Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pemerintah akan merevisi ketentuan tarif batas atas tiket penerbangan kelas ekonomi, baik layanan full service maupun low-cost carrier. Kebijakan itu diambil untuk mengintervensi mahalnya harga tiket pesawat sejak awal tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan rencana evaluasi tarif diputuskan dalam rapat yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, kemarin. "Kami diberi waktu satu minggu untuk menetapkan batas atas baru untuk penerbangan ekonomi," kata Budi seusai rapat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Budi, kebijakan tarif dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi daya beli masyarakat. Rapat kemarin juga dihadiri Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno serta direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri mengatur tiga jenis tarif batas atas berdasarkan layanan penerbangan untuk kelas ekonomi. Untuk layanan full service, tarifnya bisa ditetapkan sebesar 100 persen dari tarif maksimum. Untuk layanan medium service, penetapan tarif batas atas setinggi-tingginya hanya 90 persen dari tarif maksimum. Sedangkan kelas ekonomi dengan layanan no frills service atau low-cost carrier bisa menetapkan tarif batas setinggi-tingginya 85 persen dari tarif maksimum.
Budi mencontohkan, jika tarif batas atas untuk kelas ekonomi full service diterapkan sebesar 85 persen, maskapai lain akan menetapkan tarif lebih rendah lagi. "Paling tidak ada satu penurunan dari itu," ujarnya. Dia memastikan evaluasi tarif ini tidak akan merugikan maskapai. Harga termahal tiket Garuda Indonesia, Budi mencontohkan, saat ini sekitar 60-70 persen dari tarif batas atas pemerintah.
Menteri Rini memastikan Garuda akan mengikuti kebijakan tarif batas atas yang akan ditentukan Kementerian Perhubungan. Tapi dia mengingatkan agar evaluasi tarif batas atas ditentukan dengan melihat struktur biaya masing-masing maskapai. Di Garuda, kata dia, ada beberapa pos anggaran biaya yang masih bisa diubah untuk menyesuaikan penurunan tarif batas atas. "Kami sedang mengeceknya," kata dia.
Adapun Corporate Communications Strategic of Lion Air, Danang Mandala Prihantoro, menyatakan harga jual tiket pesawat saat ini masih berada dalam koridor tarif batas atas. "Itu pada prinsipnya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan, dalam hal ini berbisnis," kata dia.
Kepala Badan Pusat Statistik, Suhariyanto, khawatir mahalnya tarif tiket pesawat berdampak pada penurunan jumlah penumpang. "(Penumpang) angkutan udara, sudah negatif itu," kata dia. Dampak buruk juga akan dialami sektor pariwisata dan industri pendukungnya.
Kondisi ini juga semakin mengkhawatirkan menjelang masa mudik Lebaran 2019. "Itu harus ekstra hati-hati betul mengenai transportasi darat dan sebagainya karena akan lari ke sana semua, karena pesawat mahal sekali," kata Suhariyanto.
DIAS PRASONGKO | HENDARTYO HANGGI | VINDRY FLORENTIN
Beragam Faktor Penentu Harga
Pemerintah mengeluarkan dua aturan terbaru untuk mengendalikan lonjakan harga tiket pesawat. Salah satunya adalah merevisi tarif batas bawah tiket pesawat. Tapi kebijakan itu dianggap masih belum cukup. Kali ini pemerintah akan mengevaluasi tarif batas atas yang diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Berikut ini komponen penghitungan tarif dan alasan maskapai menetapkan harga yang belakangan dinilai terlalu mahal.
Alasan maskapai memasang harga yang kini berlaku
- Fluktuasi nilai avtur
Maskapai mengklaim naik-turunnya avtur tak diiringi penyesuaian pada batas bawah tarif penerbangan.
Padahal, faktor bahan bakar memiliki porsi terbesar
dalam penghitungan harga tiket, yaitu hingga 40 persen.
Nilai tukar rupiah yang tak menentu pun sering
memaksa maskapai merogoh kocek lebih dalam.
- Biaya bandara
Maskapai terdesak tingginya biaya kebandaraan,
baik parkir pesawat maupun tarif kenavigasian.
Dana operasional membengkak.
- Tak melanggar aturan
Maskapai menilai tarif existing tidak melanggar ketentuan batas atas tarif, sehingga sah diberlakukan. Ketentuan batas tarif diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan TBA dan TBB Penumpang Pelayanan Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
VINDRY FLORENTIN | YOHANES PASKALIS PAE DALE | SUMBER: RISET, WAWANCARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo