Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tak Sekadar Mencari Atap

Berbondong-bondong orang Indonesia membeli apartemen di Singapura. Tiap tahun naik 10 persen.

17 Juli 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR tiga bulan lalu, sebuah media cetak terbesar di Singapura mengabarkan: ratusan unit apartemen dan kondominium di Sentosa Cove laris terjual. Kompleks perumah-an itu baru dibangun di Pulau Sentosa, hanya dua kilometer dari daratan Si-ngapura arah ke selatan. Harga satu unit kondominium di sana paling murah S$ 10 juta atau sekitar Rp 56 miliar.

Maklum, fasilitas bangunan dua lantai yang menghadap pantai itu sangat aduhai. Selain kolam renang pribadi, tiap unit kondominium dilengkapi marina untuk menambatkan yacht. Tapi ini yang paling menghebohkan: sebagian besar bangunan supermewah itu diborong warga negara Indonesia.

”Memang banyak orang Indonesia di Sentosa Cove,” kata Lisa Widjaja, Senior Manager LandPLUS Property Network Pte. Ltd., yang turut memasarkan beberapa unit apartemen di Pulau Sentosa. Menurut Lisa, ketertarikan orang Indonesia membeli aset properti di Si-ngapura tiap tahun terus meningkat.

Tak hanya di Sentosa Cove, orang Indonesia juga rajin membeli apar-temen dan kondominium di pusat Kota Si-ngapura. Harganya di sini rata-rata S$ 2 juta (Rp 11,2 miliar). ”Yang paling tinggi diminati adalah Distrik 9 dan 10,” kata Lisa. Dua distrik itu terletak di sekitar Jalan Orchard, kawasan paling elite dan pusat belanja di Singapura.

Dua pekan lalu Tempo sempat me-nyusuri beberapa kondominium yang terletak di daerah Orchard, River Valley, dan Bukit Timah. Belasan apartemen dan kondominium berjejer di Jalan Ri-ver Valley, yang dapat ditempuh 15 menit berjalan kaki dari Orchard.

Paling mahal adalah Fraser Suites dan River Point. Apartemen serupa da-pat dijumpai di daerah Orange Grove dan Tanglin Road, di sebelah barat Orchard. ”Tiap tahun ada orang Indonesia di sini,” kata seorang staf Treetops Executive Residences di Jalan Orange Grove.

Selain River Valley, Bukit Timah dan East Cost jadi tempat favorit orang Indonesia. Pengutang kakap dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Atang Latief, bermukim di apartemen Wing On Life Garden, di Bukit Timah, yang harganya Rp 14 miliar. Di dekat daerah itu, Direktur Utama PT Danareksa Lin Che Wei juga punya satu unit kondominium di Sixth Avenue. Tapi harganya ”cuma” sekitar Rp 2 miliar.

Semua tempat itu umumnya memili-ki fasilitas standar dan tak ada beda-nya dengan apartemen di Indonesia. Ada fa-silitas olahraga, kolam renang, taman bermain, dan lahan parkir. ”Yang membuatnya mahal, karena dekat Orchard,” kata Lisa.

Tak hanya apartemen sudah jadi yang diburu, bangunan yang belum jadi pun sudah diincar orang Indonesia. ”Apartemen The Sail sudah dipesan orang Indonesia,” kata sumber Tempo. Apartemen yang sedang dibangun ini terletak di Teluk Marina, sebuah kawasan prestisius di pusat pemerintahan Singapura.

Dalam setahun terakhir, perusahaan properti Singapura memang gencar meng-gaet pembeli asal Indonesia. Berbagai iklan promosi apartemen negara pulau itu kini bertaburan di media massa Indonesia. ”Saya juga sering balik ke Indonesia,” kata Lisa. Berbeda dengan di sini, negara jiran itu membolehkan orang asing memiliki apartemen. Yang tidak boleh adalah punya lahan tanah.

Tiap tahun jumlah orang Indo-nesia yang tinggal di Singapura me-ningkat. Dari 70 ribu pada dua tahun lalu, kini sudah naik dua kali lipat. Manajer Pengembangan Bisnis INetwork Solution LLP, Tony Tjong, mengatakan bahwa peningkatan ini disebabkan banyak orang Indonesia menuntut ilmu dan punya urusan bisnis di Singapura.

Mereka kemudian membeli atau menyewa apartemen di sana. Sebagai per-usahaan layanan jasa, INetwork kerap membantu orang Indonesia yang ingin tinggal di sana. Tapi Lin Che Wei me-ngatakan, alasan utamanya membeli apartemen di Singapura untuk investasi. Berbeda dengan di Indonesia, bunga pinjaman bank di sana lebih murah, ya-itu sekitar 3,25 persen.

Lagi pula, tiap tahun harga jual pro-perti di Singapura naik 10 persen. Selain bayang-bayang untung besar, investasi di negara itu lebih terjamin dari sisi stabilitas politik dan aturannya. ”Singapura tetap jadi pasar properti paling me-narik dibanding London, Kuala Lumpur, atau Shanghai,” kata Che Wei.

Beragam alasan memang melatari hij-rahnya orang Indonesia ke negara yang tak lebih luas dari Kota Jakarta itu. Dari alasan pendidikan, usaha, investasi, ga-ya hidup, hingga jadi tempat persembunyian orang yang sedang bermasalah. Kalau soal gaya hidup, kata Tony, ”Orang kaya Indonesia maunya kondo Sentosa Cove.”

Yura Syahrul (Singapura)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus