Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tergiur Brosur Monalisa

Sebuah perusahaan investasi mulai seret mengembalikan duit ribuan nasabahnya. Dana yang mereka investasikan ditaksir Rp 3,5 triliun.

26 Februari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 2.000 orang ramai-ramai menyerbu ruang pertemuan di Balai Sarbini, Plaza Semanggi, Jakarta, Rabu dua pekan lalu. Mereka bukanlah pendukung bintang Indonesian Idol, ajang kompetisi penyanyi remaja yang biasa diselenggarakan di sana. Mereka nasabah produk investasi portofolio yang sedang dilanda kegundahan.

Gara-garanya, terdengar kabar bahwa pembayaran yield atau bunga atas produk yang diterbitkan oleh Dressel Investment Limited itu tersendat dalam tiga bulan terakhir. Apalagi investor di cabang Surabaya ramai-ramai menarik dananya sejak Desember lalu, yang merembet ke kota-kota lain. Perasaan waswas pun menghantui nasabah.

Kecemasan mereka hendak diredam. PT Wahana Bersama Globalindo sebagai agen pemasaran Dressel di Indonesia pun mengundang mereka ke Balai Sarbini. Lantaran jumlah pengunjung melebihi kapasitas gedung yang cuma bisa menampung 1.300 orang itu, pertemuan pun dibagi dalam dua sesi, pukul 10.00 dan 14.00. Pada sesi kedua, Balai Sarbini terasa penuh dan sesak.

Beberapa investor bertanya sambil teriak-teriak. ”Mereka ngedumel karena khawatir duitnya hilang,” ujar seorang investor yang ikut pertemuan. Krisno Abiyanto Soekarno, Presiden Direktur Wahana Globalindo, yang hadir dalam pertemuan itu, berupaya menenangkan situasi yang makin panas. Para pemilik duit itu ramai-ramai meminta pengembalian uang dalam waktu singkat.

Wahana akhirnya menyepakati dua solusi. Bagi nasabah yang tetap akan menarik dananya, pembayaran akan dicicil mulai Mei nanti sebesar 5 persen per bulan selama 20 bulan. Sedangkan bagi yang tidak menarik dana, dijanjikan tetap menikmati bagi hasil sebesar 12 persen per tahun, lebih rendah dari sebelumnya. Bagi hasil itu akan dibayar setiap tiga bulan sekali.

Pada awalnya, penarikan dana masih bisa dipenuhi karena Dressel sudah mengalokasikan dana cadangan. Namun, karena cadangan habis, kewajiban kepada nasabah akan ditalangi oleh Megarise Investment dari Singapura. Perusahaan ini, menurut Manajer Komunikasi Pemasaran Wahana Globalindo Yolinda Sahelangi, yang akan menjamin pembayarannya, baik untuk bagi hasil maupun pokoknya. ”Dressel percayakan kepada Megarise sebagai penjamin.”

Tak jelas mengapa Megarise bersedia menalangi kewajiban Dressel. Yolinda mengaku bahwa hal itu telah diputuskan antarbos perusahaan. Namun atasan Wahana tak bersedia menjelaskan. Wilita, yang mewakili Megarise, hanya berkomentar sedikit soal ini. ”Itu masih tahap transisi, hubungi Wahana saja,” kata Wilita balik melempar.

Padahal dana yang ditanam investor tidak sedikit. Minimal setiap investor harus membeli satu unit produk investasi senilai US$ 5.000 atau Rp 45 juta untuk produk Sportmans dan sebesar US$ 10.000 per unit untuk produk GMP. Namun nasabah yang menanam hingga miliaran rupiah juga lumayan banyak, karena membeli sekaligus puluhan atau ratusan unit.

Menurut sumber Tempo yang menelusuri investasi ini, total nasabah di Indonesia mencapai 10.000-an orang dengan nilai investasi sekitar US$ 385 juta atau kurang-lebih Rp 3,5 triliun. Mereka berasal dari pelbagai kalangan. Ada pengusaha, pedagang, pejabat pemerintah, aparat pajak, dan anggota DPR atau yayasan. ”Banyak di antara mereka adalah tokoh yang sudah dikenal,” kata sumber ini.

Mereka tertarik dengan produk ini bukan saja karena yield yang ditawarkan lebih besar daripada bunga deposito. Malah ada yang mengaku bisa mendapatkan bunga 2 persen per bulan dengan jangka waktu investasi enam bulan. Mereka juga terpengaruh oleh cara pemasaran yang agresif: tidak hanya menghubungi melalui telepon, tapi juga mendatangi kantor atau dari rumah ke rumah.

Brosur promosinya dicetak luks. Kertasnya tebal, mengkilap, dengan gambar sampul berwarna biru berhiaskan kompas dan burung rajawali. Profil para pengurus Dressel juga disertakan. Duit diputar untuk produk derivatif, properti, manufaktur, tambang emas, pembiayaan proyek, teknologi, kekayaan intelektual, dan barang antik. Lukisan Monalisa dan gedung-gedung pencakar langit yang entah diambil dari mana gambarnya juga dipajang.

Iming-iming yang ditawarkan sangat menarik. Direktur Operasi Wahana Globalindo Paimin Landung mengakui bahwa investor bisa saja mendapatkan bunga hingga maksimal 24 persen. Namun sesungguhnya yield yang diperoleh setiap investor sangat bervariasi. ”Bahkan, dalam perjanjian, Dressel tidak pernah menetapkan berapa yield yang diterima nasabah,” ujar Yolinda. ”Kami kemukakan pahitnya, bukan manisnya saja.”

Bukan hanya itu. Dalam perjanjian kontrak juga tak disebutkan ke mana Dressel menginvestasikan dana nasabah. Kalaupun ada, hanya jenis investasi secara umum yang disebutkan oleh pengelola investasi yang berbasis di British Virgin Islands itu. Jadi yang tahu ke mana investasi detailnya hanya Dressel. ”Wahana hanya sebagai penghubung,” kata Yolinda.

Namun, menurut Yolinda, nasabah Dressel umumnya orang yang sudah terbiasa mengikuti perkembangan investasi global dan memahami risiko bisnis macam ini. Jadi tak aneh jika banyak yang tertarik. Beberapa di antaranya adalah pelaku bisnis yang bisa mengatur kapan duit diinvestasikan dan kapan dipakai untuk bisnis. ”Karena itu, mereka tidak ikut-ikutan menarik dananya dari Dressel,” katanya.

Dressel sesungguhnya bukanlah satu-satunya pemain investasi yang menjala duit di Indonesia. Bak jamur di musim hujan, tak sedikit perusahaan sejenis yang menawarkan berbagai jenis produk investasi, seperti Oilpods.com dan Sarana Perdana International Pte. Ltd.—keduanya berpusat di Singapura. Ada juga Platinum Investment atau Swiss Mutual. ”Yang lain masih banyak lagi,” ujar bankir investasi kawakan Roland Haas.

Persaingan di dalam bisnis ini memang ketat. Menurut seorang praktisi di perusahaan investasi, penarikan dana di Wahana cabang Surabaya awalnya juga dipicu oleh persaingan rebutan nasabah. ”Bekas karyawan Wahana yang pindah ke perusahaan lain membujuk nasabah agar beralih ke mereka,” katanya.

Apalagi masyarakat Jawa Timur dikenal suka berspekulasi. Ketika ada satu produk ditawarkan dengan imbalan menggiurkan, mereka ramai-ramai menyerbu. Namun, ketika orang ramai-ramai menarik diri, yang lain pun ikut-ikutan. ”Karena merembet ke cabang lain, dalam satu bulan penarikan dana di Wahana Globalindo mencapai empat kali lipat dari biasanya,” kata praktisi itu.

Roland mengingatkan agar investor hati-hati dengan investasi semacam ini. Di dunia, investasi seperti ini ribuan jumlahnya dan setiap hari selalu ada yang baru. Namun, di Indonesia, tawaran seperti ini semakin subur karena celah hukum yang lemah serta pengetahuan masyarakat akan investasi yang kurang. ”Apalagi mereka diiming-imingi bagi hasil lumayan,” ujarnya.

Karena itulah Roland mewanti-wanti agar calon investor cermat. Jangan mudah terkecoh foto produk dan industri yang ditempelkan di website mereka agar terlihat meyakinkan. Padahal, ketika ditelusuri, tak ada prospektusnya. Manajemennya bukan ahli investasi yang punya sertifikat dari badan pengawas pasar modal setempat. ”Pokoknya, lihat dulu track record, prospektus, sejarah, pengalaman, dan siapa manajer investasinya.”

Heri Susanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus