Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tak percaya perfin ? "rasain lu!"

Importir film beralih jadi produser film nasional, menguntungkan. pt perfin bertujuan melindungi industri film nasional dari pengedar film swasta. produser harus menghasilkan 3 judul film setahun.

11 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA importir film kini bergairah menjadi produser. "Mereka akan berproduksi karena memang sektor ili menguntungkan", ketua Hood Idris dari Konsorsium (importir film) Asia non Mandarin mengatakan kepada wartawan TEMPO Syarief Hidayat. Keuntungan terutama mereka lihat dari film Inem Pelayan Sexy yang memecahkan rekor baru dalam box-office, penjualan karcis. PT Candi Dewi Film, importir, membuat Inem itu pada mulanya sekedar untuk memenuhi kewajiban. Maklum, pemerintah mengharuskan satu produksi nasional untuk tiap 5 judul film asing yang diimpor. Ketentuan demikian dikeluarkan pemerintah guna merangsang importir ketika banyak bioskop, terutama kelas A, ingin memutar film asing melulu, tapi enggan menerima produksi nasional. Pemerintah tampaknya masih belum akan mencabut ketentuan 5: 1 itu. Namun, walau tanpa perangsang sekalipun, bisnis membuat film nasional memsng makin menggiurkan. Sampai Mei lalu, Deppen mencatat, sudah ada 37 judul baru untuk tahun ini dari studio domestik. Dengan iklim sekarang mi, direktur Pembinaan Film Deppen, Sunaryo S.T. menaksir angkanya mungkin mencapai 100 pada akhir '77, dibanding cuma 57 pada tahun lalu. Banyak bioskop, termasuk kelas A, ternyata juga sudah tidak mengeluh lagi bila diwajibkan memutar film nasional. Wajib-putar itu selama ini diatur oleh PT Peredaran Film Indonesia (Perfin) perusahaan yang didirikan tahun 1975 untuk melaksanakan SK 3 Menteri (Penerangan, P & K dan Dalam Negeri), yang bertujuan melindungi industri film nasional. Bulan lalu, PT Perfin membuka cabang di Medan, satu langkah lagi maju sesudah beroperasi di DKI, Surabaya dan Ujung Pandang. Di tempat, di mana PT Perfin sudah berpijak, semua bioskop harus mematuhi kalender pemutaran film nasional yang ditetapkannya. Tapi PT Perfin baru terbukti sukses dalam hal kalender, belum berhasil mengganti peranan broker maupun flatter. Ini disebabkan PT Perfin tidak memiliki uang tunai untuk meminjamkan pada produser. Maka masih sering terjadi, meskipun di DKI sendiri, produser mengedarkan filmnya via broker karena ingin cepat memperoleh uang muka. Jika diedarkannya melalui PT Perfin, kata dirut Zulharmans, "pasti ia lebih beruntung. Lihat, PT Candi Dewi dimakan oleh broker" Ternyata PT Candi Dewi telah menjual pada broker hak mengedarkan Inem di DKI sebanyak Rp 17,5 juta. Dari peredaran tahap pertama saja (122.000 penonton di 9 bioskop DKI), broker sudah meraih hasil Rp 31,5 juta. Kemudian broker itu menjual lagi haknya pada rekannya sebesar Rp 20 juta untuk peredaran tahap kedua. Dan broker kedua itu meraih Rp 25,5 juta dari 11 bioskop (250.000 penonton). Untuk tahap ketiga, broker ketiga sudah menawar pula Rp 20 juta. Dengan demikian Inem di DKI saja bisa kelak menghasilkan sekitar Rp 70 juta, sedang produser menjualnya cuma Rp 17,5 juta. Seyogianya kesemua Rp 70 juta itu bisa masuk ke kantong produser. "Nah, rasain lu kalau tidak percaya sama PT Perfin", komentar dirut Zulharmans. PT Candi Dewi tidaklah akan merugi. Biaya produksi Inem ditaksir berada di bawah Rp 50 juta. Walaupun sudah "dimakan" broker di DKI, menurut dugaan PT Perfin, pada keseluruhannya nanti, yaitu bila dihitung kemungkinan penghasilan karcis di kota-kota lainnya, PT Candi Dewi masih akan bisa beruntung dengan Inem, mungkin sampai Rp 30 juta. Chicha Sukses Inem itu sungguh unik. Umumnya importir yang merangkap produser itu mengharapkan untung besar cuma dari film asing, sedang dari film nasional mereka menyediakan diri rugi, umpamanya 10%. Hingga, akibatnya, produksi mereka biasanya asal jadi, bermutu rendah. Tapi Inem ternyata telah dikerjakan dengan baik, dan berhasil menghibur penontonnya. Film nasional berikutnya yang diduga akan sukses di box-office adalah Chicha, produksi PT Inter Studio. Chicha, suatu film untuk segala umur, kini menunggu giliran beredar di DKI. Dari daftar tunggu antara Juli s/d September - kesemuanya 15 film nasional, sesuai dengan kalender PT Perfin, Chicha adalah terakhir. Besar kemungkinan produsernya tergoda oleh penawaran broker supaya lebih cepat dapat uang. Dan broker sekarang berani menawar tinggi. Maka, Hood Idris dari PT Adhiyasa Film berkata lagi tentang gejala "tambang emas" baru di kalangan perusahaan sejenisnya begini: "Importir tidak mungkin hanya memproduksi 1 judul film saja. Ia harus memproduksi paling sedikit 3 judul setahun".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus