia merencanakan mengirim dela
pan nelayan Sibolga ke Cilacap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini