Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan dana siaga pangan ini akan berguna untuk mengendalikan harga.
Pelaksana tugas Direktur Ketersediaan Pangan Bapanas, Budi Waryanto, mengkonfirmasi bahwa pembahasan dana siaga pangan masih berjalan. Konsep awalnya, alokasi ini hanya untuk instansi yang dapat penugasan mengendalikan harga pangan dari pemerintah.
Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengaku belum terlibat dalam pembahasan soal dana siaga pangan ini.
TANDA MERAH mewarnai seluruh wilayah Indonesia dalam peta panel harga beras medium di pedagang eceran milik Badan Pangan Nasional (Bapanas). Gambar tersebut mengindikasikan harga beras medium sudah naik lebih dari 20 persen di atas harga eceran tertinggi (HET) di seluruh Indonesia. Rata-rata harga beras medium secara nasional berada di Rp 14.330 per kilogram, lebih tinggi dari HET di harga Rp 10.900-11.800 per kg. Selain komoditas tersebut, kondisi serupa terjadi untuk beras premium, minyak goreng kemasan sederhana, bawang putih, dan telur ayam ras.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harga komoditas pangan ini naik perlahan sejak akhir tahun lalu. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan pasokan. Produksi beras, misalnya, terganggu oleh fenomena El Nino yang melanda sepanjang 2023 di tengah penurunan produktivitas dan menyusutnya lahan. Kondisi serupa mempengaruhi jagung yang menjadi pakan utama ternak, termasuk ayam petelur.
Baca Juga:
Melihat gejolak ini, pemerintah sudah mengeluarkan beragam jurus menekan lonjakan harga, dari operasi pasar hingga tambahan subsidi. Teranyar, muncul satu rencana strategi baru: dana siaga pangan.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan dana siaga pangan ini akan berguna untuk mengendalikan harga. Bentuknya berupa bantuan pembiayaan buat memperkuat modal perusahaan pangan, seperti PT Rajawali Nusantara Indonesia atau ID Food serta Perum Bulog, saat perlu mengintervensi kenaikan harga. "Dua tahun ini, kami coba cari cara untuk memastikan Bulog dan ID Food selalu memiliki kemampuan kapasitas untuk building stock," tuturnya dalam rapat koordinasi pengamanan pasokan dan harga pangan menjelang puasa dan Idul Fitri di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta, Senin, 4 Maret 2024.
Bulog dan ID Food merupakan andalan pemerintah untuk menjaga pasokan pangan sehingga bisa menjalankan operasi pasar saat harga tinggi. Untuk melakukan intervensi tersebut, keduanya butuh anggaran yang siap sedia dicairkan. Selama ini institusi itu memanfaatkan dukungan dari bank untuk memperoleh akses permodalan.
Isa menuturkan implementasi dana siaga ini masih dalam tahap penggodokan bersama Bapanas. Jika terealisasi, dia berharap, dengan dana tersebut, Bulog dan ID Food bisa memenuhi stok pangan tepat waktu. Dia memastikan implementasi dana siaga ini nanti akan melibatkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan untuk memastikan penyalurannya sesuai dengan aturan.
Selain dengan Bapanas, Kementerian Keuangan mempertimbangkan untuk menggunakan model dana siaga tersebut di Kementerian Pertanian. Model ini diharapkan bisa memastikan produksi pangan lebih baik, lebih tepat waktu, dan lebih produktif. Model dana siaga pun rencananya dibicarakan dengan kementerian lain, terutama ihwal transportasi. Transportasi penting untuk memastikan distribusi dan suplai pangan berjalan lancar.
Saat pasokan pangan aman, pemerintah bisa menghindari kenaikan inflasi akibat lonjakan harga. Per Februari 2024 ini, misalnya, Badan Pusat Statistik mencatat komoditas beras inflasi 5,32 persen dengan andil 0,21 persen pada inflasi nasional. Komoditas tersebut memberi kontribusi terbesar pada inflasi.
Pelaksana tugas Direktur Ketersediaan Pangan Bapanas, Budi Waryanto, mengkonfirmasi bahwa pembahasan dana siaga pangan masih berjalan. Konsep awalnya, alokasi ini hanya untuk instansi yang dapat penugasan mengendalikan harga pangan dari pemerintah. "Instrumennya bunga murah atau fiskal lainnya," katanya kepada Tempo, kemarin. Dia menegaskan dana ini berbeda dari alokasi pemerintah buat program bantuan, seperti bantuan pangan atau program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) beras.
Baca Juga Infografiknya:
Adapun Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengaku belum terlibat dalam pembahasan soal dana siaga pangan ini. "Sampai sekarang belum (ada pembahasan)," ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Saat ini Bulog masih beroperasi dengan dana komersial. Kondisi ini menjadi tantangan sendiri buat Bulog. Pasalnya, perusahaan harus menunggu proses audit belanja hingga kemudian pemerintah menggantinya. Artinya, peran Bulog mengintervensi harga pangan berisiko tersendat saat proses pembayaran dari pemerintah terlambat.
"Kementerian Keuangan telah membuat berbagai bentuk dukungan mekanisme dan tata cara pembayaran yang lebih mudah dan efisien, tapi prinsipnya sama, yaitu Bulog pakai dana bank, diaudit, lalu dibayar," kata Bayu.
Tempo juga berupaya menghubungi ID Food untuk menanyakan ihwal rancangan dana siaga ini dan strategi permodalan perusahaan. Namun Direktur Utama ID Food Frans Marganda Tambunan tak merespons.
Penjual menata bahan pokok di Pasar Klender SS, Jakarta, 26 Februari 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Risiko Salah Sasaran
Kepala Pusat Kajian Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance Abra Talattov menilai strategi pemerintah menyusun dana siaga pangan tak mendesak. Pasalnya, program ini berfokus pada rantai pasok di sisi hilir. "Penanganan di sisi suplai lebih mendesak," tuturnya.
Abra mencatat ID Food beserta anggota holding badan usaha milik negara pangan lainnya sudah mendapat akses pembiayaan yang cukup mudah dari bank pelat merah. Sebagai sesama perusahaan negara, sinergi sudah terjamin. Belum lagi peluang bantuan pendanaan lewat penyertaan modal negara.
Justru yang perlu diperhatikan, menurut dia, adalah akses para petani terhadap permodalan. Merujuk pada statistik perbankan Indonesia milik Otoritas Jasa Keuangan, Abra mencatat bunga kredit di sektor pertanian mencapai 9,8 persen pada Desember 2023, naik dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar 8,7 persen. "Kenaikan bunga kredit di sektor petani ini mencerminkan bahwa perbankan melihat ada risiko tinggi, misalnya risiko gagal panen karena El Nino," tuturnya.
Insentif pemerintah lewat dana siaga pangan berupa bantuan bunga bank, menurut Abra, akan lebih efektif jika diberikan kepada petani. Dengan tambahan modal, petani bisa lebih produktif. Keringanan biaya pinjaman modal juga bisa mendorong penurunan biaya produksi yang berdampak pada produktivitas. Konsumen juga tidak terbebani oleh harga jual. Dia mengusulkan agar pemerintah meningkatkan anggaran subsidi resi gudang sebagai contohnya.
Namun dia juga tak menampik selama ini ada tantangan sendiri buat BUMN pangan dan Bulog. Saat mendapat penugasan, keduanya harus menunggu proses administrasi pemerintah untuk menerima pembayaran. Bahkan Kementerian Pertanian, yang bertugas mengurus sisi produksi, pun memiliki keterbatasan dana. Meskipun, menurut Abra, butuh evaluasi dari penyaluran anggaran ke kementerian tersebut, mengingat masalah keterbatasan pasokan dan lonjakan harga makin parah.
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center Elizabeth Kusrini pun sepakat bahwa pemerintah justru perlu berfokus di sisi produksi yang menjadi akar masalah kenaikan harga pangan ini. Peran Kementerian Pertanian perlu lebih kuat lagi dalam mendukung petani, dari pengadaan lahan, bibit, hingga pupuk, termasuk mempersiapkan tenaga kerjanya. Untuk mendukung peran ini, dia mengingatkan bahwa kenaikan anggaran tak selalu bisa menjadi solusi.
Namun dia mendukung jika pemerintah tetap menjalankan dana siaga pangan ini selama pemerintah memiliki rencana jangka panjang produksi pangan. Elizabeth menilai dampak program anyar tersebut hanya akan terasa dalam jangka pendek. "Ini bisa menjaga kestabilan harga dan melindungi kelompok miskin serta rentan miskin dari dampak kenaikan harga pangan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.