Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Grup Sriwijaya Air akan menghentikan kerja sama manajemen (KSM) dengan Garuda Indonesia. Persiapan untuk mengakhiri kongsi kedua grup itu tengah berlangsung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa hukum Sriwijaya Air, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan kerja sama ini merugikan kliennya. Salah satu indikatornya, kata dia, jumlah utang yang membengkak setelah Garuda campur tangan. Yusril pun tengah mencari auditor independen untuk mengkaji dampak kerja sama tersebut. "Atas dasar itu, kami dapat mengevaluasi dan menjadi titik tolak penyelesaian pengakhiran kerja sama," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan Sriwijaya untuk mengakhiri kerja sama dipicu instruksi manajemen Garuda Indonesia kepada anak usahanya, yaitu Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMF), Gapura Angkasa, dan Aerowisata, pada Kamis, 7 November lalu. Ketiganya tak diizinkan memberikan layanan tanpa menerima pembayaran tunai di muka dari Sriwijaya. "Sriwijaya menolak perubahan sistem pembayaran yang tidak adil ini dan menganggap Garuda sengaja ingin melumpuhkan Sriwijaya," kata Yusril.
Yusril juga menyoroti kebijakan Garuda yang menambah beban keuangan Sriwijaya. Setelah kerja sama diteken, kata dia, sejumlah layanan, seperti perawatan pesawat, layanan pesawat di bandara atau ground-handling, dan katering, diambil alih Garuda dengan biaya yang lebih mahal. Sejumlah rute penerbangan utama Sriwijaya pun, menurut Yusril, telah dialihkan ke Citilink. Dalam skema KSM, Sriwijaya harus menyetor management fee 5 persen serta bagi hasil 65 persen dari total pendapatan kotor perusahaan. Yusril pun menyebut Garuda memiliki konflik kepentingan karena menempatkan perwakilannya di kursi direksi dan komisaris Sriwijaya.
Kedua perusahaan ini telah dipertemukan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada Kamis lalu di kantornya. Menurut Luhut, saat itu keduanya sepakat memperpanjang perjanjian kerja sama selama tiga bulan. Namun, pada saat rapat pembahasan dilakukan esok harinya, Yusril menyatakan tak ada kesepakatan di antara kedua pihak hingga diputuskan untuk mengakhiri kerja sama.
Nota pemberitahuan pengakhiran kerja sama sudah dilayangkan ke Garuda, Citilink, dan GMF sejak Sabtu lalu. Sriwijaya juga menyurati Menteri Perhubungan mengenai keputusan perusahaan untuk beroperasi sendiri. Para pemegang saham pun telah mengangkat direksi yang baru dan mengembalikan semua tenaga staf perbantuan dari Garuda.
Saat dimintai tanggapan, manajemen Garuda Indonesia enggan memberi jawaban mendetail. Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan, hanya mengatakan akan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit perjanjian kerja sama dengan Sriwijaya. "Kami akan lakukan secepatnya," katanya.
Pelaksana tugas Kepala BPKP, Iswan Elmi, menyatakan tengah menunggu permohonan audit dari Garuda dan Sriwijaya. "Kedua belah pihak harus membuat pernyataan bersedia untuk dimediasi," ujar dia. Proses audit ini bisa memakan waktu sekitar 10 hari.
Pengamat penerbangan, Alvin Lie, mengatakan keputusan Sriwijaya untuk mengakhiri kerja sama menunjukkan bahwa kondisi perusahaan itu sudah cukup sehat. Setelah dikelola Garuda, kata Alvin, kondisi Sriwijaya jauh lebih baik. "Indikatornya dilihat dari jumlah kerugian 2019 lebih kecil dari 2018, juga jumlah penumpang yang mengalami peningkatan," katanya.VINDRY FLORENTIN
Sriwijaya Bersiap Cerai dengan Garuda
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo