Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemerintah membuka keran ekspor jagung sebesar 100 ribu ton pada akhir tahun ini. Petani dan pengepul jagung berharap pemerintah memanfaatkan momentum tersebut untuk memperkuat ekspor di masa depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Ismail Wahab, menyatakan keputusan ekspor salah satunya didasari prognosis stok jagung pada akhir tahun nanti. Selama Januari-November 2022, rata-rata produksi masih berada di atas 1 juta ton. Jumlahnya melebihi kebutuhan pakan dari jagung yang sekitar 800 ribu ton per bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara kumulatif tahunan, angka surplus jagung diestimasi sebesar 2,5 juta ton. "Jadi, kalau ekspor, mudah-mudahan tidak mengganggu (kebutuhan dalam negeri)," ujarnya, kemarin. Meski jika dilihat secara rinci, dia menyatakan, hanya stok jagung dengan kadar air 27 persen yang relatif aman sampai akhir tahun. "Kalau yang kadar air 14 persen kondisinya mepet," kata Ismail.
Badan Pangan Nasional (BPN) pun memperkirakan stok jagung mengalami surplus pada akhir tahun nanti. "Stok jagung akan aman karena stok akhir tahun bakal lebih dari 100 persen dari kebutuhan bulanan," kata Direktur Ketersediaan Pangan BPN, Budi Waryanto. Stok pada akhir tahun ini diperkirakan surplus di angka 2,3-2,5 juta ton.
Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi (kiri), memanen jagung di area tani Masyarakat Agribisnis Jagung (MAJ) di Kampung Curug Manis, Serang, Banten, 3 Agustus 2022. ANTARA/Asep Fathulrahman
Petani jagung di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Dean Novel, menyatakan pemberian izin ekspor jagung akan menjadi solusi kelebihan pasokan saat ini. Sejak Mei lalu, pihaknya telah mengadu ke pemerintah setempat untuk mencari solusi perihal rendahnya penyerapan jagung yang berujung penurunan harga. Salah satunya lewat pasar ekspor.
Gubernur NTB Zulkieflimansyah langsung meneruskan usulan ekspor jagung ke Kementerian Pertanian. Dia beralasan penyerapan jagung tersendat, salah satunya, karena permintaan pakan ternak menurun. Pada bulan yang sama, permintaan tersebut ditolak Kementerian Pertanian. Namun pada kuartal ketiga ini pemerintah membahas kembali isu tersebut dan memutuskan memberi kuota 100 ribu ton.
Rencana Ekspor Jangka Panjang
Menurut Dean, potensi surplus ke depan masih terbuka. Dia mengatakan tak ada salahnya mengantisipasinya dengan menyiapkan rencana ekspor jangka panjang. Terlebih ada peluang besar untuk ekspor di kawasan Asia Tenggara.
Dean mencatat ada potensi ekspor ke Brunei Darussalam, yang mengimpor 1,5 juta ton per tahun. Sementara itu, negara lainnya, seperti Malaysia dan Filipina, masing-masing mengimpor sekitar 2,5 juta ton dan 3 juta ton. Potensi lainnya datang dari Timor Leste, yang butuh sekitar 500 ribu ton jagung impor.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, pada 2021, Indonesia mengimpor 996 ribu ton jagung dengan nilai US$ 297 ribu. Dalam kurun lima tahun terakhir, volume terbesar impor jagung dari Indonesia hanya 1,01 juta ton atau senilai US$ 212 ribu pada 2019.
Untuk bisa melahap kue ekspor ini, Dean menyatakan butuh perencanaan jangka panjang dari pemerintah. Salah satunya dengan mempersiapkan tambahan gudang dan fasilitas pengeringan jagung, selain menjaga stabilitas produksi dan konsumsi jagung di dalam negeri.
Sementara itu, menurut Direktur PT Seger Agro Nusantara Christian Chandra, ekspor akan membantu kepastian penyerapan produksi petani saat terjadi surplus. "Kalau tidak diserap, petani akan stop menanam karena mereka rugi dan ini efeknya domino ke tahun berikutnya, membuat suplai jauh menurun," kata dia.
Belajar dari kasus tahun ini, Christian berharap pemerintah menyiapkan strategi ekspor jangka panjang sebagai solusi saat surplus terjadi. Menurut dia, salah satu hal yang perlu dipersiapkan untuk mewujudkan ekspor jagung berskala besar adalah kesiapan infrastruktur di pelabuhan. "Pelabuhan kita banyak, tapi secara proses, loading-nya lama dan ketersediaan kapal terbatas," kata dia. Saat ini, kapal bisa antre tiga pekan hingga satu bulan selama musim panen untuk mengangkut jagung. Makin lama kapal bersandar, ongkos angkut makin tinggi. Biaya transportasi yang membengkak akan menyulitkan jagung dalam negeri bersaing.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo