Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menyebutkan lima hal yang harus dipenuhi industri dalam sistem jaminan produk halal. Pertama, kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPJPH Kemenag Mastuki, memastikan bahan baku yang digunakan adalah bahan baku halal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua, proses produksi tidak boleh tercampur dengan bahan/barang yang haram atau najis. Ketiga, tempat, peralatan, dan fasilitas produksi harus terpisah dari kemungkinan kontaminasi barang yang haram.
"Keempat, setelah proses produksi selesai, jika ada masa penyimpanan produk maka produk harus disimpan di tempat yang terpisah dengan barang-barang yang haram. Kelima, distribusi produk harus berdasarkan prinsip kemaslahatan dan terhindar dari kontaminasi barang-barang yang haram/najis," kata Mastuki dalam siniar yang dipantau di Jakarta, Selasa 22 Juni 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BPJPH, kata dia, mendukung upaya Kementerian Perindustrian dalam pengembangan industri tekstil halal karena memiliki potensi besar dalam memacu perekonomian nasional.
Ia mengatakan produk tekstil dan pakaian termasuk ke dalam produk yang wajib bersertifikat halal sebagai barang gunaan jika berasal dari dan/atau mengandung bahan atau unsur hewan sesuai ketentuan KMA Nomor 464 Tahun 2020.
Dalam upaya terintegrasi industri halal mulai dari input, produksi, distribusi, pemasaran, dan konsumsi ini dikenal sebagai Halal Value Chain atau rantai hilai halal, maka industri tekstil perlu didorong dalam produk yang wajib mendapat sertifikasi halal.
"Halal tak hanya dilihat dari zat seperti bangkai, darah, babi dan sebagainya saja, tetapi konsep halal juga mencakup bagaimana proses atau cara memperolehnya atau pembuatannnya, yang disebut sebagai konsep traceability atau ketertelusuran kehalalan dari hulu hingga ke hilir, dari penyediaan bahan hingga produk siap konsumsi," katanya.
Mastuki mengatakan terdapat sejumlah titik kritis kehalalan baik secara teknis maupun manajemen dalam industri tekstil yang harus menjadi perhatian.
"Secara teknis, titik kritis kehalalan industri tekstil ini mencakup bahan baku, bahan penolong, proses produksi, dan kemasan. Sedangkan secara manajemen, harus ada tugas dan fungsi penyedia halal atau auditor halal internal yang dijalankan," katanya.