Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JIKA berpegang pada UU no.6 tahun 1968 tentang PMDN, semua
perusahaan asing sudah harus menghentikan kegiatan
perdagangannya di Indonesia pada akhir Desember ini. Semua
kegiatan perdagangan domestik ini pada awal Januari 1978
semustinya sudah di tangan perusahaan nasional. Tapi minggu lalu
Menteri Perdagangan Radius Prawiro mengumumkan pemerintah telah
berkenan memberi sedikit kelonggaran, memperpanjang "masa
peralihan" sesudah batas-waktu.
Kelonggaran paling menonjol adalah untuk PT IBM Indonesia, anak
perusahaan International Business Machines Corp., berkantor
pusat di New York, yang menjual atau menyewakan alat komputer --
terbesar di dunia. Ditaksir 85.000 unit mesin komputer IBM
dipasang di seluruh dunia, di antaranya cuma sekitar 50 di
Indonesia. Meskipun hanya 50, IBM sudah menggagahi pasaran
lokal. Sekitar 70 dari seluruh langganannya di Indonesia
adalah sektor pemerintah dan perusahaan negara, sedang sisanya
adalah perusakaan swasta asing maupun nasional. Sepanjang 1977
orang bertanya-tanya apakah PT IBM akan mengalihkan kegiatan
perdagangannya pada perusahaan nasional.
Sebagian besar dari 19 perusahaan asing besar yang terkena W
no.6/1968 itu sudah dari semula diketahui tidak akan menimbulkan
persoalan. Dari 19 itu terdapat 9 yang berusaha juga di bidang
produksi di negeri ini dalam rangka PMA. Kesembilan itu -- Bata,
BAT Unilever, Singer, Prodenta, Imperiai Chemical Industries,
Hoechst, Farber Fabriken Bayer dan Union Carbide sudah menjual
produksi masing-masing melalui perusahaan dagang nasional. Tujuh
lainnya yang selama ini cuma menjual tanpa mendirikan pabrik --
yaitu Ericsson Telephone Sales Corp., Harrison & Crosfield, PT
Dunlop, Indonesian SKF, East Asiatic, Cautinho Caro, Arnold Otto
Mayer -- juga telah menunjuk agen-tunggal nasional
masing-masing. Sedang PT Carl Schlieper akan melikwidir usahanya
tapi perusahaan induknya bermaksud menunjuk perwakilan saja di
Indonesia.
PT Siemens Indonesia, sama halnya dengan PT IBM Indonesia y.ang
menjual teknologi tinggi, diberi juga kelonggaran oleh
pemerintah untuk memperpanjang "masa peralihan" sesudah
batas-waktu. Keduanya mencoba sampai saat terakhir untuk
mengemukakan alasan kenapa sifat dagangnya perlu ditangani
sendiri. Teknologi tinggi, demikian alasan keduanya, tidak
gampang bagi penyalur Indonesia yang kurang terlatih. Perum
Telekomunikasi merupakan }angganan Siemens Indonesia yang
terbesar. Tapi Siemens ini sudah mulai memakai penyalur
Indonesia, misalnya, untuk pemasangan mesin telexnya.
"Masa peralihan" sesudah 1 Januari untuk keduanya, Siemens dan
IBM, telah tidak dibatasi waktunya asalkan, menurut Menteri
Radius, dalam tempo "sesingkat mungkin" mereka mau mengangkat
agen nasional. Sementara itu mereka cumahbolehkan menyelesaikan
kontrak perdagangan yang sedang berlangsung.
Terhadap Siemens, tidak terdapat kekuatiran pemerintah dalam
bidang telekomunikasi karena gampang mengalihkan
ketergantungannya pada perusahaan raksasa besar lainnya. Tapi
ketergantungan sistim informasi dengan mesin komputer di
Indonesia ini akan sukar dialihkan dari IBM. Akan meminta
biayabesar, bahkan juga banyak waktu, bagi para pemakai mesin
IBM untuk beralih ke komputer merek lain. Karena mengetallui
betul hal ini, maka IBM bisa mengulur waktu hingga pemerintah
akhirnya terpaksa memberi kelonggaran. Karena sikap IBM ini
pula, maka Bakotan (Badan Kerjasama Otomatisasi Administrasi
Negara) pernah menyarankan kepada berbagai instansi pemerintah
supaya menunda, jika masih bisa, pemakaian jasa komputer IBM.
Sementara itu, delapan agen tunggal yang tergabung dalam
Asosiasi Perusahaan Nasional Informatika telah mencoba mengisi
pasaran komputer, dengan mempromosikan berbagai merek terkenal
lainnya. Dalam APNI itu belum ada perusahaan yang mewakili IBM.
Tapi perkembangan terakhir mennnjukkan bahwa IBM tidak akan
meninggalkan pasaran Indonesia. "Kami akan berusaha
secepat-cepatnya," berkata Dir-Ut PT IBM Indonesia John A. Bwen
kepada Yunus Kasim dari TEMPO mengenai rencananya menunjuk agen
nasional. "Mungkin 3 atau 6 bulan lagi." Bagi IBM, soal keagenan
ini adalah halu sama sekali yang belum pernah diada kannya di
tempat lain.
Untuk pelaksanaan UU no: 611968 pemerintah tampaknya lebih
toleran terhadap perusahaan dagang asing domestik. Sejumlah
14.028 perusahaan, seha gian besar milik non pribumi, yang
terkena wajib alih. Pemerintah belum mengetahui berapa
sebenarnya yang sudah dialihkan ke nasional. Karena
kecil-kecilan rupanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo