WARGA kota Beijing masih lalu lalang di Jalan Xidan seperti
hari-hari sebelumnya. Xidan Wall, dinding tempat penempelan
poster, yang terletak dekat stasiun bis di sebelah barat
lapangan Tien An Men masih berdiri kokoh. Tapi tembok yang
sempat merampas perhatian rakyat 1 tahun belakangan, kini cuma
dinding bisu, dan tak lagi menarik mereka.
Mengapa? SIT (Surat Izin Tempel) poster di Xidan Wall, dikenal
juga sebagai Dinding Demokrasi, dicabut oleh Pemerintah
Kotapraja Beijing, pekan lalu. "Banyak poster yang dipasang
menyerang kebijaksanaan modernisasi pucuk pimpinan partai,"
tulis koran Beijing Jih Pao mengutip Komite Revolusioner
Beijing.
Tuduhan penyalah-gunaan DD, menurut ukuran penguasa RRC
tentunya, tampak cukup berdasar. Oktober lalu, Wakil Perdana
Menteri, Deng Xiaoping dikecam oleh Wai Jingsheng, redaktur
majalah bawah tanah Tansuo (Eksplorasi) lewat dinding tembok di
Jalan Xidan. Deng, penganut paham pragmatis, dikritik dari sudut
kepemimpinannya. Ia dituduh memakai kedok demokrasi hanya untuk
melicinkan garis kebijaksanaannya.
Dalam poster yang sama, Wei juga membabat ajaran Marx, Lenin,
dan Mao. "Kediktatoran proletariat tidak ada," tulisnya. "Yang
ada cuma monarki feodalisme terselubung." Ia menambahkan gagasan
trio dedengkot komunis itu tidak lebih baik dari apa yang
dijajakan para pedagang obat di pinggir jalan.
Wei, atas perbuatannya itu, ditangkap. Ia dijtuhi hukuman 15
tahun penjara. Sejak itu pengawasan terhadap DD tampak
diperketat. Polisi Beijing, dikabarkan, tak segan-segan turun
tangan merobek poster -- menurut Beijing Jih Pao ditulis
kelompok ultra demohrasi -- yang dianggap kontra revolusioner.
Maklum di tembok yang panjangnya hampir 100 m itulah para
wartaan asing dan rakyat awam sering mendapatkan
'pikiran-pikiran baru' yang tak ditulis di koran pemerintah.
Komplotan Empat
Tokoh pertama yang dikecam di DD bukanlah Deng. November 1978,
semasa hidupnya diagungkan sebagai tokoh tanpa cela, dikritik
oleh sekelompok buruh petani lantaran menjelang hayatnva
merestui gerakan 'Komplotan Empat' di bawah pimpinan Jiang Qing,
istrinya. Juga sejumlah tokoh dan kebijaksanaan pemerintah
dipertanyakan dan dikritik di DD.
Jauh sebelum Pemerintah Kotapraja Beijing memberangus DD,
Panitia Tetap untuk Komite Rakyat Nasional Cina (KRNC) sudah
mencium penyalah-gunaan media tak resmi itu. Beberapa poster
dinilai, "mengancam kehidupan demokrasi dan persatuan bangsa."
Juga disinyalir adanya campur tangan dalam penulisan
poster-poster. "Tidak boleh dibiarkan orang berbuat sesukanya,
sementara banyak orang asing menempelkan telinga mereka di
tembok itu," kata Xu Deheng, Wakil Ketua Panitia Tetap KRNC.
Berakhirkah riwayat DD? Sukar ditebak. Sebab, 2 hari sesudah
Pemerintah Kotapraja Beijing mengeluarkan keputusan, di DD
muncul poster yang menentang pemberangusan. Poster tak bernama
itu menuduh keputusan penguasa ibukota RRC tak beda dengan
kelakuan kelompok ultra kiri yang bersekongkol dengan 'Komplotan
Empat'. "Percayalah, sesudah Dinding Demokrasi Xidan diberangus,
banyak Dinding Demokrasi akan muncul di berbagai tempat," tulis
poster tersebut.
Beberapa hari kemudian DD memang muncul dalam format yang lebih
kecil, dan bukan di Jalan Xidan. Cuma tak disebutkan kritik apa
yang ditulis rakyat di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini