Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tak ada masalah

Dana two step loan lembaga keuangan internasional yang tersimpan di bank-bank BUMN menjadi modal bagi bank-bank pemerintah untuk mencapai CAR 5%. selain itu, dana dari KLBI dan sisa APBN.

11 April 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENIN, 30 Maret pekan silam, bukanlah sekadar hari kerja rutin bagi bank-bank pemerintah. Di luar perhitungan rugi laba biasa, hari itu merupakan jatuh tempo bagi ketujuh bank BUMN untuk memenuhi batasan CAR 5%. Bank Sentral sudah menetapkan deadline khusus CAR (capital adequacy ratio atau perbandingan modal dengan aset berisiko). Untuk ini tak ada tawar-menawar. Kendati dalam menilai sebuah bank, unsur CAR hanya berbobot 20%, tapi CAR telah membuat banyak bankir kelimpungan. Kalau CAR 5% tidak terpenuhi, vonisnya cukup berat. Bank yang bersangkutan akan divonis tidak sehat -- sebuah kriteria yang kini sangat ditakuti perbankan. Singkatnya, kalau CAR di bawah 5%, kredibilitas mereka diragukan. Berbeda dengan bank swasta yang harus berjuang sendiri mencapai CAR 5% itu, bank-bank BUMN dapat mengandalkan Pemerintah (Departemen Keuangan) sebagai pemilik saham. Yang pasti, bank-bank pemerintah tentu tidak akan ditelantarkan begitu saja. Apalagi ini menyangkut reputasi di mata Bank for International Settlements, lembaga yang mewajibkan CAR bank-bank di dunia ditertibkan. Seorang pejabat di Departemen Keuangan malah sudah menegaskan, "Untuk memenuhi batasan CAR yang 5% itu, tak ada masalah sama sekali. Mereka semua sudah lulus." Sumber dana untuk menutup kekurangan CAR tersebut, rupanya, mayoritas berasal dari two step loan lembaga keuangan internasional (Bank Dunia, Asian Development Bank, dan Bank Exim of Japan), yang selama ini tersimpan di bank-bank BUMN -- sebelum disalurkan kepada para debitur. Menteri Keuangan Sumarlin sudah menyetujui untuk mengonversi dana itu menjadi modal berbentuk pinjaman subordinasi, yakni pinjaman modal dari pemilik saham. Artinya, Pemerintah yang meminjam dana tersebut untuk dipinjamkan kepada bank-bank BUMN. Bunga yang harus dibayar bank-bank BUMN kepada Pemerintah adalah 17% setahun. Sejak tahun silam, cara ini sudah dipikirkan oleh para bankir Pemerintah sebagai upaya penyelamatan yang paling mungkin direalisasikan dalam waktu relatif singkat. Untuk mencari dana melalui go public, saat ini belum mungkin. Status bank-bank pemerintah sebagai persero saja baru disahkan April ini. "Pokoknya, kalau sekadar memenuhi CAR 5%, dana dari two step loan itu sudah sangat memadai," kata pejabat keuangan itu. Di BRI, misalnya, tersimpan two step loan Rp 500 milyar. Sementara itu, untuk menutup kekurangan CAR, dari 2,8% menjadi 5%, BRI cukup menyediakan Rp 400 milyar. Namun, Pemerintah tidak pula seratus persen mengandalkan two step loan. Alasannya, sebagian dana dari mancanegara tersebut bisa disalurkan dalam bentuk kredit investasi. Sebagai penambah modal, sumber dana yang lain adalah KLBI dan sisa APBN -- yang jumlah persisnya belum bisa diungkapkan. Yang pasti, BBD dan BDN (CAR keduanya selama ini di bawah 2,5%) memerlukan perhatian ekstra, karena ekspansi kreditnya selama ini dianggap berlebihan. Menurut sumber di Departemen Keuangan itu, yang paling mencolok adalah pinjaman untuk mendukung usaha Prajogo Pangestu -- pemilik banyak proyek besar yang belum semua menguntungkan. Dengan suntikan dana baru yang seluruhnya sekitar Rp 2,5 trilyun, CAR bank-bank BUMN terselamatkan. Tantangan berikutnya adalah memenuhi CAR 7%, yang batas waktunya Maret 1993. Sampai tahap ini, mungkin CAR baru akan merupakan beban bagi bank-bank BUMN itu. Paling tidak, sumber dananya mungkin akan lebih sulit dicari. Yang bisa dicatat kini, adalah janji Bank Dunia untuk meminjamkan US$ 200 juta. Mungkin juga bisa diharapkan revaluasi aset, misalnya, gedung megah di kawasan Segitiga Emas, Jakarta. Kemudian, boleh juga diandalkan perolehan laba yang ditahan, mengingat status bank pemerintah sebagai persero yang menyebabkan bank-bank BUMN tidak lagi wajib menyerahkan seluruh keuntungannya kepada Pemerintah. Hanya perlu diingat bahwa perolehan laba itu bisa saja lebih kecil, terutama karena ekspansi kredit tidak sebebas dulu, apalagi CAR harus dipertahankan. Mohamad Cholid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus