Kursi nomor satu Pertamina tampaknya akan selalu panas. Tak terkecuali bagi Martiono Hadianto. Belum dua bulan menduduki kursi Direktur Utama Pertamina, ia sudah dihadang persoalan rumit: soal pemakaian perusahaan jasa asuransi. Martiono melihat, setidaknya untuk sementara ini, hanya asuransi Tugu Pratama Indonesia yang mampu menjamin aset-aset Pertamina. Tapi Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro Mangkusubroto menilai, pemilihan siapa yang bisa menjamin aset Pertamina harus dilakukan melalui tender.
Di zaman ketika semangat antikolusi sedang menyala-nyala, Tugu memang gampang menjadi sasaran tembak. Asuransi yang mengkhususkan diri dalam penjaminan bisnis minyak ini 35 persen sahamnya dimiliki kelompok Nusamba. Yang disebut terakhir itu, seperti semua orang paham, dianggap sebagai tangan bisnis keluarga Soeharto. Mayoritas saham Nusamba dimiliki oleh yayasan-yayasan yang diprakarsai bekas Presiden RI ini.
Boleh jadi lantaran beking pemiliknya itu, Tugu begitu kuat bercokol di Pertamina. Selama 18 tahun terakhir, sekitar 60-70 persen bisnis Pertamina diasuransikan kepada Tugu. Untuk itu, setiap tahun perusahaan negara ini harus membayar kontrak US$ 120 juta. Sungguh sebuah jumlah yang tak kecil. Karena itu, ketika Pertamina memangkas 159 kontrak kerja sama yang berbau kolusi dan nepotisme, akhir tahun lalu, Tugu termasuk yang pertama kena tebas.
Tapi Martiono mengaku terdesak waktu. Ketika kontrak penjaminan aset habis Januari lalu, ia belum punya calon lain. Padahal bisnis minyak tak bisa berputar tanpa beking asuransi. Martiono kelabakan. Maklumlah, nilai seluruh aset yang harus dijaminkan mencapai US$ 50 miliar.
Karena itu, Martiono mengambil jalan pintas: untuk sementara memperpanjang kontrak. Ia berjanji kontrak perpanjangan dengan Tugu belum final dan cuma berlaku sebulan. "Saya tak bisa menunggu," katanya seraya menambahkan bahwa rapat mengenai perpanjangan kontrak itu akan dilakukan pada akhir bulan ini.
Yang kemudian terasa ganjil, Martiono tak cuma memperpanjang kontrak Tugu dengan Pertamina. Ia juga minta kepada semua pemegang kontrak production sharing (KPS) agar memperpanjang polis asuransi kerugian mereka. Permintaan itu dinyatakan dalam sebuah surat tertanggal 25 Januari.
Dua keputusan inilah yang kemudian melahirkan hujan kritik kepada Martiono. Ia dituding tak bersemangat reformasi. Mengapa yang dipilih Tugu? Mengapa tak memilih, misalnya, Jasindo, asuransi milik negara yang juga cukup mumpuni?
Pertanyaan seperti ini tak cuma muncul dari kalangan asuransi dan industri minyak, tapi juga dari DPR. Mereka menilai Martiono melangkah mundur. Kuntoro, yang pagi-pagi ingin agar penetapan penjaminan aset dilakukan melalui tender, bertindak lebih keras. Ia meminta Martiono segera melaporkan data mutakhir tentang masalah Tugu itu.
Tapi Martiono tak kalah garang. Soal tender, ia menyilakan saja. Tapi, "Apa yang saya lakukan merupakan bagian dari strategi tugas saya," katanya tegas. Ia menambahkan, jika terjadi sesuatu ketika kontrak asuransi kerugian tak segera diperpanjang, ia tak berani bertanggung jawab.
Menurut Martiono, untuk sementara ini cuma Tugu yang mampu menutup asuransi bisnis Pertamina dan para pemegang KPS. Asuransi ini, katanya, paling cepat membayar klaim. Ia mengaku sudah membandingkannya dengan asuransi lain, termasuk dari luar negeri. "Mereka tak punya kinerja sebaik Tugu," katanya. Karena itu, ketergantungan Pertamina kepada Tugu sangat besar.
Toh, bagi Pertamina, Tugu sebenarnya bukan "orang lain". Dengan menguasai 65 persen saham Tugu, Pertamina mestinya merupakan penguasa perusahaan asuransi itu. Martiono mengakui, selama 18 terakhir ini, Pertamina selalu diakali pemegang saham yang lain. Tapi ia berjanji melempengkan kebengkokan ini. Sementara selama ini Nusamba yang pegang, sekarang Pertamina yang harus mampu memegang kendali.
Jurus Martiono ini tampaknya akan dibarengi dengan langkah mundur Nusamba. Mereka, kabarnya, akan melepaskan sahamnya di Tugu. Direksi dan komisaris dari kelompok usaha Cendana ini sudah pula pada mundur. Tapi masih belum juga jelas apakah langkah ini benar-benar tulus atau cuma bagian manuver dari sebuah strategi jangka panjang: mundur sementara agar kelak bisa mencengkeram lagi.
Hati-hati saja, rezeki Tugu bukan jumlah yang sepele.
M. Taufiqurohman, Hani Pudjiarti, Raju Febrian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini