Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Mak Comblang Kelas Eksekutif

Para lajang metropolitan kesulitan mencari jodoh. Layanan kencan menjadi pilihan mereka.

11 Desember 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM lima tahun terakhir, Andi selalu gelisah jika almanak di meja kerjanya akan berganti. Tahun baru berarti umurnya bertambah. Tahun depan usianya memasuki kepala empat. “Saya belum ketemu jodoh,” katanya, pelan.

Padahal, Andiia minta namanya disamarkanpunya segala hal ideal yang diimpikan setiap lakilaki: tampan, pendidikan tinggi, karir cemerlang. Apalagi? Ini predikat yang diidamkan oleh hampir setiap perempuan di manapun. Tapi, ia begitu sulit menggaet hati perempuan.

Andi sadar ia “kehabisan umur” untuk berselancar mencari calon istri. Separuh usianya ia habiskan untuk sekolah dan kerja. Dalam usia 25 tahun, Andi sudah menyelesaikan pendidikan pascasarjana di University of Florida, Amerika Serikat.

Begitu memasuki dunia kerja, dia pun tidak suka berlehaleha. Urusan karir menjadi prioritas utama. Ketika sukses sudah ditangan, Andi baru sadar usianya semakin bertambah. Sementara kesibukan telah mengucilkan dirinya dari pergaulan. Jangankan mencari belahan jiwa, untuk menjalani kehidupan pribadi saja dia hampir tidak ada waktu.

Di tengah kebuntuan itu, seorang teman membisikan Andi sebuah nama perusahaan: Table For 2. Perusahaan itu memberikan layanan dating servis untuk mempertemukan kaum eksekutif yang masih lajang. Awalnya Andi pesimis, meskipun akhirnya dia bergabung juga. “Saya sudah kencan dengan empat wanita berbeda,” kata dia.

Table for 2 bukan biro jodoh. Paling tidak ini yang dikatakan sang pendiri, Jahn Sulistio. “Kami hanya memfasilitasi mereka untuk bertemu dan saling kenal,” kata dia. Hasil dari pertemuan itu bisa saja menjadi sebuah pertemanan atau mitra bisnis. Kalau ternyata mereka merasa cocok dan melanjutkan ke pelaminan, “Itu kami anggap sebagai bonus.”

Dalam “bisnis perkenalan” ini, Table for 2 mempertemukan sepasang anggota dalam sebuah kencan yang waktu dan tempatnya disesuaikan dengan keiinginan anggota. Sebelum kencan, setiap anggota diwawancarai secara mendetail. Banyak faktor yang menjadi pertimbangan. Di antaranya latar belakang sosial, nilainilai serta minat pribadi. Ini dilakukan untuk mencari pasangan kencan yang pas, sesuai dengan selera dan karakter masingmasing.

Meski konsep bisnis yang diusung Table for 2 terhitung anyar, idenya sendiri tidak orsinil. Jahn terinspirasi oleh bisnis dating servis yang menjamur di Amerika Serikat. “Saya enam tahun tinggal di sana,” kata dia.

Konsep layanan pertemuan antarlajang sudah berkembang di Amerika sejak sepuluh tahun terakhir. Bisnis ini merambah ke negaranegara Eropa, salah satunya adalah Inggris. Dari sana kemudian menyebar ke Asia, seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura.

Sejak mengoperasikan Table For 2 Maret lalu, Jahn tidak terlalu kecewa. Sudah 300 lajang yang saat ini bergabung dengan Table for 2. Semuanya berasal dari kalangan eksekutif dan profesional. Seperlimanya adalah kaum ekspatriat yang sudah bekerja dan tinggal cukup lama di Jakarta.

Layanan yang diberikan Table for 2 tidak sebatas pada kaum lajang dengan status gadis atau perjaka. Mereka yang sudah menjanda dan duda pun dapat menerima pelayanan dating. “Yang penting tidak terikat perkawinan,” kata Jahn.

Diana (nama samaran) adalah salah satunya. Setelah gagal dengan perkawinan pertama, dia berusaha bangkit dan mencoba membangun rumah tangga baru. “Saya ingin pria yang pengertian,” kata manajer keuangan di sebuah perusahaan kontraktor.

Sebelum bergabung dengan Table for 2, Diana merasa keinginan itu hanya sebatas harapan. Pekerjaan mempersempit ruang geraknya. Tidak ada kesempatan bertemu dengan pria yang diinginkan. “Namun sekarang, peluang itu terbuka,” kata dia. Diana baru bergabung sebulan lalu. Dia sudah dua kali kencan dengan lelaki ‘pilihan’ Table for 2.

Konsep yang diperkenalkan Table for 2 ini sebenarnya hanya satu dari empat konsep layanan pertemuan antarlajang. Tiga lainnya adalah speed dating, single club, dan online dating. Di Indonesia, ketiganya sudah cukup dikenal.

Untuk speed dating dan single club, biasanya kencan dilakukan dalam sebuah pertemuan massal. Dalam pertemuan itu masingmasing anggota diberi kesempatan untuk mengenal anggota lainnya. Jika mereka sudah menemukan pasangan yang cocok, mereka bisa melanjutkan kencan pribadi di luar jadwal kegiatan pertemuan rutin tadi.

Konsep ini sudah lama diusung oleh pengelola biro jodoh. Sebut saja Yasco (Yayasan Scorpio), biro jodoh yang sudah ada sejak tahun 1974.

Menurut pendiri dan pengasuh Yasco, H.M.S. Hasbie, untuk mempertemukan anggota, Yasco menggelar pertemuan sebulan sekali. Tempatnya bisa di hotel, gedung pertemuan, rumah makan atau tempat wisata. Dalam kesempatan inilah anggota bisa berkenalan dengan anggota lain yang dia sukai.

Niat Hasbie mendirikan biro jodoh itu sebenarnya memang untuk membantu para lajang menemukan pasangan hidup. Awalnya dia sering mengamati kawankawannya yang belum menikah. Padahal secara ekonomi kehidupan mereka bisa dikatakan mapan.

Setelah ditelusuri ternyata ada dua faktor yang menjadi penyebab, yaitu kesibukan kerja dan psikologis. Faktor psikologis sering menjadi penghabat karena perasaan rendah diri yang selalu muncul ketika berhadapan dengan lawan jenis. “Jadi mereka merasa membutuhkan orang ketiga atau istilahnya Mak Comblang,” kata Hasbie.

Sukses mencomblangi kawankawannya, Hasbie tertarik mendirikan biro jodoh. Banyak yang memandang sebelah mata ketika ide itu ia lontarkan. Tapi Hasbi tetap yakin. “Sekarang anggotanya sudah lebih dari 14.000 orang. Itu belum termasuk yang sudah menikah, 8.953 orang,” kata dia.

Selain biro jodoh, internet juga sering dijadikan arena oleh para lajang untuk memburu belahan jiwa. Di sinilah konsep online servise berlaku. Ratusan situs di jagad maya memberikan peluang untuk berkenalan. Mengaksesnya pun tidak sulit. “Memang internet sering dimanfaatkan untuk cari pacar,” kata Vien Astari, lajang 27 tahun yang menjadi moderator milis Universe Single.

Sayangnya, tidak semua penjelajah dunia maya memperkenalkan diri secara jujur. Karena itu, para lajang yang benarbenar ingin mencari pasangan, sering tertipu oleh petualangpetualang internet. “Itu biasa. Ada yang sudah menikah tetapi mengaku masih lajang,” kata Vien.

Itulah salah satu alasanya yang membuat Andi dan Diana memilih Table for 2. “Mereka selektif memilih anggota. Jadi kami tidak perlu khawatir,” kata Diana.

Table for 2 memiliki data panjang para anggota. Mereka menganggap semuanya adalah orang penting. “Jadi kami menjamin kerahasiannya,” kata Jahn. Tak mengherankan jika untuk menjadi anggota pun tidak sembarangan.

Ada dua jenis keanggotaan yang bisa dipilih. Masa enam bulan dan satu tahun. Untuk yang enam bulan dikenakan iuran Rp 2,5 juta sedangkan yang setahun Rp 3,5 juta. Mereka juga ditanyai perihal karakter dan profil pribadi serta profil pasangan yang diinginkan. Ini dilakukan bukan hanya untuk menentukan pasangan kencan, tetapi sekaligus untuk mengetahui kejujuran calon anggota. “Misalnya, menikah tetapi mengaku belum, otomatis kami coret,” kata Jahn.

Table for 2 akan memantau perkembangan anggota yang sudah mengikuti program kencan. Jika anggota merasa tidak puas dengan kencan pertama, Table for 2 akan memperpaiki kualitas pertemuan pada jadwal kencan berikutnya. Ada yang tertarik?

suseno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus