Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Berita Tempo Plus

Suka tak suka inilah pilihan itu

Kehadiran televisi swasta buat masyarakat jakarta dan surabaya mempunyai alternatif untuk memilih saluran. walaupun acaranya ada yang bagus, ada yang jelek.

6 April 1991 | 00.00 WIB

Suka tak suka inilah pilihan itu
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
ANAK-anak SD di Jakarta atau Surabaya kini punya pahlawan dan idola baru. Bukan lagi si Abang Jampang dari Betawi atau Pak Sakerah dari Madura, tapi Mac Gyver, String, Michael Knight, atau Spenser. Pahlawan fantasi itu secara rutin mengunjungi pemirsa RCTI dan SCTV. Mereka memang lebih "dekat" pada anak-anak zaman sekarang dibanding Jampang atau Sakerah yang bahkan ceritanya pun hampir terkubur. Kaum ibu boleh jadi punya kesibukan baru: senam di depan layar kaca. Tiap hari, kecuali Minggu, selama setengah jam mulai 13.30, ada acara senam Bodies in Motion atau Basic Training. Gampang diikuti dan segar karena dibawakan oleh pria-pria berotot dan cewek-cewek cantik yang padat. Siapa tahu menghemat uang karena tak perlu ke sanggar senam. Atau mau memasak? Jangan bingung, hidupkan televisi pukul 13.00 siang tiap hari dan hadirlah Stephen Yan dalam acara Wok with Yan. Kadangkala, diseling oleh Elegant Appetite yang mengenalkan menu lain di luar yang disajikan Yan. Memang menarik melihat Yan -- lelaki keturunan Cina yang berdomisili di Kanada -- memasak. Ia sangat tangkas memotong bahan sambil terus melontarkan guyon. Menu disajikan Yan umumnya dari daratan Cina, dengan atau tanpa babi. Kalau suka, Anda boleh mencatat. Kalau tidak suka, ya, matikan saja pesawat TV. Televisi swasta mestinya menawarkan program lebih menarik ketimbang televisi pemerintah supaya pemirsa mau memindahkan saluran pesawat TV-nya dari TVRI. Setiap hari, sejak mengudara pada 13.00 WIB -- Sabtu Minggu, dan hari libur lainnya mulai pukui 08.00 -- pemirsa televisi swasta memang bagai "diguyur" berbagai jenis hiburan sampai lewat tengah malam. Hiburan itu tentu saja tak semua menghibur. Ada juga yang bikin "sebel", misalnya, film Another World. Film pendidikan untuk anak-anak adalah 3-2-1 Contact dan Sesame Street. Lumayan belajar mengenal angka dan huruf. Film pendidikan terbaik -- untuk anak dan dewasa -- mungkin National Geographics, yang menjelaskan soal gejala alam atau kehidupan suku terasing. Di hari Minggu, diputar Silk Road, karya NHK Jepang soal perjalanan menyusuri jalur sutera di Tibet dan perbatasan Cina. Ada banyak film kartun yang diputar. Mulai dari Dinosaucer, Dora Emon, atau Real Ghostbusters. Dora Emon tampaknya diminati karena berbahasa Indonesia. Lalu, film fantasi anak-anak pun beragam. Ada serial Greatest American Hero, pahlawan Amerika yang tak dapat mengendalikan posisi terbangnya itu. Ada Incredible Hulk, manusia hijau yang kuat perkasa. Ada My Secret Identity, kisah anak yang bisa terbang. Yang agak keras Captain Power, polisi robot itu. Ya, lumayan untuk menumbuhkan daya fantasi anak-anak meski khayalan semacam ini kadang kurang mendidik. Yang paling buruk di barisan ini adalah Batman, film seri lama. Yang juga buruk, setidak-tidaknya tak merangsang akal, adalah Wonder Woman -- film seri yang sempat diprotes masyarakat Surabaya. Para remaja punya serial Doogie Howser MD. Ini cerita tentang seorang anak jenius yang jadi dokter di usia 13 tahun dan karena itu sedang masa puber. Yang lain ada 21 Jump Street. Ceritanya soal polisi remaja yang menyamar untuk menyelidiki kriminalitas di kalangan remaja. Kisahnya ringan dan ada aktor kece Johnny Depp yang main sebagai polisi. Namun, memang tak ada pelajaran apa pun dari film-film semacam ini, selain hiburan. Masih ada lagi, Head of Class, lakon sebuah kelas anak-anak cerdas. Gurunya "nyentrik" dan rambutnya dikuncir. Kisah di film ini tak layak ditiru, misalnya, ada murid yang duduk di meja guru. Film komedi keluarga Who's the Boss sungguh bukan "adat kita". Tentang dua orang yang kumpul kebo. Yang lumayan adalah Jeffersons -- Srimulat Amerika -- tentang juragan binatu George Jeffersons yang selalu bertengkar dengan pembantu, tetangga, dan calon besan. Ini guyon khas orang hitam, yang kadangkala mengolok si putih di Amerika sana. Film ini menarik karena dialog-dialog lucu yang dilontarkan mengejutkan urat geli. Setara dengan Golden Girls, cerita tiga wanita separuh abad dan seorang nenek yang hidup di satu rumah. Yang biasa-biasa saja juga ada, misalnya Growing Pains. atau Family Ties. Yang termasuk banyak penggemarnya tentu saja Knight Rider. Ini cerita tentang Michael Knight, petugas sebuah yayasan yang sering ditugasi melacak kejahatan. Modalnya, KITT -- sebuah mobil berkomputer yang mampu bicara. Khayal soal mobil canggih itu menarik minat banyak orang. Yang senada dengan film ini adalah Airwolf. Bedanya, Michael Knight punya mobil canggih, sedangkan String Hawk, si pilot, punya helikopter masa depan yang dilengkapi komputer supercanggih dan peralatan perang. Hawk, yang bekerja untuk pemerintah, hampir setiap kali menghajar ludas lawannya di udara. Yang menandingi reputasi Knight dan Hawk adalah Mac Gyver, andalan yayasan riset Phoenix. Kehebatan Mac Gyver adalah selalu melumpuhkan lawannya dengan akal, lewat ilmu kimia dan fisika yang prima. Di barisan film action bisa disaksikan Miami Vice. Berkisah ihwal pemberantasan narkotik oleh polisi-polisi Miami. Menarik, selain karena sang pemeran adalah aktor ganteng Don Johnson -- sebagai Sonny Crocket -- kisah-kisah polisi semacam ini disukai di sini. Lagi pula, alam Miami yang indah dan cewek-cewek yang kerap pamer sekwilda alias sekitar wilayah dada, menjadi bumbu khusus di film ini. Film sejenis Miami Vice, antara lain Spenser for Hire, kisah detektif swasta, atau Jake and the Fatman, cerita detektif swasta dan pengacara andal yang bekerja sama. Masih ada Wise Guy yang dibintangi Ken Wahl, dan Fall Guy, kisah "stuntman" yang dimainkan oleh Lee Majors. Film semacam ini enak ditonton, terutama untuk otak yang lagi capek berpikir. Semata hiburan. Yang agak berat adalah LA Law. Bercerita tentang sebuah firma hukum yang penuh hiruk-pikuk dan penuh debat, mulai soal penjatahan kasus sampai soal pemecatan sekretaris kantor. Kasus yang mereka tangani di pengadilan juga banyak yang aneh-aneh, dan kebanyakan dialog di pengadilan seru dan argumentatif. Namun, ada yang tak cocok dengan "budaya hukum" di sini. Kasus seorang istri yang dianiaya suaminya dalam pengadilan di sini akan segera dinyatakan sebagai kasus tertutup. Mereka yang suka cerita fiksi boleh menyimak Starman. Paul Forrester, manusia dari bintang di langit, mengembara di bumi dan tiba-tiba punya anak. Kehadirannya diendus CIA dan FBI yang mengejarnya untuk bahan riset. Yang agak "berat" dan kadangkala aneh adalah Twilight Zone. Penggemar film perang punya Tour of Duty, kisah pasukan AS di Vietnam. Alam Vietnam, serunya perang, dan kritik oleh pasukan AS sendiri soal keterlibatannya di sana, membuat film perang ini menarik ditonton. Tapi yang penting, penayangannya pada pukul 20.00 WIB, saat mata belum mengantuk. Film seri tengah malam hampir tak ada yang menarik. Hero of Shaolin, film kungfu, sama saja dengan yang ada di video-video rental. Werewolf, kisah manusia yang bisa menjelma jadi serigala, tak begitu istimewa. Apalagi Another World yang membosankan itu. Film-film ini mungkin hanya menjadi teman bagi mereka yang sulit tidur. RCTI punya serial lepas yang bagus. Misalnya Shogun, kisah samurai nakhoda Inggris yang terdampar di Jepang dan diangkat dari novel laris karya James Clavell. Atau crime story yang kini tengah menyajikan cerita-cerita Alfred Hitchcock. Atau serial koboi Paradise yang merupakan favorit pengamat politik luar negeri Juwono Sudarsono itu. Bagaimana dengan produksi RCTI sendiri? Acara-acara yang diproduksi sendiri oleh RCTI tak lepas dari unsur mencari iklan sebanyak-banyaknya. Simaklah Celah Belanja, hampir sepenuhnya iklan. Juga Gelar Sarinah, yang merupakan pergelaran mode dan mereknya. Busana yang ditampilkan memang apik. Tapi paket ini tak menonjolkan inti acara itu. Kamera juga tak sigap menangkap detail busana, yang mestinya ditonjolkan. Akhirnya, yang dipamerkan bukan info perkembangan mode, tapi sekadar unsur extravaganza. Ada acara Cinema-cinema yang bercerita soal di balik pembuatan film, yang hampir serupa dengan On Location yang juga disiarkan RCTI. Sinetron satu-satunya milik RCTI, Opera Tiga Jaman, masih jauh dari lucu. Yang bagus justru Seputar Indonesia hasil liputan RCTI yang mengetengahkan "berita". Selain aktual, lebih mendalam penggalian masalah, terkadang lebih berani dibanding berita-berita TVRI. Andai saja televisi swasta di sini diizinkan menyiarkan berita hasil liputan sendiri, RCTI bisa jadi pilihan yang berarti. Produksi RCTI yang boleh dibilang bagus adalah urusan-urusan musik, Pentas musik dan Melodi Memori. Banyak cabang olahraga yang disiarkan RCTI -- balap mobil, basket, tenis, golf, tinju, dan lainnya -- tetapi yang memikat pemirsa adalah siaran langsung sepak bola dari Italia dan Inggris. Siaran yang sampai menggeser Dunia Dalam Berita TVRI ini belakangan disisipi kuis yang juga banyak pesertanya. Cuma saja, penempatan iklan akhir-akhir ini sangat mengganggu karena di tengah-tengah permainan. Suatu kali dalam pertandingan Everton melawan Southampton di divisi satu Inggris, sebuah gol lewat dari mata pemirsa, terpotong suara orang batuk dari iklan Decolsin. Pembawa acara Dali Tahir dengan penguasaan bahasa Italianya membantu menuntun penonton walau ia makin sering salah menyebut nama pemain. Acara musik untuk remaja yang ditunggu-tunggu memang masih Rocket. Musiknya aktual, Gladys Suwandi yang membawa acara ini sedap dipandang, tetapi suaranya rada berteriak dan terkesan gugup. Lalu ada Chart Attack, yang memperdengarkan lagu-lagu yang lagi hit di mancanegara. Masih ada American Top 10, lagu-lagu jagoan di Negeri Paman Sam. Adapun acara diskusi, banyak pemirsa yang tertarik. Seperti halnya Seputar Indonesia, mimbar itu lebih bebas -- itu jika dibandingkan acara sejenis di TVRI. Masalah yang diangkat pun yang sedang jadi topik di masyarakat. Cuma saja, Dialog Ekonomi jadi kurang sedap gara-gara sang moderator sering hanya jadi penonton menyaksikan para panelis berbantahan. Namun, harap maklum. Kehadiran televisi swasta belum lama, masih belia. Yang lebih penting bagi masyarakat -- walau baru sebagian masyarakat perkotaan --tentulah ada alternatif untuk menonton. Anda suka. silakan terus menyimak, kalau tak suka silakan ganti saluran. Bayangkanlah kalau cuma ada satu saluran, mau pindah ke mana lagi? Toriq Hadad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus