Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERAYAAN Natal dan Tahun Baru di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Kamis pekan lalu, terasa garing. Sang tuan rumah, Menteri Energi Purnomo Yusgiantoro tak hadir meski tamu datang membanjir. Ia memilih berada di ruangannya dan menerima tamu di sana.
Bisa jadi, keengganan Purnomo menghadiri hajatan itu disebabkan maraknya pemberitaan seputar penggalangan dana untuk penyelenggaraan ajang balap mobil A1 Grand Prix of Nations Indonesia, yang melibatkan departemennya. Melibatkan?
Kontroversi menyeruak setelah diketahui bahwa Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, yang berada di bawah naungan departemennya, telah meminta sumbangan pada beberapa perusahaan tambang. Kebetulan, Chairman PT A1 Team Indonesia, penyelenggara acara itu, adalah adik bungsunya, Donny Yusgiantoro.
Untuk memuluskan rencana itu, surat undangan dikirimkan Dirjen Geologi, Simon Sembiring, kepada para pemimpin perusahaan tambang milik negara dan swasta pada 19 Desember lalu. Surat ditembuskan ke Menteri Energi dan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral dan Batu Bara.
Para pengusaha diminta berkumpul di kantor direktorat pada 20 Desember untuk membahas tindak lanjut kegiatan balap mobil internasional itu. Sehari setelah pertemuan, Vice Chairman PT A1 Team Indonesia, Basuki Widjaja Kusuma, pun langsung berkirim surat kepada Simon dan meminta kabar tentang perusahaan yang akan berpartisipasi.
Tak lupa, nomor rekening panitia di Bank NISP cabang Kwitang, yang akan menampung dana sumbangan, turut dicantumkan. Untuk menindaklanjuti, dua hari kemudian keluarlah surat yang ditandatangani Koordinator Direktorat Pembinaan Program Mineral, Batubara, dan Panas bumi, M.S. Marpaung, atas nama Dirjen.
Surat itu mengimbau perusahaan tambang agar ikut berpartisipasi dan menyukseskan acara balapan mobil itu. Nomor rekening panitia pun tak ketinggalan. Surat-surat itulah yang kemudian memicu kontroversi dan mengundang aneka tafsir. Tudingan pun diarahkan pada Donny Yusgiantoro, yang dianggap memanfaatkan jabatan kakaknya.
Purnomo langsung menampik tudingan itu. Ia mengaku tak tahu-menahu adanya surat-menyurat itu. Perusahaan pun tidak pernah dipaksa untuk menyumbang. ”Silakan dukung, tapi tanpa paksaan,” katanya.
Soal keabsahan sumbangan, Purnomo juga menyatakan tidak ada masalah. Dia merujuk pada Undang-Undang tentang Olahraga, yang mewajibkan pemerintah pusat dan daerah, serta perusahaan negara, untuk mendukung kegiatan olahraga yang mengatasnamakan Indonesia.
A1 GP memang ajang balap mobil dunia yang membawa nama negara, bukan mengusung nama perusahaan mobil seperti F-1. Semula balapan ini akan diselenggarakan pada 13-15 Januari mendatang. Namun, karena keluarga Sheik Maktoum Hasher Maktoum al-Maktoum dari Dubai, penggagas ajang balap mobil ini, sedang berkabung, kejuaraan diundur sebulan.
Marpaung juga menyatakan, surat yang dikirimkannya bukanlah untuk meminta dana, tapi sekadar mengkonfirmasikan perusahaan yang akan menyumbang. Sebab, dalam pertemuan, telah ada kesepakatan untuk membantu program A1.
Dari 15 perusahaan yang diundang di pertemuan itu, hanya delapan yang menyatakan bersedia. Nilai sumbangannya pun maksimal Rp 50 juta. Sumbangan menjadi pilihan mereka, karena paket sponsor yang ditawarkan nilainya sangat mahal, Rp 750 juta hingga Rp 3 miliar.
Untuk menepis berbagai tudingan miring yang beredar, Donny pun buru-buru menegaskan, pihaknya hanya mencari sponsor. ”Kami tidak minta sumbangan,” katanya kepada Tempo.
Apa pun yang dikatakan Donny dan para pejabat Departemen Energi, kasus ini tetap menuai kritik banyak pihak. Komisi Pemberantasan Korupsi bahkan telah bersiap-siap memeriksa pejabat Departemen Energi. ”Kami ingin meminta klarifikasi,” kata Syahruddin Rasul, anggota KPK.
Menurut Koordinator Advokasi Transparency International Indonesia, Anung Karyadi, bagaimanapun panitia bertindak tidak profesional. ”Masak, untuk acara sebesar ini, persiapannya hanya dua bulan,” katanya. Tak heran, panitia akhirnya menempuh jalan yang rawan konflik kepentingan.
Kritik keras juga datang dari Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Luky Djani. Penggalangan dana ala A1 Team Indonesia dinilainya sudah kuno. ”Itu sama saja dengan Orde Baru,” katanya kepada Agriceli dari Tempo.
Luky juga menekankan, dukungan pemerintah semestinya ditunjukkan dengan cara lain, misalnya dengan mempermudah pengurusan izin. Sebab, jika pemerintah terlibat penggalangan dana, peluang terjalinnya interaksi haram dengan pengusaha sangat terbuka. ”Hubungan teman tapi mesra ini yang harus dihindari,” katanya.
Beberapa perusahaan tambang pun tak sepakat dengan cara penggalangan dana ini. Manajer Komunikasi PT Newmont Indonesia, Nunik Maharani Maulana, menilai permintaan itu tak lazim. ”Pejabat minta sumbangan memang sering, tapi biasanya tak membawa nama institusi,” katanya.
Dara Meutia Uning, Ali Nur Yasin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo