Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Swa-sembada dan swa-sembada

Swa sembada beras yang diharapkan berhasil menyetop impor beras, terpaksa belum tercapai. serangan hama wereng masih merajalela. bulog telah bersiap akan mebeli beras dari beberapa negara. (eb)

30 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SSB dikenal sebagai istilah dalam komunikasi radio, single side band. Tapi di Indonesia SSB juga berarti Swa-Sembada Beras. Dan baru-baru ini masalah SSB yang berurusan langsung dengan perut rakyat itu kembali dibicarakan di antara para pejabat penting negeri ini. Pada mulanya adalah Menteri Penerangan di Moertopo, yang selepas sidang kabinet terbatas bidang Ekuin dua pekan lalu, melontarkan kabar gembira "Indonesia dalam tahun ini sudah berhasil mencapai swa-sembada pangan, karena berhasilnya intensifikasi produksi di dalam negeri," katanya. Dari mana Menpen Ali, yang kini kembali berobat mata di Boston, AS, sampai tiba pada kesimpulan itu? "Kebutuhan pangan, terutama beras tahun ini diperkirakan mencapai 17,3 juta ton sedang perkiraan tertinggi 18 juta ton dan terendah 17,5 juta ton," katanya. Maka berdasarkan angka-angka itu, Menpen menilai SSB itu boleh dibilang sudahlah tercapai. Meskipun demikian, toh Menpen mengakui Indonesia masih harus mengimpor beras. Ini mengingat produksi yang 17,3 juta ton itu masih akan tercecer alias susut dalam proses distribusi sampai ke konsumen. "Kan tidak bisa itu beras langsung datang dari produksi ke konsumen," katanya. Tak disebutkan berapa yang akan diimpor. Tapi sehari setelah pernyataan itu, muncullah pula berita yang menyedihkan. Lebih 200.000 ton padi musnah dibabat wereng dalam tahun fiskal 1978-1979. Yang berkata begitu tak kurang dari Menteri Pertanian Prof. Sudarsono ketika rapat kerja dengan Komisi IV DPR, 14 Juni lalu. Serangan hama yang jahanam itu, dengan bala bantuan tikus pula, seakan sudah kronis. Dan tahun ini kumat lagi, terutama sawah-sawah di Jawa Tengah. Kelincahan Bustanil Alhasil, beberapa ahli pertanian menaksir produksi pangan menurun 2% sampai 5% dari perkiraan produksi terendah tahun lalu, yang 17,5 juta ton itu. Mengingat lebih banyak mulut yang butuh nasi, tak pelak lagi, impor tahun ini masih akan besar. Tak heran kalau Bustanil Arifin, Kepala Bulog pagi-pagi sudah mengkontak berbagal negeri. Mulai dari Muangthai, Taiwan, AS, Birma, Jepang, juga Pakistan. Cara membeli dari berbagai negeri itu memang bisa menghilangkan kesan bahwa Indonesia memang butuh beras banyak. Tapi sebuah sumber memperkirakan Bulog sudah memborong 1,7 juta ton beras. Harganya kemungkinan besar sekitar $225 pcr ton, yang merupakan harga di pasaran internasional. Tapi ada juga yang mengatakan, berkat kelincahan Bustanil, kita dapat korting. Yang pasti, impor 200.000 ton yang dari Jepang disertai persyaratan ringan: dibayar dalam tempo 30 tahun, dengan tenggang waktu 10 tahun dan tingkat bunga 2 atau 3% setahun. Menyusul keterangan Menpen Ali 1Oertopo dan Mentan Soedarsono, maka Ka Bulog Bustanil Arifin pun memberi uraian yang cukup panjang. Kepada Komisi VII PR, Bustanil mengatakan ada dua pengertian dari SSB itu, yakni yang relatif dan ahsolut. Menurutnya, "SSB yang diperhitungkan dicapai pada 1979 itu adalah yang bersifat relatif, hingga Indonesia masih harus mengimpor beras." Menurut Bustanil, dalam SSB yang relatif itu belum lagi diperhitungkan kebutuhan untuk benih, masalah susut, penyediaan (stock) untuk cadangan, dan sebagainya. Jadi masih bersifat produksi kotor. Sedang yang absolut, katanya, harus memperhitungkan semua faktor tadi. Absolut ataupun relatif, yang pasti, Seperti diakui oleh Bustanil Arifin, "dalam tahun ini impor beras ternyata lebih besar dari tahun sebelumnya. " Sekalipun, menurut orang pertama Bulog itu, produksi tahun ini lebih besar dari tahun lalu. Diperkirakan impor beras dalam tahun ini akan mencapai 2,2 juta ton. Sekalipun Ka Bulog tak menutup kemungkinan jumlah itu akan merangkak menjadi 2,5 juta ton, disebabkan adanya sisa (carry over) tahun lalu. Bagaimana pun, dari keterangan ketiga pejabat itu ada satu persamaan: Indonesia masih belum bisa bebas dari impor beras. Hanya dalam hal SSB pengertian yang "relatif" dan "absolut" itu masih membingungkan banyak orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus