Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menargetkan pendapatan cukai minuman bergula dalam kemasan (MBDK) sebesar Rp 4,3 triliun pada tahun depan.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan penerapannya melihat kondisi dan situasi ekonomi 2024.
Target penerimaan yang telah ditetapkan pada 2024 belum bisa memberikan kepastian penerapan aturan ini tahun depan.
JAKARTA — Pemerintah menargetkan pendapatan cukai minuman bergula dalam kemasan (MBDK) sebesar Rp 4,3 triliun pada tahun depan. Namun angka tersebut masih bersifat perencanaan.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengatakan penerapan cukai minuman bergula dalam kemasan masih dalam tahap review lintas kementerian/lembaga. “Sambil juga melihat perkembangan dalam pelaksanaan APBN pada 2024,” ujarnya kepada Tempo kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Target pendapatan cukai MBDK tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2023 tentang rincian anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2024. Adapun wacana mengenai penambahan obyek cukai baru untuk produk plastik dan MBDK telah bergulir sejak 2017.
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan kala itu mengeluarkan analisis fisibilitas pengenaan cukai atas minuman berpemanis. Dalam analisis tersebut, tertulis peningkatan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Karena itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar negara-negara anggota melakukan kebijakan fiskal yang dapat mempengaruhi pola konsumsi. Salah satu jenis produksi industri yang harus dapat dikendalikan adalah minuman berpemanis. Pada 2020, DPR melalui Komisi XI telah menyetujui penambahan MBDK dan plastik menjadi obyek cukai baru. Namun penerapannya masih terus molor hingga saat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Target cukai MBDK baru mulai dicantumkan pada RAPBN 2022, lalu kembali dicantumkan pada Rincian Penerimaan Perpajakan RAPBN 2023 dengan besaran Rp 3,08 triliun untuk cukai MBDK. Namun aturan tersebut tidak direalisasi pada 2023. Dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023, target penerimaan cukai MBDK diubah menjadi Rp 0.
Target penerimaan yang telah ditetapkan pada 2024 belum bisa memberi kepastian penerapan aturan ini pada tahun depan. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan penerapannya melihat kondisi dan situasi ekonomi 2024. “Tujuan formalnya sudah oke karena masuk Undang-Undang APBN. Tapi bisa diimplementasikan kalau sudah ada PP-nya,” katanya. Tarik-ulur penerapannya masih akan terjadi. Menurut Nirwala, hal itu karena kepentingan kesehatan dan kepentingan industri biasanya berbeda.
Hal yang sama disampaikan peneliti Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), Olivia Herlinda. Menurut dia, cukai seharusnya sudah bisa diterapkan. “Tapi memang tantangannya adalah banyak sekali lobi-lobi industri juga,” ujarnya.
Dia mengatakan aturan ini tidak mudah diterima semua kementerian atau lembaga. Salah satunya Kementerian Perindustrian yang mandatnya meningkatkan jumlah penjualan.
Penerapan cukai minuman bergula dalam kemasan pada 2024 juga akan mengalami tantangan, terlebih menghadapi tahun politik. “Tentunya pemerintah punya banyak pertimbangan untuk tidak melakukan dan menerapkan kebijakan yang tidak populer,” kata Olivia. Ia juga melihat bahwa upaya pemerintah untuk melakukan promosi dan presentasi mengenai aturan ini masih sangat lemah.
Pekerja tengah menata minuman di Transmart Cempaka Putih, Jakarta, 2 Januari 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Urgensi Cukai Minuman Bergula dalam Kemasan
Hasil riset kesehatan dasar terakhir Kementerian Kesehatan pada 2018 juga menunjukkan adanya peningkatan prevalensi obesitas dan penyakit tidak menular secara substansial selama lima tahun terakhir, terutama hipertensi, stroke, diabetes, dan gagal ginjal kronis.
Dari data tersebut, tujuh dari sepuluh penyebab kematian di Indonesia adalah penyakit tidak menular, dan diabetes menempati posisi ketiga dari daftar penyebab kematian tertinggi tersebut. Mengingat kontribusinya pada peningkatan beban kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak menular, cukai minuman bergula dalam kemasan harus segera diberlakukan untuk membatasi tingkat konsumsi yang tinggi.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tirmizi mengatakan lembaganya terus mendorong cukai minuman bergula dalam kemasan segera diterapkan dengan terus mempertimbangkan kajian dan masukan dari para ahli. “Penerapan cukai bagian dari sisi fiskal. Tapi yang terutama adalah pengendalian, mengingat dampak buruk konsumsinya yang panjang,” kata Nadia kemarin.
Adapun anggota DPR komisi XI Amir Uskara menjamin pembahasan cukai minuman bergula dalam kemasan tetap menjadi prioritas karena merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. “Aturan ini merupakan bagian dari amanat undang-undang untuk memperluas basis obyek barang kena cukai baru,” katanya.
Amir mengaku terus berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk memastikan teknis pemungutannya. Dengan begitu, hasil dari cukai minuman bergula dalam kemasan bisa membantu tambahan dana kesehatan.
Menurut dia, target utama pengenaan cukai bukanlah besaran anggaran karena tujuan pengenaan cukai adalah mengendalikan konsumsi barang yang berisiko bagi kesehatan dan lingkungan. “Output akhirnya adalah perubahan perilaku masyarakat, misalnya mengurangi konsumsi minuman berpemanis dan menjadi lebih sehat.”
ILONA ESTERINA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo