PENGUNJUNG meluap di malam terakhir Pekan Raya Jakarta minggu
lalu. Ada di antaranya yang "tergoda" oleh cara promosi yang
kini sedang laku sebagai taktik baru: penjualan barang "murah"
dengan cara kredit. Lebih dari 7 stand mengiming-ngiming
konsumen. Ada yang menawarkan barang-barang elektronik, perabot
rumah tangga, kendaraan bermotor sampai rumah tinggal.
Salah satu yang diserbu pengunjung misalnya Cahaya Utama,
penyalur kendaraan bermotor Suzuki dari Krekot Raya, Jakarta.
"Setiap malam kami rata-rata menggaet 10 pembeli dengan nilai
sekitar 7 juta," ujar Akip, 30 tahun, petugas pemasarannya.
Taktik seperti itu ternyata bisa menaikkan omzet sampai 50%.
Pembelian a contan, menurut Akip, mulai seret sejak setahun
belakangan ini. Tentu biang keladinya, tak lain, resesi yang
melemahkan daya beli konsumen. Itulah sebabnya pedagang seperti
Akip mulai banting setir menjual barang dengan cara kredit.
Gaya berdagang seperti itu sepintas lalu nampak lebih
menguntungkan konsumen. Tapi tidak bagi Sudaryono, penduduk
Kemayoran, yang menilai "cara kredit justru lebih menguntungkan
pihak penjual." Karyawan PT Bogasari itu menghitung: dengan
uang muka Rp 4,1 juta, angsuran Rp 451.000 per bulan selama
setahun harga sebuah Suzuki Jimny lebih mahal. "Kalau dihitung
harganya jadi Rp 9 juta lebih, padahal kontan cuma Rp 7,9 juta,"
gerutunya. Sudaryono malam itu tak berhasil menawar bunga 20%
setahun yang disodorkan Akip.
Lain halnya dengan Ujang Rukadi, 40 tahun, dari Karet Belakang.
Pegawai negeri golongan II-D Depdagri ini merasa tidak
dirugikan, malah tertolong. "Secara tak langsung saya dipaksa
menabung," katanya. Ia mengambil motor Suzuki A-100 (bekas) yang
uang mukanya Rp 130.000, separuh dari yang baru. "Dengan
mengangsur Rp 25.000 per bulan masih bisa menyambung hidup,"
tambah bapak 3 anak dengan gaji Rp 80.000 itu.
Hampir semua perkakas rumah tangga Ujang dibeli dengan kredit.
Dan konsumen jenis inilah agaknya yang mulai bertambah jumlahnya
Lagi pula berdagang dengan teknik kredit, meskipun rugi waktu,
bisa menggaruk keuntungan berlipat. Itulah sebabnya sejak
setahun ini PT Cahaya Elusa Prima yang berkantor di Case
Building, Jakarta, bergerak di bidang kredit-mengkredit. Tapi
sasaran tidak sembarang orang.
CEP mengincar perusahaan (swasta) yang bonafide, dengan karyawan
paling sedikit 100 orang, masing-masing bergaji di atas Rp
100.000. Seperti perusahaan mendring lainnya, CEP juga
menawarkan pelbagai barang: televisi, kulkas, organ, dan
pecah-belah dengan jangka waktu kredit minimal 4 bulan. Untuk
barang berharga Rp 1 juta lebih dikenakan down payment
(pembayaran pertama). Misalnya, organ Yamaha seharga lebih dari
Rp 1 juta dikenakan down payment 25%, angsurannya Rp 150.000 per
bulan.
Perusahaan ini membeli barang-barang dari produsen secara tunai,
dengan potongan 10-15%. Dengan mempekerjakan 5 salesmen dan
seorang sales girl rata-rata CEP bisa menarik untung 30%.
Menurut Henry Theophillus, kepala bagian penjualannya, kenaikan
permintaan terjadi pada bulan kedua atau ketiga setelah
penawaran. "Tapi sesudah bulan keempat permintaan cenderung
menurun," katanya.
Baik Akip maupun Henry berani meramalkan, musim
kredit-mengkredit ini masih akan ramai sampai 5 tahun mendatang.
Gara-gara resesi, daya beli masyarakat memang tidak bisa dipacu.
Apalagi menurut si Akip: "Pihak produsen sendiri sudah banyak
yang mulai terjun mengkreditkan barang. Kalau penyalur tidak
ikut-ikutan, ya tidak bakal laku."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini