Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Surat dari Tommy

Humpuss mengusulkan agar proyek methanolnya dicoret dari daftar tunda tim PKLN. mereka siap untuk jadi swasta murni.

6 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK dapat disangkal lagi, jurus PT Chandra Asri dalam menggolkan proyek raksasanya merupakan jurus pamungkas. Kini jurus itu ditiru pula oleh PT Kaltim Methanol Indonesia (KMI). Semula, seperti proyekproyek mega lainnya, pabrik methanol yang akan dibangun Humpuss Group ini terkena penundaan. Pernyataan penundaan itu tertuang pada surat yang dilayangkan Tim PKLN (panitia yang mengatur pinjaman luar negeri) kepada KMI 21 April lalu. Melihat gelagat yang tidak menguntungkan dengan keluarnya surat tim PKLN itu, manajemen KMI pun cepat bertindak. Melalui surat balasan yang dialamatkan pada Menko Ekuin selaku ketua tim PKLN, mereka menyatakan bahwa KMI siap untuk menjadi perusahaan swasta murni (100%). Proyek yang akan menelan dana investasi lebih US$ 20 juta ini semula melibatkan dua BUMN: PT Pupuk Kaltim, dicadangkan akan menguasai 20% saham, dan Pertamina yang akan bertindak sebagai penjamin bahan baku bagi KMI. Keputusan "ganti kulit" ini diambil karena pemilik saham KMI menganggap pabrik methanol merupakan proyek strategis. Setidaknya itulah yang tergambar dalam surat yang diteken Dirut KMI Hutomo (Tommy) Mandala Putra 7 Mei lalu. Kestrategisan methanol, tulisnya, bisa dilihat dari pemenuhan kebutuhan dalam negeri saat ini. Sementara itu, pabrik methanol milik Pertamina, yang berkapasitas 330 ribu ton setahun, produksinya kian menurun. Bahkan pabrik yang berlokasi di Pulau Bunyu itu terakhir hanya melakukan produksi di bawah 50% dari kapasitas. Itulah sebabnya, kata Tommy, impor methanol kian membengkak. Setiap tahun tak kurang dari 150 ribu ton methanol impor (bahan kimia untuk bahan baku lem kayu lapis dan sebagai pencampur bahan bakar minyak) masuk ke Indonesia. Alasan lain: harga methanol, yang didatangkan dari Malaysia, Selandia Baru, dan Arab Saudi, saat ini sudah mencapai US$ 160 per ton. Artinya, tak kurang dari US$ 24 juta devisa tersedot untuk mendatangkan methanol setiap tahunnya. "Maka, saya juga berani mengatakan proyek ini sangat strategis untuk menghemat devisa kita," kata Bernardino M. Vega, Direktur Muda Pengendalian Usaha Humpuss. Peralihan status KMI sekaligus akan mengubah perjanjian mereka dengan Pertamina. Pertamina kini tak perlu lagi merasa terikat oleh keharusan menyuplai gas kepada KMI. Perjanjian yang semula berupa feedstock agreement/guarantee diubah menjadi purchase agreement perjanjian jual beli biasa. Selain itu KMI bahkan berjanji tidak akan mengganggu kebutuhan gas Pertamina. Contohnya, jika suatu saat Pertamina membutuhkan gas untuk pabrik methanol di Pulau Bunyu, suplai ke KMI boleh dinomorduakan alias ditunda. Tanpa sanksi apa pun. Lain halnya apabila KMI tidak melakukan pembelian sesuai dengan perjanjian. Dia akan dikenakan penalty take or pay diambil atau tidak, gas yang sudah dipesannya tetap harus dibayar. Mengenai keterlibatan PT Pupuk Kaltim masih belum jelas benar hingga berita ini diturunkan. BUMN ini secara resmi belum menyatakan mengundurkan diri dari KMI. Hanya saja, bila kelak BUMN ini jadi "ditendang", KMI tetap akan melakukan kerja sama. KMI setidaknya tetap membutuhkan Pupuk Kaltim agar bisa menyewa fasilitas yang mereka miliki. Hingga di sini, cerita tentang proyek KMI tampaknya telah direncanakan dengan matang. Bahkan, dalam suratnya kepada Menko Ekuin, Tommy menyatakan bahwa KMI merupakan proyek yang menguntungkan. Perhitungannya, jika kelak telah beroperasi, "Hasil ekspor yang kami peroleh akan sangat mencukupi untuk membayar kembali pinjaman berikut bunganya," tulis Tommy. Perhitungannya, dari sekitar 730 ribu ton produksi methanol KMI setahun, 150 ribu ton akan dipasarkan di dalam negeri (sesuai dengan jumlah yang diimpor selama ini). Sisanya, 580.000 ton, siap diekspor. Persoalannya kini, akankah proyek mega ini diloloskan Tim PKLN? Menurut sumber TEMPO, ada kemungkinan besar rencana KMI berjalan mulus. Soalnya, selain kepada Menko Ekuin, Tommy mengirimkan surat serupa kepada Presiden Soeharto. Kabarnya, dengan mempertimbangkan kebutuhan methanol yang terus meningkat, presiden telah menginstruksikan Dewan Moneter melakukan kaji ulang. Tentang rencana KMI menjadi swasta 100%, hingga kini belum ditentukan siapa mitra asing yang akan diajaknya. "Kami belum menjajaki secara serius," kata Bernardino. Alasannya, menarik pemodal asing bukanlah satusatunya alternatif. "Bisa saja nantinya 100% milik Humpuss," ia melanjutkan. Teknologi yang akan digunakan KMI juga masih belum pasti. Mengingat tak banyak negara yang memiliki teknologi untuk memproduksi methanol, dan juga jika dilihat dari agresivitas para investor, tampaknya teknologi Jepang yang akan dilirik KMI. Apalagi pemilik teknologi pabrik methanol di Negeri Sakura itu, Mitsubishi Gas Chemical, salah satu grup usaha raksasa yang sangat bersemangat dalam melakukan investasi di Indonesia. Itu bisa berarti Humpuss bukan sekadar akan meraih kecanggihan teknologi dari Mitsubishi tapi juga penyertaan modal. Budi Kusumah dan Sri Wahyuni

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus