Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Suka beton tanpa awas

Tiang listrik, bantalan kereta api, dermaga, dan tiang pancang akan diganti dengan beton buatan PT. Wijaya Karya (wika). (eb)

3 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JANGAN kaget kalau suatu ketika PLN mencabut tanda peringatan "Awas tegangan tinggi" pada tiang kawat listrik bajanya. Maklum, secara berangsur tiang baja itu akan digantikan dengan tiang beton yang tidak gampang dirambati aliran listrik jika kebetulan bocor. "Pemakaian tiang beton itu telah dilaksanakan hampir di seluruh Jawa," kata Sardjono, direktur utama PLN kepada TEMPO. "Bukan cuma untuk tiang distribusi, tiang beton juga bisa digunakan untuk kabel tegangan tinggi." Tiang beton yang tidak gampang menghantar aliran listrik yang nyasar itu sudah dibuat di sini. Lima pabrik milik PT Wijaya Karya (Wika), secara simbolis Sabtu lalu diresmikan Menteri PU dengan mengambil tempat di Cileungsi, Bogor, salah satu lokasi pabriknya. Keempat pabrik lainnya didirikan di Jatiwangi Majalengka, Jatilawang Banyumas, Boyolali Surakarta, dan Kejapanan Pasuruan. Dari pabrik milik perusahaan eks Belanda NV Vis & Co itu tiap tahun bisa dibikin 135.000 batang tiang beton. Wika yang banyak bergerak di bidang kontrakting, mulai mencetak tiang beton pada 1978. Hasilnya masih berbentuk persegi. Setelah pabrik yang dibangun sendiri dengan biaya sekitar Rp 7,4 milyar itu rampung pada 1981, tiang bulat sebanyak 120.000 batang bisa dicetak. "Konstruksi tiang bulat itu, kecuali lebih manis, juga lebih kuat," kata Suklan Sumintapura, direktur utama PT Wika. Pabrik dengan modal operasi sekitar Rp 6 milyar itu menurut Menteri PU Suyono, dibangun seluruhnya dengan biaya sendiri. Modal pertama untuk membangun 5 pabrik itu, 40% berasal dari penyisihan keuntungan perusahaan. "Sisanya ditutup dengan kredit Bank Bumi Daya dan Bank Dagang Negara," kata Suklan. Wika, perusahaan pertama yang membuat tiang listrik beton dan pensuplai utama PLN itu banyak menggunakan bahan baku dari dalam negeri. Yang masih diimpor adalah besi dan kawat pratekan (kerangka kawat untuk tulang dan otot beton itu) dari Jepang sebanyak 2.500 ton saban tahun. Sedang semen sebanyak 4.000 ton dari pabrik terdekat disedot oleh kelima pabriknya tiap tahun. Industri tiang beton itu tiap hari bisa mencetak sekitar 450 batang. Melihat kemampuan perusahaan itu membikin tiang beton, PLN sebagai konsumen terbesar tergiur membelinya. Sejak 1981, perusahaan listrik itu telah memasang 85.000 tiang dari 150.000 batang yang dipesannya. "Banyak tiang besi yang mesti diganti dengan beton," kata Direktur Utama PLN Sardjono. Mengapa? "Tiang beton lebih awet dan harganya lebih murah 20 persen," tambahnya. Harga tiap batang tiang beton itu antara Rp 74.000 sampai 292.000 untuk berbagai ukuran garis tengah dan panjang dari 9 meter sampai 14 meter. Walau tanpa saingan, Menteri PU Suyono toh mengingatkan untuk hati-hati dalam hal pemasaran. "Memproduksi jauh lebih mudah dibandingkan dengan pemasaran," katanya. Agaknya, pesan Suyono itu sudah dipahami oleh Wika. "Saya kok justru optimistis dengan pemasaran," kata Suklan. Selain pada PLN, ia juga menjualnya ke perusahaan swasta, misalnya, Kanto Denki Koji Co. Ltd. yang lagi membangun PLTA Asahan, dan Siemens untuk proyek jaringan transmisi Jatiluhur. Hitung-hitung dengan menyetop impor tiang baja, menurut Suklan, negara bisa menghemat devisa sekitar Rp 29 milyar untuk 3 tahun terakhir. Keuntungan lain tiang beton itu tidak memerlukan perawatan seperti besi yang sering dimakan karat. Tentu saja, agar pabrik tidak menganggur -- setelah misalnya semua tiang listrik dibetonkan -- Wika juga membuat tiang pancang untuk bangunan besar, dermaga, jembatan, bendungan, dan lain-lain. Dari 406 tiang pancang yang dibuat pabrik yang juga membuat rumah prefab itu, 350 dipakai Perum Dok dan Galangan Kapal (PAL) Surabaya dan 55 untuk pembangunan pelabuhan Cilacap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus