Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Produk Tekstil Impor Banjiri Pasar Domestik

Industri berencana ajukan safeguard untuk sektor garmen.

22 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Produksi kain denim di PT Sansan Saudaratex Jaya, Cimahi, Jawa Barat, 5 Februari 2020. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Industri tekstil dan produk tekstil diprediksi semakin terjerembap menghadapi triwulan ketiga tahun ini. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan peluang pemulihan ekonomi pada masa transisi nyaris hilang sama sekali. Redma menuturkan kondisi industri tekstil masih sama seperti triwulan kedua lalu. "Kami mengira triwulan ketiga bisa kembali menikmati pasar domestik seperti triwulan I, tapi pasar kembali dibanjiri produk impor,” ujarnya, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Redma mengatakan utilisasi industri masih sekitar 30 persen. Karyawan yang sempat dirumahkan belum bisa berproduksi kembali karena stok pasar masih melimpah akibat pembatasan sosial pada triwulan sebelumnya. Menurut dia, jika industri memaksakan untuk berproduksi, produk tersebut terancam tak terserap lantaran pasokan lama belum keluar.

Padahal, kata dia, permintaan akan produk tekstil sudah mulai menggeliat. Namun, pertumbuhan industri hulu ataupun hilir belum terasa. Redma mengatakan pasar dalam negeri masih dibanjiri oleh produk impor, baik dalam bentuk kain maupun pakaian jadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk menekan laju impor, industri berencana kembali mengajukan pengamanan perdagangan (safeguard) untuk sektor garmen. "Lonjakan impor terjadi pada kain dan juga sebagian besar garmen. Apalagi impor dari Cina karena industri mereka mulai pulih, ditambah masih ada stok lama sehingga dijual murah," kata Redma.

Sekretaris Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, Kevin Hartanto, mengatakan penerapan safeguard harus dilakukan lantaran pabrikan garmen di Cina mulai beroperasi dan sedang mencari pasar produk tekstilnya. Sebaliknya, pabrikan garmen lokal masih sempoyongan akibat rendahnya permintaan. "Negara tetangga kawasan Asia misalnya, sekarang berlomba-lomba memproteksi pasar dalam negeri untuk menjaga kelangsungan hidup industrinya," ujarnya.

Kevin mengatakan asosiasi sedang mempersiapkan pengajuan safeguard untuk produk garmen kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). Meski pemerintah sebelumnya sudah menetapkan bea masuk pos tarif produk impor. "Pos tarif yang belum kena tarif tahu-tahu melonjak pada tahun ini," tuturnya.

Ketua KPPI Kementerian Perdagangan Mardjoko mengatakan sedang menganalisis sejumlah komoditas yang berpotensi melonjak selama masa pandemi, termasuk tekstil dan produk tekstil. Dia menuturkan potensi lonjakan impor ini sudah tercium sejak beberapa bulan terakhir. Apalagi setelah industri di Cina dan Korea mulai pulih. "Dugaan ini akan ditindaklanjuti sepanjang mereka sampaikan data statistik. Namun, dugaan lonjakan ini sudah disinggung, dan memang ada rencana (pengajuan) dari produsen garmen," ujarnya.

LARISSA HUDA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus