Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Wamentan: Jual MinyaKita Rp 15.700 per Liter Tak Bakal Bikin Perusahaan Rugi

Dengan harga Rp 15.700 per liter yang ditetapkan pemerintah, Sudaryono juga mengklaim perusahaan tak menjual rugi MinyaKita

13 Maret 2025 | 06.26 WIB

Wakil Menteri Pertanian sekaligus Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog Sudaryono saat ditemui di Kementerian Pertanian, Jakarta, pada Ahad, 9 Februari 2025. TEMPO/Dian Rahma
Perbesar
Wakil Menteri Pertanian sekaligus Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog Sudaryono saat ditemui di Kementerian Pertanian, Jakarta, pada Ahad, 9 Februari 2025. TEMPO/Dian Rahma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menanggapi harga eceran tertinggi (HET) MinyaKita yang tetap Rp 15.700 per liter saat harga minyak sawit mentah (CPO) tengah tinggi. Dengan harga itu, menurut dia, perusahaan sawit dan turunannya yang berkewajiban memenuhi pasokan pasar domestik (DMO) tak akan merugi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sudaryono mengatakan, harga MinyaKita telah mengalami kenaikan secara bertahap sejak diluncurkan 2022 silam. Dengan harga lama yakni Rp 12 ribu hingga Rp 13 per liter, ia mengatakan perusahaan saat itu tetap menenggak untung. Menurut dia, keuntungan itu tetap didapatkan saat harga CPO tak terlalu tinggi. "Ini kan sebetulnya DMO dengan harga khusus itu kan bukan bikin perusahaannya rugi. Tapi pendapatannya yang harusnya tinggi karena harga pasar tinggi (jadi berkurang). Kan dia ada kewajiban dong ke negara. Namanya opportunity loss. Bukan jual rugi," ujar politikus Partai Gerindra kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dengan harga Rp 15.700 per liter yang ditetapkan pemerintah, Sudaryono juga mengklaim perusahaan tak menjual rugi. Ia mengakui perusahaaan memang tak memperoleh keuntungan sebanyak jika seluruh CPO itu diekspor ke pasar luar negeri. Tapi menurut dia, hal itu sudah menjadi kewajiban perusahaan. "Iya dong, kan kita ada kewajiban Ini bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya ya harus didayagunakan untuk kemakmuran rakyat," ujar Sudaryono, yang juga menjabat Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI) ini.

Sudaryono mengatakan, Indonesia merupakan produsen sawit terbesar di dunia. Menurut dia, sebuah paradoks jika minyak goreng langka di pasaran.

Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat sebelumnya mengatakan pangkal praktik kecurangan MinyaKita ini adalah kenaikan harga CPO yang melonjak dalam beberapa bulan terakhir dan produsen yang cari untung sendiri.

Achmad menjelaskan, ketika harga CPO melambung, produsen MinyaKita menghadapi dilema antara mengikuti ketentuan harga eceran tertinggi (HET) Rp 15.700 per liter atau menyesuaikan harga demi keberlangsungan produksi. Sayangnya, ujar dia, sebagian memilih jalan pintas, yakni mengurangi isi kemasan atau menaikkan harga di atas HET. “Ini bukti regulasi harga yang tak adaptif dengan realitas pasar membuka ruang bagi praktik nakal,” ujar Achmad dalam keterangan tertulis, Senin, 10 Maret 2025.

Achmad mengatakan, kebijakan penetapan HET yang kaku dan tak memperhitungkan kenaikan bahan baku membuat produsen menghadapi tekanan biaya produksi. Walhasil, produsen memilih menyelamatkan bisnis dengan mengorbankan konsumen. Padahal, menirut dia, tanggung jawab sosial seharusnya menjadi prioritas dalam penyediaan pangan pokok bersubsidi.

Dalam menghadapi skandal Minyakita, Achmad menilai pemerintah tak cukup memberi sanksi kepada pelaku. Pemerintah juga harus merombak tata kelola produksi dan distribusi minyak goreng rakyat. “Negara harus berpihak penuh pada masyarakat, terutama kelompok miskin yang sangat bergantung pada minyak goreng murah,” ujar Achmad.

Achmad mengatakan, pemerintah harus segera melakukan evaluasi mendalam terhadap HET MinyaKita. Jika harga bahan baku melonjak, HET harus disesuaikan agar realistis.

Tapi Achmad menambahkan, solusi ini harus dibarengi dengan skema subsidi langsung kepada konsumen atau pelaku usaha mikro. Tujuannya, agar mereka tetap memperoleh minyak goreng dengan harga terjangkau tanpa memberatkan produsen.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus