Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CARREFOUR Express Menteng Prada, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, baru saja membuka jam operasinya, Jumat pagi pekan lalu. Belasan karyawan sudah sibuk bekerja. Tampak seorang karyawan sedang mengatur ulang produk di sejumlah rak. Beberapa karyawan lainnya mengecek ketersediaan barang.
Sepintas tak ada perubahan di gerai yang dulu bernama Alfa ini. Padahal, Jumat dua pekan sebelumnya, terjadi peristiwa penting. Trans Ritel, unit usaha Grup Para, mengakuisisi 40 persen saham PT Carrefour Indonesia milik Carrefour SA (Prancis). ”Nilai pembeliannya sekitar US$ 300 juta (Rp 3 triliun),” kata pemilik Grup Para, Chairul Tanjung, kepada wartawan di Jakarta pekan lalu. Sumber dana pembelian diperoleh CT—sapaan Chairul—dari pinjaman konsorsium empat bank, yaitu Credit Suisse, Citibank, GP Morgan, dan ING.
Seusai aksi korporasi itu, susunan pemegang Carrefour Indonesia tak banyak berubah. Carrefour Group Prancis tetap menguasai mayoritas saham sebesar 60 persen melalui Carrefour SA (39 persen), Carrefour Nederland BV (9,5 persen), dan Onesia BV (11,5 persen). Sisanya milik Chairul. Tapi, lantaran saham yang dikuasai oleh pemilik Bank Mega itu lumayan gede, Chairul menjadi komisaris utama. Dia mendapuk mantan Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal (Purn.) A.M. Hendropriyono dan mantan Kepala Polri Jenderal (Purn.) Bimantoro. Tapi jatah direksi hingga kini masih kosong. ”Sedang diseleksi,” ujar Chairul.
Presiden Direktur Carrefour Indonesia Shafie Shamsuddin gembira Chairul Tanjung menjadi pemegang saham. Saking senangnya, dalam jumpa pers, dia mengenakan seragam Trans Corp. hitam. Sejatinya warga negara Singapura itu merupakan perwakilan Carrefour Prancis. Bagi Carrefour Group, bermitra strategis dengan Grup Para, yang punya banyak lini bisnis, akan banyak manfaatnya. ”Ini sinergi luar biasa,” ujarnya.
Kemitraan Trans Corp. dan Carrefour ini akan menjadi sinergi operasional dengan Grup Para, yang bermain di sektor jasa keuangan, media, gaya hidup, dan hiburan keluarga.
PERKAWINAN Grup Carrefour dengan Grup Para terjadi begitu cepat. Kisah bermula dari upaya Carrefour Group menugasi Shafie mendekati Chairul. Awal November tahun lalu, kata sumber Tempo, bos Carrefour Indonesia itu blasak-blusuk menghubungi Chairul. Tapi tak mudah bertemu dengan salah satu orang terkaya di Indonesia tersebut. Alhasil, Shafie mengambil jalan memutar mendekati orang kepercayaan Chairul.
Shafie meminta bantuan Country Manager Visa Indonesia, Ellyana Fuad, menghubungi Direktur Retail Bank Mega, Kostaman Thayib. Diaturlah pertemuan dengan Chairul di Menara Mega, lantai 19, Jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan. Diselingi makan siang dengan menu masakan Jepang, Shafie curhat kepada Chairul, yang didampingi Kostaman dan salah satu direktur Grup Para, Ashish Saboo.
Shafie menjelaskan berbagai masalah Carrefour, mulai kasus di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), pengusiran gerai Carrefour di mal yang dimiliki Grup Lippo, dan pelbagai kisah pilu lainnya. Shafie meminta Chairul mau menemui petinggi Carrefour Group jika datang ke Indonesia. ”Waktu itu belum terucap niat Carrefour bermitra dengan pemain lokal,” bisik sang sumber.
Singkat cerita, akhir tahun lalu Direktur Eksekutif Carrefour Group Thierry Garnier datang ke Indonesia. Negosiasi dengan Chairul dimulai. Perundingan semakin serius setelah hasil riset konsultan di Hong Kong yang disewa pengecer terbesar di Eropa dengan lebih dari 15.500 toko itu menyatakan bahwa Grup Para merupakan salah satu kandidat terbaik untuk dijadikan mitra lokal. Negosiasi maraton digelar lagi hingga tiga bulan lamanya.
Tawar-menawar ini tak hanya dilakukan di Indonesia dan Prancis, tapi juga sampai ke India. Akhirnya, pada 12 Maret lalu, Chief Executive Officer Carrefour Group, Lars Olofsson, dan Chairul meneken perjanjian jual-beli saham di kantor pusat Carrefour di Paris, Prancis. Tapi, lantaran uang belum disetor, ijab kabul belum sah. Akuisisi belum bisa diumumkan.
Nah, dana pinjaman untuk Grup Para baru cair pada Rabu dua pekan lalu. Dua hari kemudian, dana pembelian disetorkan ke Carrefour Group. Dalam rapat umum pemegang saham disebutkan bahwa Chairul resmi menjadi pemilik baru. ”Ini negosiasi tercepat yang pernah dialami Carrefour. Normalnya berlangsung setahunan,” tutur Shafie.
Sumber Tempo di lingkungan Grup Para menjelaskan, Carrefour sebagai perusahaan terbesar kedua di dunia setelah Wal Mart, Amerika Serikat, sangat berhati-hati memilih mitra lokal. Karena itu, porsi saham yang dilepas baru 40 persen. ”Mereka ingin melihat apakah Carrefour Indonesia berada di tangan yang tepat atau tidak,” ujarnya. Terbuka kemungkinan Chairul Tanjung menambah saham di Carrefour Indonesia, asal harga cocok. ”Lihat saja, lihat perkembangan Chairul dan Carrefour tiga tahun mendatang.”
Strategiskah posisi Chairul saat ini? Sumber Tempo yang mengetahui transaksi Carrefour-Grup Para membenarkan. Walau belum menjadi pengendali, Chairul punya hak veto dalam setiap rapat umum pemegang saham. ”Keputusan direksi Carrefour hanya bisa lolos jika mendapat persetujuannya,” bisiknya. Hak itu sejalan dengan syarat yang diajukan Chairul dalam mengakuisisi Carrefour. ”Dia minta punya hak khusus agar bisa mengambil keputusan strategis.”
DI antara perusahaan sejenis, kiprah Carrefour di Indonesia sebenarnya belum lama: 12 tahun. Tapi peretail ini lari kencang membuka puluhan gerai. Total jenderal Carrefour Indonesia sudah memiliki 79 gerai raksasa di 22 kota di Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi, dengan sekitar 12 ribu karyawan. Bandingkan dengan pemain lama, misalnya Grup Lippo, yang punya 80 department store Matahari, 47 Hypermart, 29 Food Mart, dan Giant yang baru punya 35 hipermarket. Carrefour, yang tahun ini akan membuka 13 gerai baru, jelas pesaing berat.
Tumbuhnya nilai penjualan Carrefour membuat ketar-ketir para pesaing. Dalam lima tahun terakhir, penjualan Carrefour naik dua kali lipat menjadi Rp 11 triliun (lihat tabel). Padahal jumlah konsumen yang diperebutkan tidak meningkat tajam, sedangkan pemain di sektor retail ini banyak, seperti Grup Matahari, Ramayana, Hero, dan Mitra Adi Perkasa. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia Rudy R.J. Sumampouw memprediksi omzet retail modern tahun ini mencapai Rp 100 triliun. ”Tahun tahu sekitar Rp 80 triliun,” katanya.
Namun Carrefour kerap tersandung masalah. Bukan saja dengan sesama peretail modern, melainkan juga dengan pedagang tradisional, bahkan dengan para pemasok. Pada Agustus 2005, Carrefour dituding menekan pemasoknya dengan cara minus margin, yakni menjual di bawah harga umum, agar harga di Carrefour lebih murah dibanding pesaingnya.
Carrefour lalu dilaporkan ke KPPU karena dianggap melakukan usaha tak sehat. Komisi akhirnya berhasil membuktikan Carrefour melakukan upaya minus margin, yang dilarang Departemen Perdagangan. Komisi pun menghukum Carrefour Rp 1,5 miliar. Sanksi ini dikuatkan Mahkamah Agung setahun kemudian.
Akhir tahun lalu, Carrefour kembali dituding melakukan bisnis tak sehat setelah mengambil alih 75 persen saham PT Alfa Retailindo Tbk. Komisi Pengawas menilai pangsa pasar Carrefour semakin dominan. Pada saat yang sama, Carrefour dituding menyalahgunakan posisi dominan dengan memaksakan skema trading terms (syarat dagang) kepada pemasoknya. Selain denda Rp 25 miliar, Komisi Pengawas memerintahkan Carrefour melepas Alfa, paling lama tahun ini. Di tingkat banding, Carrefour menang. Kini kasus itu masih di tingkat kasasi Mahkamah Agung.
Batu sandungan tak berhenti di situ. Tahun lalu Carrefour bergesekan dengan Grup Lippo. Pemicunya, dua gerai Carrefour di Pluit Village dan Palembang Square diusir oleh pengelola gedung yang dimiliki oleh perusahaan James Riady, pemilik Lippo. Alhasil, ada yang menduga masuknya Chairul Tanjung ke Carrefour untuk meredam tekanan dari Lippo serta pemasok dan pedagang tradisional. ”Citra sebagai perusahaan asing juga pupus dengan menggandeng CT,” ujar sumber Tempo yang mengetahui transaksi tadi.
Strategi ini juga dipandang positif oleh Grup Lippo. ”Ini terobosan yang baik bagi CT, menggenapi strategi beliau dalam bisnis eceran, juga investasi yang baik dengan valuasi yang murah,” kata James T. Riady, bos Grup Lippo, kepada Wahyu Muryadi dari Tempo. ”Dengan CT, mereka akan lebih kuat,” kata James. Tapi Grup Lippo menampik sinyalemen persaingannya dengan Carrefour. Matahari, kata Sekretaris Perusahaan Matahari Danny Kojongian, merasa tak terganggu oleh Carrefour. ”Rencana ekspansi kami sudah direncanakan jauh-jauh hari,” ujarnya.
Niat serius ”mengamankan” bisnis terlihat juga dari langkah Chairul menempatkan Hendropriyono dan Bimantoro. Sumber Tempo itu mengatakan mereka dipilih karena bisa melakukan pendekatan strategi teritorial yang biasa dipakai tentara atau polisi. ”Mereka berpengalaman bisa mendampingi masyarakat dan pedagang lokal agar menerima Carrefour,” katanya.
Masuknya Chairul diduga ada hubungannya juga dengan rencana Carrefour masuk ke format minimarket. Peluang ini hanya terbuka untuk investor lokal. Pangsa pasar ini sekarang dikuasai Indomaret dan Alfamart. Chairul tak menampik kemungkinan itu. Ketika dimintai konfirmasi tentang rencana itu, dia hanya menjawab singkat, ”Why not?”
R.R. Ariyani
Kinerja Penjualan Retail Modern (triliun rupiah)
Retail | 2005 | 2006 | 2007 | 2008 | 2009 |
Carrefour | 6,2 | 8,24 | 9,12 | 10,68 | 10,6 |
Matahari | 6,92 | 8,49 | 9,77 | 9,03 | 10,28 |
Ramayana | 4,3 | 4,48 | 4,89 | 5,53 | 4,39* |
Hero | 4,26 | 4,81 | 5,15 | 5,86 | 6,65 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo