Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tiga bank sedang mempercepat proses integrasi teknis.
Integrasi layanan ditargetkan bisa memperluas kapasitas dan jangkauan keuangan syariah.
Layanan hasil penggabungan diklaim akan lebih komprehensif dan satu atap.
JAKARTA – Manajemen tiga bank syariah pelat merah yang akan bergabung menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk semakin sibuk menyiapkan penyesuaian layanan setelah terbitnya izin merger dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penyatuan PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah tersebut ditargetkan rampung pada awal Februari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Perusahaan BRI Syariah, Mulyatno Rachmanto, mengatakan tim Integration Management Office perusahaannya sedang mempercepat proses integrasi teknis. Tanpa merinci, dia menyebutkan langkah penyesuaian di lingkup internal emiten berkode BRIS itu telah memenuhi ketentuan jasa keuangan. Hal itu mencakup pengaturan aset kantor cabang dan karyawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami sinergikan semuanya, termasuk soal pembaruan brand (rebranding),” ucap Mulyatno kepada Tempo, kemarin.
Integrasi layanan tiga entitas itu ditargetkan bisa memperluas kapasitas dan jangkauan keuangan syariah di Indonesia. Dalam proyeksi mergernya, Bank Syariah Indonesia bakal mengelola lebih dari 1.200 kantor cabang, 1.700 jaringan ATM, dan lebih dari 20 ribu karyawan di seluruh Indonesia. Aset bank gabungan itu akan menembus Rp 214 triliun dengan modal inti berkisar Rp 20 triliun. Jumlah itu mendongkrak level perusahaan ke daftar 10 bank terbesar Indonesia dari sisi aset.
Pelayanan Bank Syariah Mandiri di Jakarta, 28 September 2020. Tempo/Tony Hartawan
Direktur Utama BRI Syariah, Ngatari, sebelumnya memastikan layanan tiga bank tetap berjalan normal hingga merger benar-benar rampung. Pada Desember tahun ini, menurut dia, 23 persen dari total pembiayaan Bank Syariah Indonesia akan tersalur untuk usaha mikro, kecil, dan menengah.
Sebagai wadah untuk dua bank lainnya, laba bersih BNI Syariah tercatat tumbuh drastis hingga 235 persen pada kuartal keempat 2020. Aset BRIS pun kini menyundul Rp 57,7 triliun, naik 33,8 persen dibanding triwulan terakhir 2019. “Pertumbuhan pembiayaan perseroan juga meningkat signifikan,” kata Ngatari.
Direktur Utama BNI Syariah, Abdullah Firman Wibowo, belum bisa merinci skema penyesuaian aset perusahaannya setelah merger nanti. Tapi dia memastikan manajemen selalu mengutamakan kenyamanan nasabah dan mitra usaha. “Dengan core competence masing-masing bank, layanan hasil penggabungan akan lebih komprehensif dan satu atap bagi semua segmen nasabah,” tutur Abdullah.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo, mengatakan ketiga bank sedang mengurus pengubahan anggaran dasar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kemudian menyiapkan pencatatan saham terbuka di Bursa Efek Indonesia. Izin OJK terbit melalui surat bernomor SR-3/PB.1/2021. “OJK sudah menyelesaikan dokumen izin yang mereka ajukan, termasuk pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan.”
Suasana pelayanan perbankan di Bank BNI Syariah Kuningan Jakarta, 14 Oktober 2020. Tempo/Tony Hartawan
Ketua Project Management Office Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN, Hery Gunardi, sebelumnya didapuk memimpin perusahaan hasil merger tersebut. Hery, yang juga Direktur Utama Bank Syariah Mandiri, menargetkan konsolidasi akan memperluas cabang ke luar negeri.
“Kami mungkin akan punya cabang di Dubai,” ucap Hery. “Kalau ada perusahaan mau bisnis di Indonesia ingin melakukan penerbitan sukuk global, bank bisa membantu dari sisi jejaring investor,” ujar Hery dalam konferensi pers virtual pada 16 Desember lalu.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, menyarankan calon manajemen Bank Syariah Indonesia berani menjangkau pasar bank konvensional, jika perlu bersaing dengan eks induk, yaitu Mandiri, BNI, dan BRI. “Jangan hanya mengincar pangsa bank sejenis,” kata dia. “Buktikan kalau merger bukan sekadar penggemukan aset dan upaya kejar ranking, tapi juga untuk literasi keuangan syariah.”
Presiden Joko Widodo sempat mengeluh soal minimnya literasi ekonomi dan keuangan syariah masyarakat. Menurut dia, masih banyak ruang untuk meningkatkan pemahaman masyarakat untuk jenis jasa keuangan tersebut. “Indeks literasi ekonomi syariah masih rendah, hanya 16,2 persen (dari skala 100 persen),” kata dia pada Senin lalu.
HENDARTYO HANGGI | CAESAR AKBAR | YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo