Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sulit dan makin sulit tahun depan

Wawancara tempo dengan ali wardhana mengenai ekspor, penghematan, penundaan proyek, subsidi bbm.

27 November 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA masib kelihatan kukuh duduk di kursinya ketika ditemui TEMPO pekan lalu. Bajunya setelan safari menteri berwarna krem. Kacamatanya kecil model Cyrus Vance. Tapi Menteri Keuangan Pro Dr. Ali Wardhana mulai berkerut wajahnya ketika ditanya tentang posisi keuangan dan anggaran belanja yang sekarang. "Sulit, dan akan semakin sulit lagi tabun depan," katanya. "Jadi bendaknya, jangan ada yang beranggapan bahwa keadaan kita seperti dulu-dulu lagi." Jika demikian tindakan apa saja yang akan ia tempuh menghadapi kemerosotan dana yang masuk dari ekspor minyak? Bagaimana pula ia mengatasi pos pengeluaran rutin, terutama subsidi BBM yang makin menggajah? Menyedot pipanya dalam-dalam, Menteri Ali Wardhana yang diwawancarai oleb Fikri Jufri pekan lalu menjawab: SELAMA beberapa tahun belakangan ini, kita memang menikmati penerimaan yang besar dari minyak, dan ekspor nonminyak yang terus meningkat. Ketika negara-negara lain sudah mengalami kesulitan pada tahun 1981, lndonesia masih belum merasakannya. Sekarang kita mulai merasakan akibatnya, sehingga banyak suara yang menanyakan: Lho, kenapa sekarang begini? Ketika banyak negara mulai berteriak susah, Indonesia masih membangun terus, secara besar-besaran. Dan memang, pada tahun 1981, kita mengalami suatu keadaan yang sangat baik: produksi pangan kita meningkat sekali. Dengan sendirinya itu membuat daya beli sektor pertanian kuat sekali, dan menyerap hasil-hasil industri dalam negeri. Apakah pemerintah beranggapan daya serap itu akan tetap besar setahun kemudian, sehingga terlambat mengambil ancang-ncang untuk menghadapi tahun sulit sekarang? Tadinya kita -- demikian pula para pengamat ekonomi di dunia--memperkirakan sudah akan terjadi perbaikan (recovery) pada tahun 1982. Ternyata belum. Bahkan secara keseluruhan, tingkat pertumbuhan di negara-negara industri semakin merosot, kurang dari satu persen. Bahkan banyak yang nol persen, atau negatif, seperti Kanada, dan mungkin juga AS. Ancang-ancang untuk menghadapi tahun berat, juga kita lakukan, dengan mengeluarkan paket ekspor Januari 1982. Maksudnya tentu untuk merangsang ekspor, ketika daya serap di dalam negeri mulai mengendur. Adakah paket Januari itu banyak membantu, mengingat masalahnya bukan terletak pada faktor di dalam negeri, tapi pafla daya serap yang lembek di pasaran internasional? Andaikata pemerintah tidak mengeluarkan paket ekspor itu, barangkali penurunan ekspor kita akan jauh lebih besar lagi. Bahwa segi pemasaran (marketing) merupakan masalah, hal itu tidak hanya dihadapi oleh Indonesia. Maka dengan paket Januari, kita berharap agar ekspor menjadi lebih bersaing dengan negara-negara lain. Nampaknya pada tahun 1983 ekspor masih akan terus merosot. Ada indikator-indikator sementara, yang menunjukkan harapan adanya sedikit perubahan tingkat suku bunga di AS sekarang turun sedikit menjadi sekitar 12%. Masih harus kita lihat apakah suku bunga itu akan bertahan pada tingkat telsebut, atau akan naik lagi. Wall Street meramalkan kecenderungan tingkat suku bunga yang menurun. Kalaupun itu terjadi, mungkin akan terjadi perbaikan, sekalipun sangat pelan. Pos-pos mana saja dalam APBN sekarang yang kiranya bisa dihemat? Bicara soal penghematan, ada hal-hal yang tidak bisa saya kurangi. Misalnya untuk gaji pegawai negeri. Untuk pembayaran utang-utang luar negeri yang sudah jatuh waktu, juga terus kita penuhi. Kita tak mempunyai banyak peluang untuk mengubah APBN, kecuali sedikit, untuk belanja barang, misalnya. Setiap tahun biasanya muncul anggaran tambahan. Bagaimana tahun ini? Itu terpaksa kita tiadakan. Pemerintah tidak lagi menyetujui anggaran belanja tambahan (ABT), yang biasanya diajukan oleh berbagai departemen, kecuali kalau pengeluarannya dianggap benar-benar urgen. Saya bahkan sudah mengeluarkan edaran ke semua departemen, supaya anggaran rutin yang akan mereka ajukan untuk RAPBN 1983/1984, diusahakan sama seperti dalam APBN sekarang. Proyek-proyek besar yang tengah berjalan, apa tak ada yang bisa ditunda? Saya kira sulit. Kalau suatu proyek yang sudah disetujui dan dilaksanakan itu disetop, akibatnya malah akan lebih parah lagi. Akan terjadi suatu cost-overrun. Belum lagi kalau proyeknya rusak. Jadi terhadap proyek-proyek yang sedang berjalan, pemerintah sudah memutuskan harus terus diusahakan pelaksanaannya. Pertengahan bulan ini telah ditandatangani kontrak pembangunan pengilangan minyak Musi seharga US$ 1 milyar lebih dengan tiga swasta Jepang. Sedang pada 1985 Indonesia sudah bisa memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri, dengan selesainya kilang Balikpapan, Cilacap dan hydrocracker di Dumai, Untuk apa lagi? Kita jangan lupa, bahwa dalam keadaan resesi sekarang, harga barang-barang modal paling rendah. Kalau ada situasi melonjak (boom), harga itu bisa akan meningkat terus. Dalam keadaan resesi sekarang orang berusaha keras untuk menjual. Agar laku, mereka membanting harganya, berikut persyaratan-persyaratan yang cukup longgar, seperti bunga yang rendah, sekitar 7%. Dengan dinaikkannya PPn mobil diesel, apakah pemerintah sebenarnya berpendapat telah melakukan pemberian subsidi yang kelewat besar terhadap minyak solar? Begini soalnya. Kalau orang memakai bensin, sebenarnya dia sudah membayar biaya energi yang mahal. Bensin bagi saya sudah bukan subsidi lagi, karena dia dijual di atas cost. Sedang pemakai kendaraan diesel mendapat subsidi dari pemerintah. Jadi yang sekarang dilakukan pemerintah adalah membuat pemakai kendaraan diesel itu lebih berimbang dengan pemakai kendaraan bensin. Itu saja. Jadi sebenarnya, dengan kurs dollar sekarang, harga BBM, terutama solar dan minyak tanah, sudah harus naik. Wah, sulit menjawabnya. Berapa besar kira-kira subsidi BBM yang sebenarnya di atas Rp 924 milyar yang dianggarkan? Saya tak bisa menyebutkan angkanya. Yang pasti, telah meningkat jauh lebih besar. Sebagai ilustrasi, harga resmi seliter minyak tanah adalah Rp 60, untuk solar Rp 85. Sedang biaya produksi seliter minyak tanah dan solar, kurang lebih Rp 150. Di samping itu, kiu masih mengimpor minyak mentah dari Timur Tengah untuk diolah menjadi BBM. Dulu perhitungan harganya masih Rp 625 untuk satu barrel. Sekarang tentu sudah lain. Masih banyak orang yang waswas, pemerintah akan melakukan tindakan devaluasi seperti empat tahun ialu. Mungkinkah? Sekarang ini rupiah sudah floating (diambangkan), sekalipun tidak penuh. Dan perbedaannya sudah tak terlalu jauh dari nilai dollar yang sebenarnya. Jadi tidak ada kebutuhan untuk melakukan devaluasi rupiah lagi. Baru-baru ini orang membicarakan cadangan devisa lank Indonesia yang menurun. Gubernur Bank Sentral bilang jumlahnya kini US$ 4,3 milyar. Berapa sebenarnya batas terendah yang bisa ditoleransi? Itu relatif. Dulu di awal orde baru, cadangan devisa kita merosot menjadi cuma US$ 40 juta. Lalu ketika pecah krisis Pertamina, cadangan devisa kita banyak dipakai, sehingga turun menjadi US$ 300 juta. Sekarang, ketika turun menjadi US$ 4,3 milyar, orang mulai ribut. Saya jadi tidak mengerti. Pajak perseroan yang dianggarkan teramat kecil, bila dibandingkan dengan produksi bruto nasional (GDP). Tahun lalu jumlahnya cuma sedikit di atas dua persen dari GDP 1981. Kenapa begitu? Ya, siapa yang harus disalahkan? Kalau orang tak mau membayar pajak, bagaimana - Belum lagi perusahaan yang besar-besar. Banyak di antara meteka yang masih menikmati masa bebas pajak (tax boliday). Juga tak boleh dilupakan, dilihat dari GDP, yang masuk dari sektor industri kecil sekali. GDP kita masih tergantung dari sektor pertanian, yang praktis berada di bawah batas kena pajak. Pajak mana saja yang akan Pak Ali tembak? Sumber utama adalah pajak perseroan, pajak penjualan dan MP0. Tapi bicara soal pajak perseroan, itu tak bisa dinaikkan secara 100%. Perlu diteliti satu per satu, perusahaan demi perusahaan. Lagi pula sikap umum orang di sini masih belum tax minded. Mereka menggunakan akuntan publik, dengan tujuan bisa memperoleh pajak yang lebih rendah. Bagi para pengusaha yang bersedia membuka bukunya secara jujur, mereka lalu khawatir kalau usahanya tersaingi oleh mereka-yang tidak jujur. Baru-baru ini anda bicara keras di depan kongres para akuntan. Adakah hasilnya? NAMPAKNYA ada. Beleid kita sekarang, kalau terjadi penyimpangan pajak terlalu besar kita bawa langsung ke pengadilan. Juga telah dilakukan mutasi besar-besaran di antara para petugas pajak, sekitar 200 orang dari eselon atas. Dulu, ketika uang dari minyak masih membanjir, penyelewengan-penyelewengan itu masih kita biarkan. Sekarang itu tak bisa lagi. Tapi ia mengakui, semua itu tak akanbisa berlangsung cepat. Dan, selagi menjabat menteri keuangan, ia masih harus bekerja dengan defisit yang makin membesar. Cemaskah dia? "Yang membuat saya cemas bukan keadaan ekonomi yang sulit, tapi masih kurangnya pengertian .... Ia tak meneruskan kalimatnya. Mungkin yang ia maksudkan adalah kurangnya pengertian dari sebagian masyarakat kita, termasuk sementara pejabat, yang mungkin menuding sang menteri telah mengerem pengeluaran kantornya. "Kalau saya cukup uang, buat apa saya mengerem pengeluaran. Soalnya kan penerimaan itu tak ada lagi."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus