Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Temuan Beras Impor Berkutu, Bapanas: Cek Semua Gudang Bulog, SPHP Tetap Jalan

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, stok beras impor yang disebut berkutu di gudang Perum Bulog masih dapat dikonsumsi.

15 Maret 2025 | 08.12 WIB

Tumpukan beras Bulog di Kemayoran.
Perbesar
Tumpukan beras Bulog di Kemayoran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi meminta agar memeriksa seluruh gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengetahui kondisi beras secara keseluruhan. Hal tersebut berkaitan dengan temuan stok beras impor berkutu di gudang perusahaan pelat merah tersebut. “Cek seluruh gudang Bulog, kemudian dilakukan fumigasi atau perawatan beras supaya tidak ada kutu. Mereka (Bulog) sudah paham caranya,” ujar Arief kepada Tempo, Kamis, 13 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, Arief memastikan program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) beras sebanyak 150 ribu ton di tiga zona tetap berjalan. Ia berharap, beras SPHP sampai di tangan masyarakat sesuai harga yang telah ditetapkan pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Di operasi pasar, beras SPHP dipatok dengan harga Rp 12.000 per kilogram di zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi. Sedangkan di zona 2 yang meliputi Sumatera kecuali Lampung dan Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan, harganya dipatok Rp 12.300 per kilogram. Di zona 3, Maluku dan Papua, harganya lebih mahal, yakni Rp 12.600 per kilogram.

Per 10 Maret, realisasi penyaluran beras SPHP di tingkat konsumen selama Ramadan ini telah menyentuh angka 15,9 ribu ton atau 10,64 persen dari target 150 ribu ton. Dengan adanya penyaluran kembali program SPHP beras ini, pemerintah mengklaim dapat memperkuat kestabilan inflasi beras.

Arief mengatakan, stok beras yang disebut berkutu di gudang Perum Bulog masih dapat dikonsumsi. Tapi beras berkutu itu harus lewati proses fumigasi atau pengendalian hama. "Masih (bisa dikonsumsi), beras kutu itu artinya berarti beras itu tidak mengandung chemical yang berlebihan," ujarnya.

Eks Kepala Dewan Pengawas Bulog ini menjelaskan, beras di gudang Bulog harus mendapatkan perawatan secara berkala. Perawatan ini dilakukan untuk memastikan beras masih layak untuk disalurkan kepada masyarakat. Adapun jika sudah telanjur berkutu, ujar dia, beras dapat melalui proses fumigasi.

Opsi mengalihkan beras berkutu untuk pakan ternak menurut Arief sebaiknya menjadi alternatif terakhir. Ia mengatakan, kondisi beras harus diperiksa terlebih dahulu. Kutu, ujar dia, biasanya berada di luar beras. Sedangkan di dalam beras, perlu diperiksa apakah kondisinya hancur atau tengik.

Temuan beras berkutu diungkap Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto. Dia menemukan sisa beras impor tahun lalu yang disimpan di gudang Perum Bulog di Yogyakarta sudah tak layak konsumsi. Saat kunjungan di masa reses ke Yogyakarta, ia dan tim meninjau gudang Bulog. “Di situ kami menemukan masih banyak beras-beras sisa impor yang lalu di dalam gudang Bulog itu yang sudah banyak kutunya," ujar Titiek. Ia meminta kemeterian segera mengelola beras tersebut yang dinilainya sudah tak layak jual.

Menurut Menteri Pertanian Amran Sulaiman, temuan beras yang tak layak konsumsi tak hanya terjadi di Yogyakarta. Ia mengaku mendapatkan laporan Bulog yang mengungkapkan, ada 100 ribu hingga 300 ribu ton dari total 1,9 juta ton stok beras impor di seluruh Indonesia yang tak layak konsumsi. Sedangkan di Yogyakarta, menurut dia, ada 10 ton beras tak layak.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus