NEW York musim panas memang selalu menyenangkan. Hari panjang
yang melelahkan itu kami akhiri pada sebuah meja makan, di
sebuah ruang eksklusif yang nyaman. Sinar matahari yang meredup
telah diganti oleh lampu-lampu merkuri yang berpendaran
dipantulkan dinding-dinding kaca bangunan megah ini.
Chocolate gateau yang lezat telah punah dari piring saya. Piring
itu pun segera disingkirkan, diganti secangkir kopi yang
mengepulkan aroma harum. Tetapi sebentar lagi harum kopi pun
punah ketika dua d antara kami mulai menyalakan cerutunya.
Di ujung meja, John F. Stacks berdiri sambil mengangguk-angguk
ke arah kami. Tuan rumah memperkenalkannya. Tetapi sebenarnya ia
tidak perlu diperkenalkan. Namanya dapat kita temukan pada
masthead majalah Time. Ia adalah koresponden senior Time untuk
New York. Wawancaranya dengan Reagan dimuat sebagai cover story
bulan Desember yang lalu.
Gagah, penuh gairah, kuli tinta yang satu ini sebetulnya
diundang untuk berbicara tentang keadaan politik Amerika Serikat
pada saat ini. Semacam paket informasi untuk pengunjung yang
baru datang. Tetapi ternyata pembicaraannya itu penuh-penuh
hanya membicarakan Ronald Reagan, presiden Amerika Serikat.
"Amerika Serikat ini adalah negara yang aneh," katanya
mengelitik tanya. Dan pertanyaannya itu ia jawab sendiri. "Kami
selalu menggembar-gemborkan dan mengagungkan jiwa muda, tetapi
kami kini mempunyai presiden yang tertua."
Semua tersenyum. Kecuali si pengisap cerutu yang berdasi merah.
Ia malah mengernyitkan dahi. "Ia republikan," bisik orang di
sebelah saya menunjuk orang itu.
Ronald Reagan, presiden Amerika Serikat yang dimaksudnya itu
memang tua. Usianya kini 72 tahun. Tetapi ia tampaknya adalah
satu-satunya presiden AS yang justru tambah muda sejak menduduki
kursi di Gedung Putih. Lihat saja Carter yang tampak gagah penuh
semangat ketika masuk Gedung Putih. Tetapi keluar sebagai orang
tua yang kuyu dan lelah. Pada acara besar televisi untuk
memperingati ulang tahun Bob Hope ke-80, seluruh rakyat Amerika
yang duduk di depan televisi dapat melihat presidennya yang
masih tampak penuh gairah. Beberapa kali kamera televisi
menangkap Reagan, yang duduk di sebelah Bob Hope, tertawa lepas
terpingkal-pingkal dan bertepuk tangan dengan penuh semangat.
Bahkan Reagan tampak cemburu ketika tiga dara jelita: Brooke
Shields, Cheryl Tiegs, dan Christy Brinkley mengudarakan cium
mesra untuk Bob dari panggung.
"Reagan memang dalam kondisi fisik yang memuaskan," kata John
Stacks. "Setelah usaha penembakan terhadap dirinya, kesehatannya
dan kesegaran fisiknya malah membaik. Lingkar dadanya saja sudah
mengembang satu setengah inci dengan tambahan otot baru. Itu
antara lain karena Reagan kini selalu berolah raga angkat besi."
Hebat, pikir saya. Wartawan Amerika selalu menguber detil. Bukan
saja lingkar dada petinju atau ratu kecantikan, statistik
lingkar dada presiden pun ternyata bisa dibuat menarik.
"Tidak seperti presiden AS yang lain, Reagan tetap banyak
berekreasi selama masa jabatannya. Tiap sebentar ia bersama
rombongannya terbang ke ranch-nya di California. Sebagai
penunggang kuda yang baik, Reagan memang selalu menyukai
ranch-nya. Tamu-tamu negara tidak lagi dibawa ke Camp David,
tetapi ke ranch di dekat Hollywood itu. Ratu Elizabeth pun
sempat berkuda bersama Reagan di situ.
"Mumpung masih bicara soal ranch," kata John Stacks lagi, "Anda
mungkin tertarik untuk mengetahui bahwa Nancy Reagan tidak
pernah menyukai ranch itu. Karenanya, besar kemungkinan Ronald
Reagan akan mempertahankan rumah di Gedung Putih itu."
Hadirin tersenyum. Si Dasi Merah menghembus-hembuskan asap
cerutunya dengan gusar.
"Kemenangan mutlak Ronald Reagan dalam kampanye kepresidenan
hanyalah karena ia bukan Jimmy Carter," kata John Stacks.
Warga Amerika waktu itu memang lagi lelah dan bosan mengikuti
kepemimpinan Carter yang tidak jelas. Tetapi tak seorang pun
warga Amerika di bawah usia 40 tahun pernah mengenal konsep
kepemimpinan seorang presiden yang sukses. Kennedy tewas
tertembak. Nixon kesandung Watergate. Dan bulan madu politik AS
telah lewat. Reagan sudah mulai jadi sasaran kritik para
pemilihnya jauh sebelum evaluasi tengah-masa-jabatan (midterm
evaluation).
TV politics, tuduh Stacks, harus bertanggung jawab atas
menurunnya mutu presiden. Televisi dapat menampilkan seorang
aktor panggung yang baik, tetapi kemampuan itu tidak ada sangkut
pautnya dengan mutu kepemimpinannya. Kesenjangan antara
kehebatan berkampanye dan kemampuan memimpin menjadi semakin
lebar. Televisi pun mengakibatkan inflasi janji politik yang
kemudian dilupakan setelah masa kampanye usai. Reagan
menjanjikan keharusan berdoa di sekolah negeri, angkutan gratis
bagi siswa sekolah negeri dan menghapus undang-undang
pengguguran kandungan. Setelah terpilih, tidak satu pun dari
janji itu dipenuhinya.
Tetapi Reagan adalah aktor panggung yang baik. Dan televisi
adalah media yang dikuasainya. Dan Reagan memang tidak berubah.
Ia tetap orang yang santai, yang tidak pernah menyesali apa pun
yang telah diputuskannya. Itu memang resep awet mudanya. " You
sleep very well if you do that," kata Reagan seperti dikutip
oleh Stacks.
Cara Reagan mengambil keputusan itu sendiri selalu mengherankan
dan sekaligus menggemaskan. Bila para asisten pribadinya
melaporkan sembilan kabar buruk, ia akan terus menanti sampai
kabar yang kesepuluh -- kabar baik. Dan segeralah Reagan
melupakan sembilan kabar buruk itu. Dalam sidang anggaran yang
berat dan penuh debat, tiba-tiba Reagan menskors sidang dan
minta hubungan telepon dengan awak pesawat Columbia yang sedang
mengorbit.
Reagan pun adalah orang yang pasif, kalau tidak mengatakannya
malas atau terlalu santai. Ia tidak pernah keluar dari Gedung
Putih untuk melengkapkan informasi. Sumber informasi
satu-satunya bagi Reagan adalah surat kabar dan surat-surat yang
ditujukan kepadanya. Dari sumber-sumber itulah ia mengambil
dasar-dasar untuk keputusannya.
Tetapi Reagan adalah seorang komunikator yang menawan. Sebagai
bekas bintang film, penguasaan pentasnya hebat. Ia pintar
memukau hadirin. Wawancara dengan Stacks yang rencananya cuma 45
menit itu ternyata berlarut hingga lima jam lebih. Bukan karena
Stacks yang minta, tetapi Reagan sendiri yang terus memancing
tanya. Untung Stacks seorang wartawan yang kritis. Lima jam
ternyata tidak membuatnya berubah keyakinan bahwa Reagan bisa
memimpin Amerika Serikat lebih baik.
Toh Stacks masih berbasa-basi ketika ditanya apakah Reagan punya
kans untuk terpilih lagi. "Dengan cara televisi seperti di
Amerika," tutur Stacks, "Reagan memang bisa menang lagi. Tetapi,
sejak Eisenhower tidak pernah lagi ada presiden AS yang penuh
menjalani dua masa jabatan."
Si Dasi Merah mematikan cerutunya. Kami berdiri
bersalam-salaman. Lilin-lilin di meja makan ditiup di belakang
kami. Kami melangkah ke luar, menapaki lebuh jalanan New York
yang telah gelap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini