Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Diajukan Ke Sidang Pengadilan

Teuku malikul army noor, diajukan ke sidang pengadilan, dituduh merancang usaha pembunuhan sujono & dr. syamsudin, didakwa turut merencanakan penyerbuan kosekto cicendo dan pembajakan woyla. (nas)

18 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK "atraksi" menarik dalam sidang Pengadilan Negeri Bandung yang sejak pekan lalu secara serentak memeriksa 17 orang anggota jamaah Imran. Mereka semua dituduh melakukan kegiatan subversif, yang diancam dengan pidna mati. Antara lain berusaha menggulingkan pemerintah Rl yang sah. Sebagian dari mereka turut merencanakan pembajakan pesawat Garuda "Woyla" atau ikut serta dalam penyerbuan Kosekta 8606 Cicendo, Bandung, yang menewaskan tiga anggota Polri. Muhammad Edi, 23 tahun, menolak kehadiran Ny. Winardi sebagai hakim yang memeriksa perkaranya. Alasannya: wanita tak dapat dijadikan imam, apalagi hakim. "Dan lagi wanita dapat menimbulkan nafsu birahi. Hakim wanita membuat saya tak tenang," ujarnya kalem. Hakim Ketua Muhamad Djamil memberitahukan, persidangan di Pengadilan Negeri Bandung bukan menurut hukum Islam. "Kalau tak mau melihat ya menunduk saja," ujar Djamil. Terdakwa menyangkal. "Masak bicaranya harus menunduk, kan tidak baik," ujarnya disambut gelak hadirin. Syofa Rauf, 23 tahun, lain lagi. Dia bungkam seribu basa. Hanya doa-doa dalam bahasa Arab yang diucapkannya. Sedang Ali Muchid, alasannya sama dengan Edi, menolak pembela wanita, tapi tak menolak dibela pembela yang bukan beragama Islam. Yang menarik, tak ada satu pun terdakwa itu yang menggulung celana mereka sebatas mata kaki, yang sebelumnya merupakan ciri jamaah Imran. Bahkan saksi Salman Hafidz yang beberapa bulan lalu diadili dengan melipat celananya, kini tak melakukannya lagi. Konon ini karena mereka tak lagi mengakui keimanan Imran. "Imran adalah dajal. Saya tidak pernah dibaiat atau menjadi jamaah Imran," ujar Salman Senin lalu. Yang tetap menjadi "bintang" di antara tertuduh adalah Teuku Malikul Army Noor. Penuntut Umum Djoko Djatmojo dalam 8 halaman tuduhannya pekan lalu menyebut 10 tindakan tertuduh yang melanggar UU No. 11/PNPS/ 1963. Army antara lain dituduh merancang usaha pembunuhan Sujono, anggotajamaah yang dituduh berkhianat karena keluar dari kelompok, dan dr. Syamsudin. Ia juga didakwa turut merencanakan penyerbuan Kosekta Cicendo dan pembajakan pesawat Woyla. Dalam sidang lanjutan Senin lalu Army Noor menyampaikan tangkisannya. Bidang saya pertanian dan musik, jangan dikaitkan dengan subversif," ujarnya setengah berteriak. "Tenaga dan pikiran saya banyak dicurahkan buat kepentingan negara dan pembangunan. Lagu tentang Bimas dan lagu Bina Wiraswasta yang setiap bulan muncul di TVRI itu ciptaan saya," ujarnya lagi. Sarjana pertanian Unpad tamatan 1978 ini pernah menjadi penyuluh pertanian spesialis (PPS) di Goronulo, Sulawesi Utara, selama 2 uhun sejak 1978. Army memang banyak mencipta lagu tatkala tergabung Grup bercinta Lagu (GPL Unpad). Lagu ciptaannya yang terakhir "Pak Tani" direkam grup Kalikausar pimpinan Iwan Abdurachman. Ia juga mengaku sangat benci politik. Sebagai sarjana, pemuda yang ingin iembangun bangsa, tak pernah dipikirkannya untuk menumbangkan negara, karena "saya masih bisa berpikir baik". Pengakuannya dalam Berita Acara Pemeriksaan tentang keterlibatannya dalam jamaa4 Imran, menurut dia, dilakukannya "agar tak disiksa petugas. " Akibat kekerasan petugas ketika dirinya ditahan, Army mengaku pernah sakit saraf selama sebulan. Dia juga menanyakan keluarganya, terutama ayahnya, Teuku Tjut Usman dan adiknya, Azhar Zoelkarnaen, yang menurut dia, meninggal di tangan petugas. "Kenapa tidak dijelaskan sebab kematian mereka?", tanyanya. Army kemu dian bertanya "Apakah ini yang dimaksud dengan keadilan dan kebenaran? Padahal semua itu adalah rencana Najamuddin . Kenapa kami yang menjadi korban?". Najamuddin adalah anggota ABRI yang pernah masuk jamaah Imran tapi kemudian dibunuh karena dianggap pengkhianat. Army Noor ditangkap di Cianjur pada April 1981. Setelah ditahan di Laksusda Jawa Barat, ia dipindahkan di RTM Budi Utomo Jakarta. Kemudian dipindahkan lagi ke kompleks Nirbaya dan terakhir di Pomdam VI Siliwangi. Menurut pengakuan Army pada TEMPO, tatkala ditangkap ia bukannya lari, tapi sedang mencoba bertani di Cianjur. Ia memang memiliki sawah seluas 2200 m2 di Desa Cipeuyum. "Dia bercita-cita untuk menjadi wiraswasta di bidang pertanian," kata Ny. S. Army yang juga calon sarjana pertanian Unpad. Mereka mempunyai dua anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus