SEBULAN setelah Trayek Pelayaran Nusantara (Regular Liner Service - RLS) 1984-89 diberlakukan, sejak 22 Desember lalu, muncul berita bahwa perusahaan Sriwijaya Lines akan mengembalikan tiga kapal Niaga yang disewa dari PT PANN. Bahkan keluarga Bajumi, pemilik Sriwijaya, seminggu kemudian menyatakan niat melego perusahaan yang sudah melayarkan kapal sejak 1956 itu. Dalam jadwal trayek baru, Sriwijaya memang sama sekali tidak mendapat jatah trayek gemuk Jakarta - Belawan - Malaysia - Singapura yang dulu diisinya dengan kapal Ogan dan Komering yang masing-masing berbobot mati 1.808 ton. Kini Ogan mendapat trayek Jakarta-Palembang, sedangkan Komering untuk rute Jakarta-Bitung bersama kapal sewaan dari PT PANN, Niaga 38 (2.968 ton). Memang masih ada jatah trayek Jakarta-Belawan untuk Niaga 27 (2.203 ton) bagi Sriwijaya, tapi tidak lagi sampai Singapura. Niaga 27 dan Niaga 38, begitu juga Niaga 37 yang mendapat trayek Jakarta-Jayapura, itulah yang hendak dikembalikan Sriwijaya Lines kepada PT PANN. Beberapa bulan lalu, PT PANN telah menarik Naga 28 dari PT Indonesia Oriental Lines (IOL) dan mengoperkan kepada penyewa baru, PT Sulita. Demikian juga dua kapal diambil dari PT EJA untuk dioperkan kepada PT Karimata dan PT Gapsu. Januari lalu, satu dari tiga kapal Niaga yang disewa PT MPN ditarik PT PANN. Perusahaan-perusahaan pelayaran itu, menunggak tarif sewa lebih dari tiga bulan. "Masak saya cuma dibri waktu empat hari," kata Ibnu Saad, direktur PT MPN, yang menerima surat pemutusan kontrak, 26 Januari, karena tak melunasi utang sewa sebesar Rp 200 juta. PANN, lembaga keuangan pemerintah yang membantu peremajaan kapal-kapal pelayaran nusantara dengan kredit berbunga 10% selama ini - 3% lebih murah dari lembaga keuangan lain - ternyata masih memberi kesempatan kepada MPN. "Banyak permintaan untuk mengambil oper kapal yang ditarik, tapi kaml masih memberi waktu kepada MPN sampai 17 Februari," kata direktur PANN, Azril Nazahar, Senin lalu. Ia juga kelihatan gembira karena Sriwijaya Lines belum jadi mengembalikan tiga kapal Niaga yang disewa. Seorang pimpinan perusahaan terbesar pelayaran nusantara berpendapat, dengan ditambahnya 70 kapal baru dengan bobot 170.000 ton dalam susunan trayek RLS 1984-1989," membuat kami yang sudah mati, tambah mati." Semula, INSA berharap agar susunan trayek baru itu mengurangi jumlah kapal yang dirasakan berlebihan selama ini. Sebab, sejumlah 362 kapal, dengan bobot seluruhnya sekitar 420.000 ton yang beroperasi dalam RLS 1979-1983, belakangan berani memasang tarif sampai 50% di bawah yang ditentukan Departemen Perhubungan. Ternyata, SK Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengenai susunan trayek 1984-1989 bukan mengurangi jumlah kapal, tetapi malah menambah. Salah satu pertimbangan SK itu, "Pembangunan nasional di bidang pertanian, kehutanan, industri, dan sebagainya telah mengakibatkan meningkatnya produksi beras, semen, kayu, pupuk, aspal, dan sebagainya yang harus diangkut."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini