JANGAN kaget kalau suatu ketika PLN mencabut tanda peringatan
"Awas tegangan tinggi" pada tiang kawat listrik bajanya. Maklum,
secara berangsur tiang baja itu akan digantikan dengan tiang
beton yang tidak gampang dirambati aliran listrik jika
kebetulan bocor. "Pemakaian tiang beton itu telah dilaksanakan
hampir di seluruh Jawa," kata Sardjono, direktur utama PLN
kepada TEMPO. "Bukan cuma untuk tiang distribusi, tiang beton
juga bisa digunakan untuk kabel tegangan tinggi."
Tiang beton yang tidak gampang menghantar aliran listrik yang
nyasar itu sudah dibuat di sini. Lima pabrik milik PT Wijaya
Karya (Wika), secara simbolis Sabtu lalu diresmikan Menteri PU
dengan mengambil tempat di Cileungsi, Bogor, salah satu lokasi
pabriknya. Keempat pabrik lainnya didirikan di Jatiwangi
Majalengka, Jatilawang Banyumas, Boyolali Surakarta, dan
Kejapanan Pasuruan. Dari pabrik milik perusahaan eks Belanda NV
Vis & Co itu tiap tahun bisa dibikin 135.000 batang tiang beton.
Wika yang banyak bergerak di bidang kontrakting, mulai mencetak
tiang beton pada 1978. Hasilnya masih berbentuk persegi. Setelah
pabrik yang dibangun sendiri dengan biaya sekitar Rp 7,4 milyar
itu rampung pada 1981, tiang bulat sebanyak 120.000 batang bisa
dicetak. "Konstruksi tiang bulat itu, kecuali lebih manis, juga
lebih kuat," kata Suklan Sumintapura, direktur utama PT Wika.
Pabrik dengan modal operasi sekitar Rp 6 milyar itu menurut
Menteri PU Suyono, dibangun seluruhnya dengan biaya sendiri.
Modal pertama untuk membangun 5 pabrik itu, 40% berasal dari
penyisihan keuntungan perusahaan. "Sisanya ditutup dengan kredit
Bank Bumi Daya dan Bank Dagang Negara," kata Suklan.
Wika, perusahaan pertama yang membuat tiang listrik beton dan
pensuplai utama PLN itu banyak menggunakan bahan baku dari dalam
negeri. Yang masih diimpor adalah besi dan kawat pratekan
(kerangka kawat untuk tulang dan otot beton itu) dari Jepang
sebanyak 2.500 ton saban tahun. Sedang semen sebanyak 4.000 ton
dari pabrik terdekat disedot oleh kelima pabriknya tiap tahun.
Industri tiang beton itu tiap hari bisa mencetak sekitar 450
batang. Melihat kemampuan perusahaan itu membikin tiang beton,
PLN sebagai konsumen terbesar tergiur membelinya. Sejak 1981,
perusahaan listrik itu telah memasang 85.000 tiang dari 150.000
batang yang dipesannya. "Banyak tiang besi yang mesti diganti
dengan beton," kata Direktur Utama PLN Sardjono. Mengapa? "Tiang
beton lebih awet dan harganya lebih murah 20 persen," tambahnya.
Harga tiap batang tiang beton itu antara Rp 74.000 sampai
292.000 untuk berbagai ukuran garis tengah dan panjang dari 9
meter sampai 14 meter. Walau tanpa saingan, Menteri PU Suyono
toh mengingatkan untuk hati-hati dalam hal pemasaran.
"Memproduksi jauh lebih mudah dibandingkan dengan pemasaran,"
katanya. Agaknya, pesan Suyono itu sudah dipahami oleh Wika.
"Saya kok justru optimistis dengan pemasaran," kata Suklan.
Selain pada PLN, ia juga menjualnya ke perusahaan swasta,
misalnya, Kanto Denki Koji Co. Ltd. yang lagi membangun PLTA
Asahan, dan Siemens untuk proyek jaringan transmisi Jatiluhur.
Hitung-hitung dengan menyetop impor tiang baja, menurut Suklan,
negara bisa menghemat devisa sekitar Rp 29 milyar untuk 3 tahun
terakhir.
Keuntungan lain tiang beton itu tidak memerlukan perawatan
seperti besi yang sering dimakan karat.
Tentu saja, agar pabrik tidak menganggur -- setelah misalnya
semua tiang listrik dibetonkan -- Wika juga membuat tiang
pancang untuk bangunan besar, dermaga, jembatan, bendungan, dan
lain-lain. Dari 406 tiang pancang yang dibuat pabrik yang juga
membuat rumah prefab itu, 350 dipakai Perum Dok dan Galangan
Kapal (PAL) Surabaya dan 55 untuk pembangunan pelabuhan Cilacap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini