Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Uang Panas Cukai Rokok

Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan berselisih pendapat mengenai penggunaan dana bagi hasil cukai rokok. Jadi ajang perebutan proyek dan meruapkan aroma korupsi

12 Mei 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUMAH Sakit bercorak minimalis itu berkelir kuning dan merah mencolok. Gedung utamanya berlantai empat dan berdinding kaca. Proyek rumah sakit khusus pasien yang terkena dampak rokok itu dimulai pada 2009 di Kelurahan Pakunden, Kecamatan Pesantren, Kediri, Jawa Timur. Bangunan yang berdiri di atas tanah 4,8 hektare itu baru kelar 80 persen.

Kepala Bagian Perekonomian Pemerintah Kota Kediri Edy Suwarto mengatakan proyek itu menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT). Rencana memiliki rumah sakit khusus tak pernah tertuang dalam perencanaan pemerintah kota. Mendadak turun gelontoran DBH cukai dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur senilai Rp 9 miliar pada 2008. Pemerintah Kota kebingungan membelanjakan anggaran baru itu karena tujuan penggunaannya wajib mengacu pada peraturan Menteri Keuangan. "Penggunaannya dibatasi," kata Edy, Rabu pekan lalu.

Penggunaan DBH cukai ditata Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84 Tahun 2008. Setahun kemudian aturan itu direvisi dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20 Tahun 2009. Alokasi dana bagi hasil cukai hanya untuk peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi peraturan bidang cukai, dan pemberantasan cukai ilegal.

Edy menilai aturan itu sulit diterapkan. Setahun dana itu hanya diparkir di rekening Pemerintah Kota Kediri. Rencana belanja belum ketemu, DBH cukai kedua digelontorkan lagi dengan jumlah lebih jumbo, yakni Rp 41 miliar, pada 2009. Khawatir dana terus menganggur, Pemerintah Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kediri bergegas merumuskan perencanaan.

Pasal tentang tujuan pembelanjaan DBH cukai dipelajari untung-ruginya. Tujuan peningkatan kualitas bahan baku dianggap sulit diterapkan. Pasalnya, lahan pertanian tembakau di Kota Kediri tidak luas.

Pembinaan industri dinilai tidak mendesak karena jumlah pabrik rokok kecil hanya sedikit. Di Kota Kediri berdiri pabrik rokok kretek PT Gudang Garam, yang sudah mapan dan mandiri. Adapun pemberantasan cukai ilegal dan sosialisasi cukai dinilai tidak cukup untuk menghabiskan dana DBH cukai sebesar itu.

Belakangan, Pemerintah Kota dan DPRD bersepakat merencanakan proyek rumah sakit khusus. Landasan hukumnya adalah tujuan pembinaan lingkungan sosial. "Program yang paling mungkin dengan dana sebesar itu adalah membangun rumah sakit." Alasan lainnya, "Risiko penyakit akibat rokok cukup tinggi di Kota Kediri," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Kediri Fauzan Adima.

Nilai proyek yang ditetapkan terbilang fantastis, Rp 220 miliar, dengan model penganggaran tahun jamak. Penetapan tahun jamak karena DBH cukai bakal bertambah setiap tahun. Hingga tahun ini alokasi DBH cukai Pemerintah Kota Kediri Rp 48,99 miliar dikuras untuk pembangunan rumah sakit itu. Adapun alokasi untuk hal lain hanya sedikit.

Ardimansyah, Kepala Seksi Dana Bagi Hasil Pajak Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, mengatakan banyak penggunaan DBH cukai melenceng dari tujuan yang ditetapkan peraturan Menteri Keuangan. "Kami mengevaluasi secara intensif selama dua tahun terakhir," katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

Orientasi DBH cukai adalah kembali kepada petani dan buruh industri tembakau. Menurut Ardimansyah, banyak alokasi DBH cukai untuk promosi kesehatan. Penggunaan DBH cukai untuk program kesehatan diperbolehkan yang bersifat rehabilitasi dan pengobatan. "Bukan promosi kesehatan antirokok," ujarnya. Alasannya, promosi kesehatan antirokok diatur oleh undang-undang tersendiri dan telah mendapat jatah anggaran tersendiri. "Ini bukan berarti kami antikesehatan."

Ardimansyah menilai maraknya penggunaan DBH cukai untuk promosi kesehatan di daerah didorong Kementerian Kesehatan. Dorongan tersebut termuat dalam pedoman penggunaan DBH cukai untuk promosi kesehatan antirokok yang diterbitkan Kementerian Kesehatan. "Mereka melobi dinas kesehatan di daerah."

Dalam dokumen pedoman penggunaan DBH cukai untuk kampanye antirokok, Kementerian Kesehatan mengacu pada pasal pembinaan lingkungan sosial. Dalam pasal itu pembinaan lingkungan sosial salah satunya adalah penetapan kawasan tanpa rokok. Kementerian Kesehatan menilai kawasan steril rokok itu dapat diikuti kampanye antirokok. Bentuk proyeknya, "Membuat buku saku dan selebaran tentang dampak negatif asap rokok," begitu isi salah satu pedoman.

Juru bicara Kementerian Kesehatan, Murti Utami, bungkam atas tudingan institusinya membandel terhadap peraturan Menteri Keuangan. Anggaran promosi antirokok dari DBH cukai dianggap disepakati kementerian lain. "Kepala Pusat Promosi Kesehatan telah berkoordinasi dengan kementerian terkait," katanya.

Protes penggunaan DBH cukai untuk promosi kesehatan juga datang dari Gugun El Guyanie dari lembaga swadaya masyarakat Indonesia Berdikari. Gugun, yang meneliti penggunaan DBH cukai di lima provinsi, menilai anggaran ini banyak diselewengkan. "Program yang dibuat tidak mengarah ke tujuan utama, yaitu petani dan buruh pabrik," ujarnya.

Hasil riset Indonesia Berdikari menyebutkan pelaksanaan DBH cukai di Jember pada 2012 didominasi penggunaan pembinaan lingkungan sosial. Adapun alokasi untuk sosialisasi peraturan tentang cukai justru tidak dianggarkan. Menurut Nody Arizona, anggota tim riset di Jember, sosialisasi itu penting karena banyak industri rokok rumah tangga di Jember kerap dituding menggunakan cukai ilegal. Sosialisasi dinilai meningkatkan kesadaran pengusaha rokok gurem itu. "Mereka tidak tahu aturan tentang cukai," katanya.

Kendati banyak penyalahgunaan, beberapa program dinilai tepat sasaran. Di Jember, misalnya, DBH cukai membiayai program pengadaan mesin pengolah pupuk organik untuk pembibitan tembakau. Selain itu, satu kelompok tani tembakau mendapatkan dana segar Rp 700 ribu dan satu kuintal pupuk ZA. Program ini meringankan karena petani tembakau masuk kategori "haram" menerima subsidi benih dan subsidi pupuk dari pemerintah.

Raharjo Waluyo Jati, Direktur Indonesia Berdikari, menilai penyelewengan DBH cukai disebabkan oleh aturan yang tidak mendetail. "Banyak pasal karet," ucapnya. Sanksi penyalahgunaan anggaran berupa pembintangan anggaran pada tahun berikutnya dinilai tidak memberikan efek jera. "Penyelewengan seharusnya digolongkan tindak pidana korupsi, karena DBH berasal dari anggaran perpajakan."

Salah seorang dari tim perumus undang-undang dari Kementerian Keuangan mengatakan amburadulnya pelaksanaan DBH cukai dimulai dari kelahiran pasal DBH cukai dalam UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai. "Pasal itu dipaksakan," kata pejabat itu. Dana bagi hasil cukai dinilai tidak punya rujukan secara akademis. "Best practice-nya pendapatan cukai tidak ada dana bagi hasilnya."

Kemunculan pasal DBH diusulkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Kebangkitan Bangsa, Ali Masykur Musa, pada 2007. Usul itu bertujuan agar pendapatan daerah bertambah. "Ini hanya untuk kepentingan politik praktis," ujar pejabat tadi.

Ali, yang kini menjabat anggota Badan Pemeriksa Keuangan, membenarkan pasal DBH cukai adalah usulnya. "Demi rasa keadilan kepada daerah penyumbang pendapatan cukai," katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

DBH cukai diambil dua persen dari pendapatan cukai pemerintah pusat. Sebelumnya usul Ali adalah 5-10 persen. Anggaran DBH itu dibagikan ke provinsi penghasil tembakau, cengkeh, dan rokok sejak 2008. Semua kabupaten dan kota madya di provinsi penerima DBH bakal menerima jatah. Jatah terbesar jatuh pada kabupaten dan kota madya yang paling banyak menyetor cukai. Tahun ini alokasi DBH cukai ditetapkan Rp 1,7 triliun untuk 17 provinsi.

Dalam dua tahun pertama, DBH cukai dibagikan untuk lima provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, dan Jakarta. Belakangan Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai penghasil tembakau mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi pada 2009. Majelis hakim konstitusi mengabulkan dan mulai 2010 hingga seterusnya DBH cukai diterima belasan provinsi.

Ardimansyah menilai penyelewengan juga bersumber pada benturan konstitusi. DBH merupakan kategori dana transfer daerah yang penggunaannya diatur Undang-Undang Otonomi Daerah. Aturan itu memberikan kewenangan luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur anggarannya secara mandiri.

Adapun DBH cukai merupakan anggaran yang penggunaannya diatur pemerintah pusat. "Hambatannya, pemerintah pusat mengatur slot-slotnya, tapi implementasinya kewenangan daerah," Ardimansyah menambahkan.

Indikasi penyalahgunaan DBH cukai mulai meruapkan aroma korupsi. Salah satunya menimpa proyek rumah sakit khusus di Kediri itu. Kejaksaan Negeri Kediri menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kasenan, pejabat pengguna anggaran Budi Siswantoro, dan panitia lelang Wiyanto sebagai tersangka dugaan korupsi penggelembungan anggaran beberapa item proyek.

Gugun El Guyanie mengatakan indikasi DBH cukai menjadi bancakan proyek pejabat daerah semakin kuat. "Banyak program asal-asalan yang jadi ajang korupsi," ujarnya.

Akbar Tri Kurniawan, Hari Tri Wasono (Kediri), Mahbub Djunaidy (Jember), Addi Mawahibun Idhom (Yogyakarta), Agita Sukma Listyanti (Surabaya)


Besaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
TahunNilai JumlahProvinsi
2008Rp 200 miliar5
2009Rp 900 miliar5
2010Rp 1,185 triliun19
2011Rp 1,201 triliun20
2012Rp 1,440 triliun16
2013Rp 1,760 triliun17

Lima Provinsi Terbesar Penerima DBH Cukai Tahun 2013

  • Jawa Timur: Rp 855,240 miliar
  • Jawa Tengah: Rp 458,724 miliar
  • NTB: Rp 176,014 miliar
  • Jawa Barat: Rp 169,123 miliar
  • Yogyakarta: Rp 16,754 miliar

    Sumber: Kementerian Keuangan

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus