Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Uni Eropa sudah memberlakukan biaya masuk anti subsidi terhadap bio diesel Indonesia sebesar 8-18 persen sejak 14 Agustus 2019. Head of the Economic and Trade Section Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Raffaele Quarto menilai pemeberlakuan kebijakan tersebut terkait untuk menciptakan pasar yang seimbang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Perlindungan dagang merupakan aturan yang diciptakan untuk membuat pasar yang seimbang. Kami juga ingin melakukan perdagangan yang adil," ucapnya saat di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Kamis, 5 September 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, pemberlakuan kebijakan tersebut lebih rendah, jika dibandingkan dengan pengenaan tarif BMAS Amerika Serikat terhadap bio diesel Argentina sebesar 30-65 persen. "Tetapi jika dibandingkan dengan aturan yang pernah diberlakukan tahun lalu terhadap Argentina sebesar 30-65 persen untuk bio diesel ini masih lebih kecil," ucapnya.
Selain itu, Raffaele menuturkan, dikenakannya tarif ini juga didasari oleh laporan-laporan dari perusahaan yang memproduksi biodiesel di Eropa. Perusahaan-perusahaan tersebut menilai bio diesel asal Indonesia sangat murah, bahkan lebih murah dari produksi perusahaan Eropa.
"Mereka mengeluhkan kenapa bio diesel di indonesia bisa lebih murah dari seharusnya. Jadi perusahaan yang memproduksi bio diesel di Eropa memprotes karena biodiesel dari Indonesia itu disubsidi," ujar Rafaelle.
Dia mengungkapkan, pemberlakuan aturan ini hanya sementara. Rafaelle beralasan hanya ingin mengikuti aturan dari World Trade Organization (WTO).
Rafaelle menyayangkan, banyaknya tuduhan yang tidak berdasar dialamatkan kepada Uni Eropa mengatakan negara yang anti subsidi dan anti dumping.
Adapun daftar perusahan yang sudah dikenakan tarif anti subsidi per tanggal 26 Juli 2019 adalah PT. Ciliandra Perkasa 8,0 persen, PT. Intibenua Perkasatama (Musim Mas Group) 16,3 persen, PT. Musim Mas (Musim Mas Group) 16,3 persen, PT. Pelita Agung Agrindustri (Permata Group) 18,0 persen, PT. Permata Hijau Palm Oleo (Permata Group) 18,0 persen, PT. Wilmar Nabati Indonesia (Wilmar Group) 15,7 persen, PT. Wilmar Bioenergi Indonesia (Wilmar Group) 15,7 persen.