Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ultimatum di Penghujung Tahun

Pemerintah minta investor Dipasena segera merevitalisasi tambak tersebut. Jika gagal akan diganti.

11 Desember 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KESABARAN pemerintah tinggal seujung kuku. PT Recapital Advisors, pengelola baru PT Dipasena Citra Darmaja, hanya diberi waktu hingga pertengahan Desember ini untuk merampungkan proses revitalisasi tambak udang terbesar di Asia Tenggara itu.

Bila gagal, ”Akan dicari kreditor baru,” kata Mohammad Syahrial, Direktur Utama Perusahaan Pengelola Aset. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan hal yang sama kepada Ganjar Pranowo, anggota Komisi IV DPR, Kamis pekan lalu. ”Bila lewat dari minggu ini, akan dicarikan kreditor baru,” kata Ganjar mengutip Sri.

Ultimatum itu merupakan kesimpulan rapat yang dipimpin Sri Mulyani, akhir November lalu. Pencarian kreditor baru bisa dilakukan lewat tender ulang, atau menawarkannya kepada Trans-Agro, konsorsium asal Amerika yang dulu menjadi pesaing Recapital. ”Syaratnya, harus ada pendanaan untuk petambak plasma,” kata Syahrial. ”Dan, tidak boleh terkait dengan kelompok Sjamsul Nursalim (pemilik lama Dipasena)”.

Saat terpilih sebagai pengelola baru Dipasena, September 2005, Recapital, yang sebagian besar sahamnya dimiliki Sandiaga S. Uno, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, semula diharapkan bisa memberikan ”darah segar” buat perusahaan tambak udang ini.

Suntikan dana dibutuhkan untuk menambal kebutuhan dana operasional Dipasena yang morat-marit. Peralatannya banyak yang rusak. Akibatnya, produksi tambak seluas 16.250 hektare (seperempat luas DKI) ini tinggal seperlima kapasitas optimal.

Untuk menyelamatkannya, PPA lalu menggandeng Recapital. Tapi, hingga detik ini, Recapital belum juga mengucurkan pinjaman Rp 1,5 triliun untuk modal perusahaan dan Rp 1,1 triliun untuk 7.600 petambak udang.

Mampetnya aliran dana, kata Budi Setyono, Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia Dipasena, lantaran perjanjian revitalisasi, yang menjadi dasar pencairan dana, baru rampung pada Agustus lalu. Tertundanya kesepakatan ini salah satunya karena membengkaknya biaya untuk perusahaan inti.

Perjanjian kerja sama plasma dan inti juga baru kelar pada Oktober lalu. Keduanya sepakat menanggung biaya panen. Kesepakatan itu tercapai setelah Departemen Perikanan dan Kelautan bersedia mengganti biaya benih bila berat udang yang dipanen kurang dari lima gram.

Dana yang disediakan departemen ini Rp 6,5 miliar untuk Dipasena. ”Tapi, pergantian hanya berlaku untuk satu siklus panen untuk satu petambak,” kata Made Nurdjana, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Perikanan dan Kelautan.

Meski sudah sepakat, molornya jadwal tadi membuat dana talangan yang dikucurkan Recapital ikut membengkak, dari Rp 235,5 miliar—seperti tertuang dalam master agreement—menjadi Rp 630 miliar. Duit itu sebagian besar dipakai untuk biaya operasional Dipasena. Nah, kelebihan dana inilah yang menjadi perkara. Rosan P. Roeslani, Presiden Direktur Recapital, meminta kepastian hukum atas kelebihan dana itu. ”Apakah itu bagian dari dana talangan atau masuk ke program revitalisasi,” katanya. Ketidakjelasan itu membuat perjanjian revitalisasi dan kerja sama hingga kini belum diteken.

Sikap Recapital membuat Syahrial kecewa. ”Mereka menunda terus penandatanganan perjanjian,” katanya. Akibatnya, revitalisasi tak sesuai dengan jadwal karena pinjaman belum bisa dikucurkan.

Para petambak pun ikut kecewa. ”Belum ada satu pun kebijakan untuk mempercepat revitalisasi,” kata Nafian Faiz, Kepala Kampung Bumi Dipasena Jaya. Tapi Rosan yakin, Recapital bisa membereskannya. Apalagi 11 bank sudah berjanji akan mengucurkan Rp 3,1 triliun kepada Recapital. ”Mereka sudah setuju, meski biaya membengkak,” katanya. Sayangnya, sampai kini masih belum jelas kapan dana itu cair.

Yandhrie Arvian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus