Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tak Semudah Dulu Menjual

Pemerintah ingin membeli kembali saham Indosat dari Singapura. Butuh dana minimal Rp 12 triliun.

9 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIR tahun lalu bisa jadi saat paling sibuk bagi Sugiharto. Menteri Negara BUMN itu menghadap Presiden dan Wakil Presiden untuk melaporkan bahwa tugas sudah dilaksanakan. Sepucuk surat bertanggal 14 Desember 2005 telah dikirim ke Singapore Technologies Telemedia (STT): pemerintah Indonesia ingin membeli 40,77 persen saham Indosat dari perusahaan telekomunikasi Singapura itu.

Hasrat merengkuh perusahaan yang sempat dilego tiga tahun lalu itu pertama kali dilontarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pertengahan tahun lalu. Ketika itu banyak pihak ragu, tak terkecuali dari kalangan pemerintah. ”Uangnya diambilkan dari mana?” kata Aburizal Bakrie, saat itu Menteri Koordinator Perekonomian. ”Pemerintah tidak punya dana.”

Tapi rencana itu menemukan momentumnya ketika masa pengikatan (locked up period) berakhir pada 20 Desember 2005. Salah satu klausul pembelian Indosat memang melarang STT menjual saham Indosat selama tiga tahun kepada pihak mana pun. ”Saya menyampaikan keinginan membeli Indosat karena periode locked up kini sudah selesai,” kata Sugiharto.

Perkara dana, Jusuf Kalla menyebut tiga pihak: pemerintah, Telkom, dan dana internal Indosat. Ketika dijual ke STT, anak usaha Temasek Holdings Pte Ltd, satu lembar saham Indosat dihargai Rp 12.950. Nilai total penjualan kala itu mencapai Rp 5,62 triliun.

Tiga tahun kemudian, nilai nominal saham Indosat sudah dipecah (stock split) lima kali. Selembar sahamnya kini diperdagangkan Rp 5.000-6.000. Bila pemerintah ingin membeli kembali 2,17 miliar lembar saham Indosat, dana yang dibutuhkan minimal Rp 12 triliun—nominal yang terbilang wah bagi republik yang kantongnya sedang kering ini.

Anggota Komisi Telekomunikasi DPR RI, Ahmad Muqowwam, mengaku heran akan rencana yang dianggapnya memboroskan uang negara itu. ”Dulu kita teriak-teriak Indosat dijual murah,” katanya. ”Sekarang pemerintah mau beli lebih mahal.”

Pengamat multimedia Roy Suryo juga mempertanyakan latar belakang keinginan pemerintah. Ketika saham dibeli STT, masyarakat berharap Indosat bakal mampu bersaing dengan Telkom, karena memiliki teknologi maju. Imbasnya, masyarakat dapat menikmati layanan telekomunikasi dengan harga lebih murah. ”Tapi, selama tiga tahun ini, praktis tidak ada yang patut dipuji kinerjanya,” kata Roy.

Lantas, mengapa pemerintah berkeras? ”Ada sektor usaha yang sebaiknya dikelola sepenuhnya oleh pemerintah,” ujar Kalla. Sumber Tempo membisikkan, pemerintah khawatir sejumlah informasi penting di negara ini bocor ke negara tetangga gara-gara menggunakan layanan Indosat. Contohnya, komunikasi Presiden dengan para menteri kerap kali menggunakan blackberry, teknologi teranyar perusahaan tersebut.

Sumber Tempo juga mempertanyakan motif STT menempatkan Ng Eng Ho, jenderal di angkatan bersenjata Singapura, sebagai Wakil Direktur Utama Indosat. ”Ada apa di balik ini?” katanya. Tapi, sejak pertengahan bulan lalu, STT sudah mengganti Eng Ho dengan Kaizad B. Heerjee. ”Lagi pula, Eng Ho punya keahlian lebih di bidang telekomunikasi,” ujar juru bicara STT, Melinda Tan.

Direktur Utama Indosat, Hasnul Suhaimi, membantah adanya kebocoran informasi layanan Indosat ke negeri seberang. ”Kami tidak memiliki alat pemecah kode untuk mendengar pembicaraan orang,” katanya. Sedangkan Melinda mengatakan, sebagai perusahaan berskala internasional, STT sangat menjaga kepercayaan konsumen atas jasa pelayanannya.

Apakah keinginan pemerintah membeli Indosat bakal mulus belaka? ”Kami tidak memiliki rencana mengubah komposisi saham,” tutur Melinda. Menurut dia, Indosat adalah bagian penting dari strategi bisnis STT. Memang, hingga kini penolakan belum disampaikan secara resmi. Toh, tak ada jaminan pula STT tidak berubah pendirian dan tergiur melepas Indosat dengan harga jual dua kali lipat dari harga pembelian dulu.

Yura Syahrul, Agriceli, Mawar Kusuma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus