Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bayangkan saja kalau utang seperti itu harus ditanggung di masa krisis ini. Apalagi kalau si pemegang kartu itu terkena PHK. "Maka, jangan sampai menggunakan kartu kredit 30 persen di atas pendapatan per bulan. Sama saja dengan terjerat utang," kata Agus Pambagio, Wakil Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Tapi, bagaimana kalau sudah telanjur? Ya, minta pengampunan utang. Bank BCA, sebagai salah satu penyelenggara, menawarkan penjadwalan ulang. Kalau si nasabah benar-benar bangkrut, pihak bank BCA bisa melego barang-barang berharga milik pengutang. Sedangkan di Citibank, klien yang sudah tidak sanggup membayar bisa minta tidak dibebani bunga dan hanya membayar utang pokoknya, dengan beberapa kali cicilan.
Cara-cara penyelesaian kredit macet pengguna kartu kredit seperti itu memang ditawarkan oleh pihak penyelenggara kartu kredit. "Fasilitas seperti itu sebenarnya sudah lama, tapi pada saat krisis seperti ini peminatnya jadi banyak," kata seorang customer service Citibank. Bahkan, kalau seorang pemakai kartu kredit merasa kesulitan bernegosiasi utang, YLKI bersedia membantu berunding dengan pihak bank.
Antrean kredit macet dari sekitar 2,4 juta pelanggan kartu kredit di Indonesia makin panjang saja. Untuk BCA, misalnya, kartu kredit yang macet dan bermasalah jumlahnya naik hingga 10 persen dari 250 ribu nasabah. Padahal, sebelum resesi, pihak BCA mengaku tidak tertimpa kredit macet uang plastik. Beberapa bank yang dihubungi TEMPO juga mengaku bahwa tanggungan kredit bermasalahnya bertambah.
Kalau demikian, bagaimana cara penyelenggara menyiasati pembengkakan jumlah kartu kredit macet? Bank BNI, yang baru terjun ke bisnis kartu kredit pada Desember 1997, membatasi peredaran kartu kredit hanya pada orang-orang yang punya hubungan bisnis dengan bank itu.
Bank-bank lain memilih memperketat seleksi calon nasabah. Beberapa bank lainnya mensyaratkan calon pengguna untuk memiliki deposito dalam jumlah tertentu. Deposito itu tidak boleh dicairkan dalam jangka waktu tertentu.
Dalam kondisi sulit begini, apakah bisnis kartu kredit masih bermasa depan? "Prospek, sih, masih ada, kartu kredit kan saat ini bukan lagi prestise, tapi kebutuhan," kata Willy Santoso, Manajer Umum BCA Card. Walaupun pangsa pasar menciut, kartu kredit masih tetap bisa dijadikan ladang bisnis. Paling tidak untuk memelihara para pelanggan yang lama, demikian menurut Willy. Jadi, masih saja terjadi persaingan menarik pelanggan baru kartu kredit di masa krisis ekonomi. "Walaupun repot, potensi masih ada," kata Rudy N. Hamdani, Wakil Presiden Bank Internasional Indonesia (BII), yang mengaku masih menargetkan pertumbuhan pelanggan 6 persen dari 340 ribu yang sudah ada.
Persaingan tentulah makin keras. Pihak penyelenggara berlomba-lomba menawarkan berbagai fasilitas, mulai dari asuransi gratis, kemudahan berbelanja di ribuan toko di dunia, hingga bonus belanja gratis dan bepergian gratis. Semua fasilitas tersebut adalah "warisan" dari persaingan di masa ekonomi sedang jaya-jayanya dulu. Sialnya, jika Anda tak hati-hati sekarang ini, fasilitas "wah" seperti itulah yang menjadi perayu dan perangkap bagi pemegang kartu. Jadi, "Kalau tidak punya uang, mending nggak usah beli apa-apa," saran Agus (lihat Bagaimana Menggunakan Kartu Kredit di Masa Krisis).
Kalau Anda tetap ngotot ingin punya kartu kredit, pilihlah bank penyelenggara yang paling kredibel. Sebab, "Banyak toko di mancanegara yang tidak menerima kartu kredit yang diterbitkan oleh bank Indonesia," kata Agus. Hanya kartu terbitan bank asing yang selalu lolos "sensor", di mana pun dan kapan pun. Meski demikian, tetap saja Anda perlu berkalkulasi dengan cermat, misalnya menghitung kurs mata uang di negara tempat Anda belanja terhadap rupiah kita. Menggesek sih enak, tapi tagihan bulanan akan membuat Anda melotot.
Mau lebih hemat? Pakailah kartu debet. Kartu model ini akan "mengambil" simpanan uang Anda di bank, setiap kali Anda berbelanja, sejumlah yang Anda belanjakan. Menurut Agus, kartu debet ini jelas jauh lebih aman dipergunakan di masa krisis ini. Sayangnya, masih sedikit bank di Indonesia yang mengeluarkan produk kartu debet. Sebut saja Bank Bali dan BII, yang punya produk kartu debet. Sedangkan BCA dapat mendebet langsung ke rekening nasabah, kalau sudah ada persetujuan dari pemegang kartu kredit yang juga nasabah BCA.
Di BII, contohnya, kartu debet ternyata lebih menarik daripada kartu kredit. Pelanggan kartu debet jauh lebih besar daripada kartu kredit, yaitu 1,2 juta berbanding 340 ribu. Padahal, bagi bank, bisnis kartu kredit jauh lebih menguntungkan daripada kartu debet. Selain dari bunga, pengelola kartu kredit mendapat pendapatan dari iuran masuk dan iuran tahunan. Juga?ini penting?denda keterlambatan pembayaran. Sedangkan pada kartu debet, untungnya hanya biaya administrasi.
Nah, terserah Anda, pilih low profile tapi aman atau pilih keren tapi bokek.
Bina Bektiati dan Dewi Rina Cahyani
Tips Memakai Kartu Kredit di Masa Krisis 1. | Jangan menganggap kartu kredit sebagai pendapatan tambahan. | 2. | Jangan menggunakan kartu kredit 30 persen lebih besar dari total pendapatan karena Anda pasti terjerat utang. | 3. | Jangan mengambil uang tunai dari kartu kredit karena selain terkena biaya administrasi juga terkena bunga. | 4. | Jangan punya kartu kredit lebih dari satu karena beban bunganya terlalu besar. | 5. | Kalau sudah tidak sanggup membayar, gunting kartu di depan bagian pelayanan dan minta penghapusan bunga. Lalu, mintalah penjadwalan ulang utang Anda. | 6. | Lebih baik menggunakan kartu debet. | |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo