Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didin S. Damanhuri menanggapi kelanjutan pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN di tengah kebijakan pemangkasan anggaran Presiden Prabowo Subianto. Didin menyebut proyek IKN merupakan warisan pribadi atau personal legacy dari Presiden ke-7 Joko Widodo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menilai sejak awal pembangunannya, proyek IKN tidak memenuhi proses legislasi yang sesuai. Bahkan undang-undangnya, kata dia, disusun tanpa melalui perdebatan publik yang komprehensif dan substantif. “Memang IKN ini kan personal legacy yang Presiden Jokowi waktu itu sangat ambisius untuk mewujudkannya,” ucap dia dalam acara diskusi publik dengan tema “Merekam Gagasan Faisal Basri” di Kantor INDEF, kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Jumat, 7 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Didin menerangkan, saat proyek IKN dimulai, investor asing mulanya memang tertarik. Namun, para investor memilih mundur lantaran sisi ekologi, keamanan, dan tata kelolanya tidak tepenuhi. “Dan investor yang digembar-gemborkan itu memang tidak datang,” ujar dia.
Jika anggaran IKN ikut dipangkas, ekonom senior INDEF ini menduga proyek tersebut nantinya justru akan berubah fungsi. “Kemungkinan nanti itu seperti tempat peristirahatan atau berundingnya kepala negara di Amerika, seperti Camp David,” tutur Didin.
Camp David—atau yang secara formal bernama Naval Support Facility Thurmont—merupakan sebuah tempat peristirahatan Presiden Amerika Serikat. Camp David berlokasi di Taman Gunung Catoctin di negara bagian Maryland. Camp David sering digunakan sebagai tempat pertemuan resmi maupun tak resmi antara pemimpin Amerika Serikat dan para pemimpin dunia.
Selain sebagai tempat peristirahatan kepala negara, Didin juga menyebut IKN bisa saja dialihfungsikan menjadi Ibu kota Provinsi Kalimantan Timur ataupun kantor kementerian. “Atau menjadi Ibu kota Kalimantan Timur atau menjadi kantor Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup,” katanya.
Ekonom senior INDEF Mohamad Fadhil Hasan punya pendapat yang sama dengan Didin. Menurut dia, memang ada potensi proyek IKN mangkrak, terutama di tengah pemangkasan anggaran Prabowo.
Dengan demikian, pemerintahan Prabowo perlu membuat keputusan politik soal kelanjutan proyek IKN. Misalnya dengan menjadikan IKN sebagai Ibukota Kalimantan Timur. “Atau istana saja, istana kepresidenan yang memang belum ada kan di Kalimantan,” ujarnya.
IKN, dia mengatakan, bahkan bisa juga difungsikan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK. “Tapi tidak sebagai sebuah ibu kota negara baru dengan segala macam atribut yang ingin disematkan,” kata ekonom yang juga merupakan salah satu pendiri INDEF ini.
Fadhil menyebut proyek IKN sudah membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), utamanya karena investasi yang tak kunjung datang. “Ini proyek yang tidak feasible, tidak sustainable dan tidak acceptable, sejak awal saya sudah punya keyakinan seperti itu,” katanya.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah menginstruksikan efisiensi anggaran dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Melalui instruksi tersebut, Prabowo meminta ada penghematan senilai Rp 306,6 triliun yang terdiri dari efisiensi anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 256,1 triliun dan efisiensi anggaran transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun.
Seiring adanya instruksi tersebut, anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (Kementerian PU) dipangkas Rp 81,38 triliun sehingga tersisa Rp 29,57 triliun. Sebelumnya, pagu anggaran Kementerian PU tahun ini ditetapkan senilai Rp 110,95 triliun. Adapun pemangkasan anggaran ini telah disetujui Komisi V DPR RI dalam rapat yang dilaksanakan pada Kamis, 7 Februari 2025.
Sementara itu, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Basuki Hadimuljono menyebut pemerintah tidak memangkas anggaran pembangunan IKN tahun ini. Menurutnya, anggaran IKN masih sama dengan hasil rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Prabowo Subianto pada Selasa, 21 Januari 2025 lalu.
Basuki Hadimuljono menerangkan, Inpres dibuat sebelum rapat terbatas mengenai IKN diselenggarakan, sehingga memang diperlukan penyesuaian kembali. “Kalau tentang anggaran tadi kami sampaikan kepada beliau (Presiden Prabowo), kebetulan ada Bapak Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara), dijawab agar itu segera disesuaikan, karena Instruksi Presiden Tahun 2025 Nomor 1 dibuat sebelum ratas kemarin,” kata Basuki Hadimuljono melalui keterangan resmi, Senin, 3 Februari 2025.
Menurut Basuki Hadimuljono, Prabowo sudah menyetujui anggaran untuk pembangunan IKN sebesar Rp 6,3 triliun dan tambahan Rp 8,1 triliun dalam rapat terbatas 21 Januari 2025, sementara Inpres mengenai efisiensi belanja terbit pada 22 Januari 2025. Meski begitu, Basuki Hadimuljono mengatakan akan bersurat ke Kementerian Keuangan untuk menyesuaikan kepastian anggaran pembangunan IKN.
"Kami diminta untuk berkirim surat kepada Menteri Keuangan untuk menyesuaikan anggaran sesuai yang disetujui oleh Bapak Presiden, yaitu Rp 6,3 triliun ditambah Rp 8,1 triliun," ujarnya.
Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini.