Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Traktor Yang Sedang Menjalar

Tenaga pengolah sawah berkurang. Umumnya beralih ke mata pencaharian lain. Traktor mulai di pakai di Sul-Sel, Sumatera, Bali, dll. Kredit pemerintah diharapkan petani memperlancar perolehan traktor.

11 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Sulawesi Selatan, ada Haji Kubota. Dia bukan orang Jepang. Dia digelari demikian hanya karena traktor kecil bermerek Kubota telah membuatnya sukses di sawah, kemudian mampu pergi ke Mekah. Dan karena ada seminar Mekanisasi Pertanian 1977 dua pekan yang lalu, cerita itu jadi menarik. NV Hadji Kalla Trading Coy, Ujung Pandang, pertama kali memperkenalkan traktor Kubota pada tahun 1974 di daerah itu. Pada mulanya cuma 15 unit terjual. Kaum tani biasa belum tertarik. Cuma beberapa keluarga Bupati setempat membelinya. Tapi setahun kemudian 125 unit terjual, kenaikan 730%. Tahun lalu terjual lagi 250 unit. Ini baru merek Kubota. Merek lainnya seperti Satoh dari PT Indokaya, Shibaura dari CV Andipa dan International Harvester (IH) dari PT Mesintani juga menyusul memasuki bidang pertanian Sulsel selama 2 tahun terakhir ini. Harganya berkisar dari Rp 1,9 juta (12 PK) dan Rp 2 juta (17,5 PK) sampai Rp 4,5 juta (27 PK). Kebutuhan akan traktor jelas meningkat di Sulsel. Kecenderungan sama dijumpai pula di daerah lainnya yang berpenduduk tipis seperti Sumatera Utara, Aceh dan Sumatera Barat. Petani yang bermodal kecil kini bernafsu sekurang-kurangnya membeli traktor tangan, yaitu mesin pembajak yang didorong manusia. Pemakaian kerbau atau sapi untuk mengolah sawah mulai dianggap "ketinggalan" dan lamban. Bagi mereka yang bermodal agak besar, tentu dicarinya traktor-mini yang ada 4 rodanya. Meningkat Gengsi Traktor-mini kabarnya menarik para pemuda yang putus sekolah turun ke sawah. Karena merasa seperti mengendarai mobil di sawah, menurut ir. Syamsuddin Abbas, kepala Dinas Pertanian Rakyat Dati I Sulsel, "ada peningkatan gengsi. Sambil menjalankan traktor, mereka menyandang radio transistor". Kredit Investasi Kecil (KIK) dari bank-bank pemerintah telah banyak membantu petani memperoleh traktor. Terutama di Sulsel, sekitar 507O dari seluruh penjualan adalah melalui KIK sedang dealer pun menyediakan kredit yang bisa dicicil petani ketika panen. Akhirnya, mereka yang bekerja di kantor pun turut membeli traktor untuk disewakan. "Penunggakan kecil sekali", kata Jusuf Kalla, direktur NV Hadji Kalla Trading Coy kepada TEMPO. Tapi KIK traktor di banyak tempat sukar diperoleh. "ProseduMya memakan tempo 5 bulan", Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (KHTI) cabang Cirebon, umpamanya bercerita kepada TEMPO. Di Aceh dan Sumut, menurut manajer ir. Erawan Sutirto dari PT Mesintani (kelompok Masayu-Kiagoos), banyak peminat traktor tapi "belum dapat kami layani" a.l. karena seretnya penyaluran KIK. Maka berkata pula Achmad Ansori Surapati dari PT Indokaya: "Sampai kini tidak semua bank pemerintah rela hati membantu mekanisasi pertanian". Kenapa? Karena Orang Tua di Sawah Ada anggapan bahwa tenaga kerja kita berlebihan. Tanpa traktor, masih banyak manusia yang dianggap bisa memacul di sawah. Penggunaan traktor dikuatirkan akan menambah pengangguran. Tapi di Sumbar, misalnya, anggapan demikian ternyata keliru karena mereka yang masih tinggal di kampung adalah orang tua, sedang orang muda pergi merantau. Mekanisasi pertanian justru sedang digalakkan di Sumbar. PT Indokaya, dengan bantuan Pj. Gubernur Harun Zain, akan mengadakan survai di 5 kabupaten - Limapuluh Koto, Padang-Pariaman, Tanah Datar, Agam dan Solok - gudang berasnya Sumbar. Survai itu bertujuan mengetahui berapa banyak traktor-mini diperlukan dan bagaimana penyaluran dan pemeliharaannya. Berdasar penelitian sementara, menurut PT Indokaya, Sumbar sedikitnya memerlukan sekitar 300 unit traktor berukuran 8,5 PK sampai 15 PK. Bali, yang berpenduduk padat, malah kini kekurangan tellaga kerja di sawah. Karena arus wisatawan banyak, para petani Bali kini lebih suka menjadi pengrajin. Membuat patung dan mengukir kayu lebih menguntungkan bagi mereka sekarang. Maka Bali ditaksir memerlukan 1.000 unit traktor. PT Indokaya, bersama Askrindo dan PT Indonesian Leasing Coy, akan mempromosikannya dengan sistem sewa-beli. Jawa Barat, menurut bekas Cubernur Solihin G.P. yang kini menjadi petani, memang berpenduduk padat tapi pencangkul tradisionil makin berkurang, hingga lebih 40.000 hektar sawah terancam tidak digarap. Berbicara di depan seminar Mekanisasi Pertanian 1977 di Jakarta (25-26 Mei), Solihin menaksir Jabar memerlukan lebih 3.300 unit traktor mini ataupun tangan, supaya sawah seluas itu masih bisa dikerjakan. Sekarang baru ada 550 unit di Jabar. Para pemuda berpindah ke kota, tersedot oleh industri dan proyek pembangunan jalan, demikian Solihin. "Upah mencangkul tanah Rp 350 sehari. 'Ngumpulin puntung rokok di kota bisa dapat Rp 750 sehari". Persoalannya ialah: traktor belum terjangkau oleh sebagian besar petani. KIK, jika bank-bank pemerintah nanti memperlancarnya, memang akan memungkinkan petani memperoleh traktor. Tapi itu saja belum memadai. Masih perlu diusahakan, demikian wartawan TEMPO Yunus Kasim menarik kesimpulan dari pembicaraan dengan berbagai agen traktor, bagaimana supaya harganya bisa lebih ditekan. Sekarang ia dikenakan bea masuk 20% plus PPn impor 10%. Kalau semua pajak itu dibebaskan untuk traktor, sebagaimana halnya terhadap kendaraan niaga, tentu banyak petani akan bisa beli. Tentu saja kalau mereka merasa perlu - dan para insinyur Indonesia belum juga menyajikan teknologi lain yang lebih tepat. Asal jangan keburu digoda gengsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus