SSB dikenal sebagai istilah dalam komunikasi radio, single side
band. Tapi di Indonesia SSB juga berarti Swa-Sembada Beras. Dan
baru-baru ini masalah SSB yang berurusan langsung dengan perut
rakyat itu kembali dibicarakan di antara para pejabat penting
negeri ini. Pada mulanya adalah Menteri Penerangan di Moertopo,
yang selepas sidang kabinet terbatas bidang Ekuin dua pekan
lalu, melontarkan kabar gembira "Indonesia dalam tahun ini sudah
berhasil mencapai swa-sembada pangan, karena berhasilnya
intensifikasi produksi di dalam negeri," katanya.
Dari mana Menpen Ali, yang kini kembali berobat mata di Boston,
AS, sampai tiba pada kesimpulan itu? "Kebutuhan pangan, terutama
beras tahun ini diperkirakan mencapai 17,3 juta ton sedang
perkiraan tertinggi 18 juta ton dan terendah 17,5 juta ton,"
katanya. Maka berdasarkan angka-angka itu, Menpen menilai SSB
itu boleh dibilang sudahlah tercapai.
Meskipun demikian, toh Menpen mengakui Indonesia masih harus
mengimpor beras. Ini mengingat produksi yang 17,3 juta ton itu
masih akan tercecer alias susut dalam proses distribusi sampai
ke konsumen. "Kan tidak bisa itu beras langsung datang dari
produksi ke konsumen," katanya.
Tak disebutkan berapa yang akan diimpor. Tapi sehari setelah
pernyataan itu, muncullah pula berita yang menyedihkan. Lebih
200.000 ton padi musnah dibabat wereng dalam tahun fiskal
1978-1979. Yang berkata begitu tak kurang dari Menteri Pertanian
Prof. Sudarsono ketika rapat kerja dengan Komisi IV DPR, 14 Juni
lalu. Serangan hama yang jahanam itu, dengan bala bantuan tikus
pula, seakan sudah kronis. Dan tahun ini kumat lagi, terutama
sawah-sawah di Jawa Tengah.
Kelincahan Bustanil
Alhasil, beberapa ahli pertanian menaksir produksi pangan
menurun 2% sampai 5% dari perkiraan produksi terendah tahun
lalu, yang 17,5 juta ton itu. Mengingat lebih banyak mulut yang
butuh nasi, tak pelak lagi, impor tahun ini masih akan besar.
Tak heran kalau Bustanil Arifin, Kepala Bulog pagi-pagi sudah
mengkontak berbagal negeri. Mulai dari Muangthai, Taiwan, AS,
Birma, Jepang, juga Pakistan.
Cara membeli dari berbagai negeri itu memang bisa menghilangkan
kesan bahwa Indonesia memang butuh beras banyak. Tapi sebuah
sumber memperkirakan Bulog sudah memborong 1,7 juta ton beras.
Harganya kemungkinan besar sekitar $225 pcr ton, yang merupakan
harga di pasaran internasional. Tapi ada juga yang mengatakan,
berkat kelincahan Bustanil, kita dapat korting. Yang pasti,
impor 200.000 ton yang dari Jepang disertai persyaratan ringan:
dibayar dalam tempo 30 tahun, dengan tenggang waktu 10 tahun dan
tingkat bunga 2 atau 3% setahun.
Menyusul keterangan Menpen Ali 1Oertopo dan Mentan Soedarsono,
maka Ka Bulog Bustanil Arifin pun memberi uraian yang cukup
panjang. Kepada Komisi VII PR, Bustanil mengatakan ada dua
pengertian dari SSB itu, yakni yang relatif dan ahsolut.
Menurutnya, "SSB yang diperhitungkan dicapai pada 1979 itu
adalah yang bersifat relatif, hingga Indonesia masih harus
mengimpor beras." Menurut Bustanil, dalam SSB yang relatif itu
belum lagi diperhitungkan kebutuhan untuk benih, masalah susut,
penyediaan (stock) untuk cadangan, dan sebagainya. Jadi masih
bersifat produksi kotor. Sedang yang absolut, katanya, harus
memperhitungkan semua faktor tadi.
Absolut ataupun relatif, yang pasti, Seperti diakui oleh
Bustanil Arifin, "dalam tahun ini impor beras ternyata lebih
besar dari tahun sebelumnya. " Sekalipun, menurut orang pertama
Bulog itu, produksi tahun ini lebih besar dari tahun lalu.
Diperkirakan impor beras dalam tahun ini akan mencapai 2,2 juta
ton. Sekalipun Ka Bulog tak menutup kemungkinan jumlah itu akan
merangkak menjadi 2,5 juta ton, disebabkan adanya sisa (carry
over) tahun lalu.
Bagaimana pun, dari keterangan ketiga pejabat itu ada satu
persamaan: Indonesia masih belum bisa bebas dari impor beras.
Hanya dalam hal SSB pengertian yang "relatif" dan "absolut" itu
masih membingungkan banyak orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini